Jakarta, OG Indonesia -- Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali melepas sebanyak 44 Pekerja Migran Indonesia skema Government to Government (G to G) Korea Selatan, di Aula KH Abdurrahman Wahid, Kantor BP2MI Pusat, Jakarta, Selasa, (7/11/2023).
“Tren penempatan pekerja migran Indonesia semakin naik setelah tahun 2020 dengan jumlah 113.000 lebih penempatan, dan tahun 2021 di masa pandemi Covid melanda dunia dengan jumlah 72.000 lebih penempatan. Sedangkan pada tahun 2022 sampai pada Oktober 2023, penempatan pekerja migran Indonesia melampaui target penempatan dengan jumlah lebih dari 400.000 pekerja migran Indonesia,” papar Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, dalam sambutannya.
Di hadapan 36 Pekerja Migran Indonesia sektor manufaktur, dan 8 Pekerja Migran Indonesia sektor perikanan tersebut, Benny juga memaparkan bahwa berdasar tren penempatan yang naik. Maka semakin banyak para pekerja migran Indonesia bekerja di luar negeri, semakin banyak sorotan di sana.
“Saya menemukan fakta ketika berkunjung langsung ke Korea Selatan, bahwa sekitar 700 lebih pekerja migran Indonesia kabur dari pekerjaannya, hal itu menyebabkan banyak perusahaan komplain,” ujarnya.
Benny mengungkapkan bahwa, Kedutaan Besar RI di Korea pun merasa canggung dan malu atas perbuatan sebagian pekerja migran Indonesia yang kaburan.
“Jangan sampai karena seringnya pekerja migran Indonesia kabur, menyebabkan pihak Korea menutup peluang kerja untuk Indonesia ke depannya. Ingat, jangan jadi dzolim menutup kesempatan kerja teman-teman sebangsa di masa depan,” tegasnya.
Selama menjabat sebagai Kepala BP2MI, Benny tak henti-henti nya menyuarakan keberpihakan kepada pekerja migran Indonesia dengan berbagai cara, seperti pembangunan fasilitas Very Very Important Person (VVIP) yaitu lounge, fast track jalur cepat keimigrasian, help desk, serta Kredit Tanpa Agunan (KTA) Bank BNI.
“Tidak berhenti di situ, sekarang saya sedang mendorong Direktorat Bea Cukai di Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian PUPR, untuk mewujudkan relaksasi pajak barang masuk, pembebasan biaya IMEI, serta rumah subsidi untuk para pekerja migran Indonesia,” imbuh Benny.
Namun, fasilitas baru untuk para pekerja migran Indonesia tersebut, menurut Benny masih kurang baik dalam implementasi di lapangan.
“Dalam aduan publik yang saya terima akhir-akhir ini, banyak barang pekerja migran Indonesia yang tidak dapat masuk ke Indonesia, serta masih dalam penahanan oleh pihak Bea Cukai,” ungkapnya.
Penahanan tersebut, ungkap Benny, banyak yang disebabkan karena peraturan relaksasi pajak yang belum disahkan. Hal tersebut mengakibatkan barang-barang milik pekerja migran Indonesia yang tertahan sampai waktu yang lama.
“Sebagian barang tersebut adalah hadiah bagi keluarga di rumah yang tentu tidak dapat sampai tepat waktu, atau makanan yang mungkin sudah kadaluarsa menunggu peraturan relaksasi pajak terbit,” ujarnya.
Demikian juga tentang implementasi fasilitas pembebasan biaya IMEI yang masih belum dilaksanakan dengan baik di lapangan menurut Benny. Walaupun realita di lapangan masih belum efektif, Ia dan BP2MI tetap mendorong agar fasilitas baru tersebut diwujudkan, terbit, dan dilaksanakan di lapangan.
“Di dalam negeri sini, kami tetap berjuang memberi para pahlawan devisa segala fasilitas, layaknya pahlawan sesungguhnya. Maka di luar negeri, jaga lah perilaku, dan buat Indonesia membanggakan di mata dunia. Pejabat pun belum tentu dapat membanggakan Indonesia di mata dunia, tetapi saya percaya pekerja migran Indonesia bisa,” pungkasnya.