Mengakselerasi Gas Bumi sebagai Energi Transisi


Jakarta, OG Indonesia --
Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris, serta berkomitmen mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Gas bumi menjadi energi transisi karena ketersediaannya cukup banyak dan lebih ramah lingkungan. Untuk mengoptimalkan gas bumi sebagai energi transisi, dalam pengelolaannya diperlukan sinergi semua pihak, baik dari sisi hulu dan hilir.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Rapat Kerja Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan tema “Akselerasi Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Transisi Energi Menuju Net Zero Emission”, di Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (8/8/2024).   

Diskusi juga menyepakati bahwa semua pihak harus mendapatkan manfaat yang optimal dari gas bumi dan adil, agar dapat tumbuh bersama-sama demi mendukung perekonomian Indonesia, serta masyarakat khususnya. 

Mengawali diskusi, Anggota Komite BPH Migas Wahyudi Anas menyampaikan profil ketersediaan infrastruktur gas bumi yang mencapai total panjang 22.498,84 km di semester I tahun 2024. Total pipa ini didominasi oleh panjang pipa jargas yang mencapai 48,39%, sedangkan pipa transmisi pengangkutan mencapai 23,85% dan distribusi niaga 27,76%. 

Sejak tahun 2022, Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  membangun pipa Cirebon – Semarang Tahap I  (Semarang – Batang) sepanjang 60 km dan Tahap 2 (Batang-Cirebon) sepanjang 120 km. 

“Untuk pembangunan jaringan gas bumi (Jargas) didorong dengan skema investasi mandiri dan rencana pembangunan jargas KPBU (Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha) dan IKN (Ibu Kota Nusantara),” tambahnya. 

Lebih lanjut Wahyudi memaparkan, total volume pengangkutan gas bumi melalui pipa sebesar 1.229.899.585 MSCF. Sedangkan total volume niaga gas bumi melalui pipa mencapai 391.267.100 MMBTU. 

“Untuk volume gas bumi per sub sektor industri, terdapat 7 sektor pengguna gas bumi yang mendapatkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dari Pemerintah yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mirza Mahendra menyampaikan, pengelolaan gas bumi diprioritaskan untuk pembangunan nasional. Gas bumi sebagai sumber daya alam tidak terbarukan, pengelolaannya perlu diatur secara berkesinambungan. 

"Gas bumi juga mendukung ketahanan energi dan kemandirian energi nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” katanya.

Lebih lanjut Mirza menjelaskan, pengeboran migas saat ini mayoritas dilakukan di laut dalam yang berlokasi di timur Indonesia di mana sebagian besar penemuannya merupakan gas bumi. “Sekarang (gas bumi) menjadi primadona. Untuk itu, perlu pengelolaan secara tepat baik di sisi hulu maupun hilir migas agar win-win solution,” ungkapnya. 

Menurut dia, pengalokasian gas untuk asas berkeadilan, dalam pemanfaatannya diatur agar tepat sasaran. Untuk menjamin pasokan, dibutuhkan pengembangan infrastruktur energi yang mengutamakan ketersediaan infrastruktur penunjang energi eksisting dan pengembangannya di masing-masing wilayah, hal ini diperlukan agar accessibility dapat ditingkatkan seiring dengan availability sumber energi dan acceptability masyarakat. Demikian juga dengan keterjangkauan (affordability) biaya investasi hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Keuangan dan Komersialisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kurnia Chairi mengungkapkan, gas bumi sebagai komoditas memiliki nilai strategis, yaitu mendukung ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, serta pengembangan energi terbarukan dan transisi energi. Selain itu, sumber penerimaan negara. 

Gas menjadi energi transisi lantaran 50% penemuan eksplorasi dan 70% PoD (Plan of Development/rencana pengembangan lapangan) didominasi gas. 

“Berdasarkan BP Outlook 2021, Reserves to Production Gas Indonesia dua kali lebih besar dibandingkan minyak bumi,” tambahnya. 

Untuk mendukung peningkatan produksi migas, Pemerintah terus mendorong pengembangan lapangan-lapangan migas dan dari rencana 15 proyek , 8 di antaranya telah on stream. 

“SKK Migas telah melakukan berbagai upaya untuk mengantarkan gas sebagai sumber energi transisi. Upaya tersebut harus melibatkan semua pihak dan prinsipnya, semua pihak harus mendapatkan manfaat yang optimal dan adil untuk semuanya,” pungkasnya. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian Kris Sasono Ngudi Wibowo memaparkan, industri manufaktur menunjukkan kinerja baik dan signifikan pada tahun 2020-2023. Hal ini tidak lepas dari dukungan kebijakan Pemerintah, antara lain kebijakan sektor energi.

“Pelaksanaan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional,” ujarnya.

Sedangkan, Ketua Ikatan Perusahaan Gas Bumi Indonesia Eddy Asmanto menyampaikan perlunya memastikan harga gas murah tepat sasaran dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Selain itu, pengembangan Infrastruktur mendatang dilakukan melalui sinkronisasi dan integrasi semua komponen pelaku industri gas bumi agar keekonomian dapat tercapai. RH

Mengakselerasi Gas Bumi sebagai Energi Transisi Mengakselerasi Gas Bumi sebagai Energi Transisi Reviewed by Ridwan Harahap on Jumat, Agustus 09, 2024 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.