Dua orang pekerja tengah menyelesaikan pengerjaan kapal fiberglass di workshop Tanjung Mamat Fiberglass di Desa Bontang Kuala, Kota Bontang, Kalimantan Timur. Foto-foto: Ridwan Harahap |
Bontang, OG Indonesia -- Gruduk duk duk duk duk... Begitu suara roda motor yang melintas di atas jalan dari kayu ulin terdengar jelas berulang kali. Seolah menyambut rombongan media massa nasional, termasuk OG Indonesia, yang baru saja berlabuh setelah naik perahu menuju workshop Tanjung Mamat Fiberglass (TMF) yang terletak di pemukiman terapung tepi laut dari warga desa Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur.
Warna langit sore itu mulai memerah membayangi lautan biru Selat Makassar. Terlihat 3-4 orang pekerja tengah sibuk di workshop pembuatan kapal. Ada yang tengah memoles kapal, ada juga yang sibuk mengecat. Tampak pula sejumlah orang berseragam biru sedang berkumpul. Rupanya mereka dari Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Bontang yang tengah melihat pesanan kapalnya tengah dikerjakan.
Tanjung Mamat Fiberglass merupakan workshop pembuatan kapal fiberglass yang mempekerjakan sepuluh orang yang beberapa di antaranya merupakan mantan pengebom ikan. Hingga saat ini, Kelompok TMF berhasil menyulap ribuan kilogram limbah non B3 poliuretan menjadi kapal-kapal fiberglass. Limbah poliuretan sendiri diperoleh dari PT Badak Natural Gas Liquefaction atau Badak LNG, anak perusahaan Subholding Upstream Pertamina yang mengelola kilang LNG di Bontang.
Diceritakan Imanuddin, Inisiator dan Penasehat Kelompok TMF yang juga mantan karyawan Badak LNG, kala dirinya akan memasuki masa pensiun pada tahun 2021, terpikir olehnya untuk memanfaatkan banyaknya limbah poliuretan berupa busa kaku yang menumpuk di sekitar lingkungan kerja kilang Badak LNG. "Kenapa nggak (limbah poliuretan) ini kita manfaatkan. Pelan-pelan dicoba, untuk cool box dulu, setelah itu kita aplikasikan di perahu," cerita Imanuddin kepada OG Indonesia di workshop TMF, Senin (13/11/2023).
Gayung pun bersambut dari pihak Badak LNG yang mendukung pemberdayaan masyarakat pesisir di sekitar daerah operasinya melalui program Menuju Nelayan Ramah Lingkungan Mandiri dan Sejahtera (MENARA MARINA). Lewat pasokan bahan baku limbah poliuretan, pemberian aneka peralatan workshop mulai dari mesin gerinda, alat bor, palu, gergaji cutter, kuas hingga safety equipment, serta pelatihan-pelatihan yang diberikan, Kelompok TMF kini telah sukses membuat sembilan perahu.
Dengan cara baru membuat perahu ini, menurut perhitungan Badak LNG dapat mengurangi penggunaan material bahan baku logam dan kayu. Di mana untuk pembuatan satu perahu yang menyerap sekitar 270 kg poliuretan dapat mengurangi pemanfaatan kayu sebanyak 3 meter kubik.
Apalagi perahu yang terbuat dari fiberglass dengan campuran poliuretan ternyata jauh lebih tahan lama dibandingkan perahu kayu. "Kalau kayu dibuat perahu, itu paling tahan lima tahun, sudah harus ganti baru lagi. Kalau fiberglass ini Insyaallah kalau awet pakai itu bisa seumur hidup yang penting perawatannya rajin digosok untuk menghilangkan lumut dan hama," ucap Abdul Rahman, Ketua Kelompok TMF dalam kesempatan yang sama.
Limbah poliuretan berupa busa kaku sisa industri bisa diolah dalam campuran fiberglass untuk membuat kapal fiberglass. |
Berdasarkan estimasi pihak Badak LNG, dari pemanfaatan limbah poliuretan untuk pembuatan kapal fiberglass, selain dapat menekan penggunaan material kayu, juga dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 740.054 kg CO2, menurunkan pemakaian bahan bakar hingga 50 liter per bulan, serta terjadi efisien biaya retribusi dan transportasi sampah sebesar Rp1.177.000.
Namun biaya pembuatan kapal dari fiberglass diungkapkan Abdul Rahman lebih mahal ketimbang kapal kayu biasa. "Mahalnya itu untuk poliuretannya, fiberglass-nya, dan lemnya," jelasnya. Dirinci olehnya, untuk pembuatan satu perahu kayu ukuran 6m x 90cm biasanya paling tinggi biayanya sekitar Rp5-6 juta. Sementara untuk perahu fiberglass bisa mencapai Rp13 juta per perahu untuk ukuran kecil. "Jadi harganya bisa dua kali lipatnya, tetapi lebih awet," terang Abdul Rahman.
Dari sembilan perahu yang telah dibuat di workshop telah mendatangkan omset mencapai Rp121.475.000 untuk Kelompok TMF. Dan karena keunggulan perahu buatannya yang lebih tahan lama, Kelompok TMF pun mulai kebanjiran pesanan. Beberapa instansi telah memesan kapal dari Kelompok TMF, seperti Dinas Perikanan, Dinas Damkar Bontang, sampai Badak LNG sendiri. "Alhamdulillah ada saja pesanan," ujarnya.
Manager CSR & Relations Badak LNG Putra Peni Luhur Wibowo mengungkapkan kegiatan dari Kelompok TMF saat ini terus disinergikan dengan mitra binaan lainnya dari Program MENARA MARINA, seperti pemberdayaan petani rumput laut Kampung Tihi-tihi dan Telihan Recycle yang membuat baling-baling kapal.
"Kami punya mitra binaan Telihan Recycle yang memproduksi baling-baling kapal yang kapalnya dibuat oleh Tanjung Mamat Fiberglass, kemudian kapalnya dipakai di area Tihi-tihi dan perairan Bontang," tutur Luhur. "Beberapa kapal dan perahu juga kami sumbangkan ke mitra binaan juga yang turut menjaga kelestarian lingkungan dengan membersihkan sampah-sampah di laut," tambahnya.
Luhur mengatakan dengan berbagai program Tanjung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang telah dijalankan, Badak LNG optimistis dapat mempertahankan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah diperoleh selama 12 tahun terakhir. "Insyaallah kami tetap mempertahankan PROPER Gold yang telah diraih 12 kali berturut-turut tanpa jeda lewat program TJSL yang berkesinambungan dan tidak putus," pungkas Luhur. RH