Dukung NZE, Kementerian ESDM Terus Harmonisasi Regulasi


Jakarta, OG Indonesia --
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan ratifikasi Paris Agreement dan telah meningkatkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen NDC.
Hal tersebut disampaikan Sekjen ESDM saat Webinar "Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia 2024" yang diadakan oleh Gatra Media Group.

“Sekarang dokumennya sudah menjadi E-NDC atau Enhanced National Determined Contribution yang kontribusi kita ini semakin meningkat, komitmen kita semakin meningkat, baik itu dengan kemampuan sendiri maupun dengan dukungan internasional,” kata Dadan dalam Webinar yang dihelat di Jakarta, Selasa (23/7/2024). 

Dalam hal ini, Dadan mengungkapkan bahwa ESDM telah menyusun peta jalan transisi energi dalam mendukung pencapaian NZE. “Kami di Kementerian ESDM sedang fokus untuk melakukan transisi energi untuk mendukung pencapaian net zero emissions tersebut di tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mendukung hal tersebut, KESDM telah menyusun peta jalan transisi energi di sektor energi,” tambahnya.


Dadan menjelaskan bahwa sektor ESDM ini ada dua sisi. Pertama adalah bahwa di sektor ESDM, sektor yang memang menyebabkan emisi, yang mengeluarkan emisinya sendiri, terutama kalau menggunakan bahan bakar fosil. 


“Tapi di sisi yang lain, kami pun di sektor ESDM juga berpeluang, berkontribusi untuk menurunkan emisi tersebut. Apakah itu dalam bentuk penggunaan energi baru terbarukan atau dalam bentuk energi yang rendah karbon, atau juga yang sekarang sedang didorong adalah bagaimana sektor ESDM juga berkontribusi secara langsung dalam bentuk penyerapan, dalam bentuk penyimpanan dari karbon tersebut, atau yang kita kenal dengan carbon capture and storage,” katanya. 


Dadan mengungkapkan bahwa dalam kebijakan ini, telah terbit Perpres no.14 tahun 2024, yang ini menjadi salah satu atau satu-satunya yang ada payung hukum untuk pengembangan kebijakan carbon capture dan storage di dalam negeri. 


“Kami sekarang juga sedang menyelesaikan aturan-aturan untuk implementasinya. Salah satunya adalah dalam bentuk Permen, ini sudah selesai proses harmonisasi dan sekarang sedang dalam proses untuk mendapatkan izin dari Presiden,” jelasnya.


Nah, dalam rangka pemenuhi komitmen tersebut, lanjut Dadan, diperlukan adanya peran dari pelaku usaha. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021, tentang penyelenggaran nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.


“Nilai ekonomi karbon ini merupakan mekanik pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai ekonomi karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang mengurangi emisi gas rumah kaca,” terangnya.


“Memang nanti akan ada dua sisi, yang pertama nilai ekonomi karbon kalau kita mengurangi dan sisi yang lain adalah sisi sebaliknya, kalau kita memang mengeluarkan emisi dikenal dengan istilah pajak karbon. Ini pun secara undang-undang sudah siap untuk dilaksanakan,” lanjutnya.


Secara khusus, lanjut Dadan, Kementrian ESDM di sini akan menyampaikan untuk subsektor pembangkit tenaga listrik, nilai ekonomi karbon diselenggarakan melalui penerapan perdagangan karbon yang telah diluncurkan pada awal 2023 yang lalu, dan ini dilakukan mencoba sejak tahun 2022. 


Penerapan perdagangan karbon di subsektor pembangkit listrik bertujuan untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, mendorong langkah-langkah efisiensi energi, meningkatkan peran pelaku usaha dalam melakukan mitigasi perubahan iklim, dan juga tentunya mendorong transisi energi nasional khususnya di sisi suplai energi. 


“Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik yang telah kami susun, dengan adanya perdagangan karbon ini maka berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 100 juta ton ekvivalen di tahun 2030,” ujarnya.


Untuk mendukung perdagangan karbon telah disusun peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik. Perdagangan karbon di subsektor ini diselenggarakan dalam tiga fase, yang pertama fase pertama tahun kemarin dan tahun ini, kemudian fase kedua 2025-2027, dan fase ketiga 2028-2030. 


Perdagangan karbon akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar fosil, baik yang terhubung kepada jaringan PLN maupun untuk penggunaan sendiri, seperti pembangkit untuk kepentingan sendiri dan juga pembangkit di wilayah usaha non-PLN.


“Tiga fase tersebut nanti akan secara bertahap meningkatkan dari standar emisinya, standar emisi karbondioksida untuk pembangkit tenaga listrik, terutama yang berbasis tenaga uap atau menggunakan bahan bakar batubara. Jadi makin ke sana nanti standarnya akan semakin ditingkatkan, emisinya akan semakin kecil, sehingga pada saatnya nanti diperlukan kombinasi antara perdagangan karbon dan juga omsetnya,” tuturnya.


Saat ini perdagangan karbon sedang memasuki tahun kedua atau periode terakhir dari fase yang pertama. Pada tahun 2023 jumlah peserta adalah 99 unit pembangkit batubara yang terhubung kepada jaringan PLN dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 100 MW. 


Untuk tahun ini jumlah peserta menjadi 146 unit dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batubara dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 25 MW. Jadi kami terus meningkatkan dari sisi peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik.


Berdasarkan dari hasil transaksi perdagangan karbon di tahun 2023, terdapat total transaksi sebesar 7,1 juta ton CO2 equivalent atau senilai Rp84,17 miliar, di mana 7 juta ton ini berasal 7,04 juta ton berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung. 


“Dalam rangka mendukung pelaksanaan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon, kami juga telah memiliki kerja sama dengan Bursa Karbon untuk mendukung pelaksanaan ini,” terang Dadan.


Tadi disampaikan di pembukaan bahwa sudah setahun berjalan untuk Bursa Karbon Indonesia di IDX, dan kalau tidak salah perdagangan pertama juga memang berbasis kepada penggunaan energi terbarukan yang secara khusus berasal dari panas bumi.


Jadi, dengan potensi yang demikian besar, potensi untuk penurunan emisi yang demikian besar, dan sisi yang lain potensi untuk pengembangan energi bersih yang demikian besar. 


“Kita bisa mensinergikan, mengoptimalkan pemanfaatan energi bersih sekaligus juga dengan perdagangan karbonnya, sehingga ini terjadi win-win solution dari sisi penyediaan energi dan juga dari sisi penurunan emisi secara nasional,” tuturnya.


“Kami menyadari bahwa pelaksanaan perdagangan karbon ini merupakan hal yang baru, sehingga kami terus melaksanakan kegiatan dan aksi yang mencakup, antara lain sosialisasi, peningkatan kapasitas SDM, evaluasi, dan fasilitasi kepada para pemangku kepentingan yang terlibat,” ucap Dadan.


"Jadi, tidak hanya dari sektor listrik, tapi juga berada di sektor energi baru terbarukan, berada di penghematan energi, efisiensi energi, termasuk tentunya yang sekarang menjadi fokus yang terus kami dorong adalah carbon capture dan storage," pungkasnya. RH


Dukung NZE, Kementerian ESDM Terus Harmonisasi Regulasi Dukung NZE, Kementerian ESDM Terus Harmonisasi Regulasi Reviewed by Ridwan Harahap on Selasa, Juli 23, 2024 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.