Jakarta, OG Indonesia -- Nilai ekspor produk LNG Indonesia dan Gas Pipa Indonesia di pasar dunia terus meningkat setelah pandemi covid-19 tahun 2020. Pada 2022, tercatat nilai ekspor LNG Indonesia secara total mencapai US$6,6 M, atau naik dari US$4,6 M di tahun 2021, sedangkan nilai Ekspor Gas melalui Pipa Indonesia pada 2022 meningkat menjadi US$3,13 M dibandingkan tahun 2021 dengan nilai US$2,84 M.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas bumi Tutuka Ariadji mengatakan strategi Pemerintah saat ini adalah memenuhi kebutuhan gas dalam negeri dan menyeimbangkan dengan ekspor agar keekonomian tetap terjaga.
“Jadi kebutuhan dalam negeri terpenuhi, tapi keekonomian perusahaan, keekonomian lapangan itu juga terjaga. Yang menjamin keberlangsungan perusahaan itu atau keekonomian lapangan itu,” jelas Tutuka pada acara webinar DeTalk bertajuk “Strengthening Indonesia as a Global LNG and LPG Player”, Selasa (31/10/2023).
Beberapa negara tujuan ekspor seperti China, Korea, Jepang, Taipei, dan China terus menunjukkan konsistensi yang tinggi bahkan jumlah permintaannya terus meningkat. China misalnya, sebagai negara yang paling besar kebutuhan energinya dibanding negara lain, sumber LNG tersebut paling banyak dipenuhi oleh Indonesia.
“Dan untuk Indonesia juga paling besar dia (China), ngambilnya. Kemudian untuk natural gas export by pipeline dengan pipa, itu ke Singapura, pertama ke Singapura, kemudian ke Malaysia. Tentunya ini sudah memasukkan total penerimaan yang cukup besar jadi nilai ekspor ini kira-kira 6,6 miliar naik dari 4,6 miliar di tahun 2021 ya, untuk tahun 2022, “ ungkap Tutuka optimis.
Tutuka menjelaskan bahwa cadangan gas bumi Nasional sampai saat ini cukup besar yakni sebesar 54.830,40 BSCF atau 54,83 TSCF yang dinyatakan proven, probable dan possible (3 P) dari lapangan migas yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi hingga Papua. Bahkan Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkannya dengan cara memberikan kemudahan dalam melakukan eksplorasi baik dari segi komunikasi, proses penguasaan wilayah kerja, pengelolaan wilayah kerja, dan insentif.
Optimisme temuan cadangan gas bumi tersebut juga diikuti dengan peningkatan volume pemanfaatan gas bumi domestik. Tutuka mengatakan bahwa sampai dengan Agustus 2023, tercatat volume pemanfaatan gas bumi domestik mencapai 3,725 BBTUD. Dimana sejak tahun 2012 hingga saat ini, volume dan nilai pemanfaatan gas bumi untuk domestik lebih besar dibandingkan ekspornya.
“Jadi total produksi 5.446,90 BBTUD itu 68%-nya untuk dalam negeri. Jadi suatu perkembangan yang menuju kemandirian baik energi maupun nasional,” jelas Tutuka dihadapan perwakilan editor dan wartawan senior, reporter, dan para pelaku bisnis gas bumi.
Pada acara yang digelar secara daring tersebut Tutuka menjelaskan bahwa saat ini pemanfaatan gas bumi terbesar adalah untuk sektor Industri yakni sebesar 28,52%, kemudian pupuk sebesar 12,62%, dan disusul Ketenagalistrikan sebesar 12,22%. Masih ada ruang untuk ekspor sebesar 23,43% dan Gas Pipa sebesar 8,18%.
“Dan kita harapkan hilirisasi itu keperluan untuk meningkatkan daya saing industri nasional dan juga untuk ketahanan energi Nasional, sekaligus juga untuk kemandirian Nasional dan sektor terkait,” imbuh Tutuka.
Selanjutnya seiring dengan roadmap transisi energi, Tutuka berharap pengembangan renewable energy di dalam negeri dapat dilakkan dengan memanfaatkan potensi energi fosil yang masih ada saat ini.
“Tadi terduga kan sangat banyaknya potensi gas. Jadi kita perlu memanfaatkan gas tersebut untuk modal untuk tinggalan gas ke Renewable Energy di suatu waktu ke depan,” pungkas Tutuka mengakhiri. RH