Koperasi Kriya Inovasi Mandara turut hadir di Forum Kapasitas Nasional III Tahun 2023 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Foto-foto: Ridwan Harahap |
Jakarta, OG Indonesia -- Seperti halnya wilayah lain di kepulauan Indonesia, pesisir Kalimantan Timur dikarunia dengan berlimpahnya pohon kelapa. Pemanfaatan buah kelapa untuk minuman, santan hingga minyak kelapa yang cukup besar ternyata menyisakan limbah yang cukup banyak pula dalam bentuk sabut kelapa. Potensi besar sabut kelapa tersebut ternyata belum banyak dilirik. Padahal sabut kelapa bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal, seperti untuk pupuk dan media tanam, produk cocofiber, aneka kerajinan tangan, sampai untuk keperluan membuat jalan raya, reklamasi lahan pasca tambang, dan penahan abrasi pantai.
Diceritakan Rusni Febriyanti, Ketua
Pengurus Koperasi Kriya Inovasi Mandara (KIM), ketika pertama kali datang ke
Penajam, Kalimantan Timur sekitar 10 tahun lalu, dia sempat bingung ketika ada
tengkulak kelapa yang menawarkan limbah sabut kelapa kepada dirinya. "Saya
sempat bingung, untuk apa sabut ini? Tetapi sejak saat itu saya penasaran dan
cari tahu manfaat dari sabut kelapa," kata Rusni kepada OG
Indonesia saat ditemui di acara Forum Kapasitas Nasional III Tahun
2023 yang digelar di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Setelah tahu bahwa sabut kelapa
ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal, Rusni pun mulai bersinergi
dengan pihak investor untuk menjalankan pabrik yang berbasis sabut kelapa pada
tahun 2016. Sejalan dengan itu, Rusni juga membuka jaringan lewat Asosiasi
Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI). Sejak itu pula dirinya memulai
mengolah limbah sabut kelapa untuk dibuat jadi aneka kerajinan tangan sampai
produk cocopeat dan cocofiber.
Selangkah lebih maju pada tahun
2020, Rusni mulai membuka koperasi yang mandiri dan tidak bergantung lagi pada
investor lewat Koperasi Kriya Inovasi Mandara (KIM) di Kelurahan Saloloang,
Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sejak fokus
di koperasi, Rusni yang telah menjadi local hero di Penajam
bertemu pihak PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur, salah satu anak usaha PT
Pertamina Hulu Indonesia (PHI) yang berada di bawah Subholding Upstream
Pertamina.
Gayung pun bersambut dengan
bergulirnya bantuan dari PHKT kepada Koperasi KIM sejak tahun 2021. Mulai dari bantuan alat
produksi seperti mesin pencacah sabut kelapa, alat pemintal tali, dan
kompresor, sampai bantuan pemasaran serta diikutkan berbagai pelatihan. “Untuk
peralatan produksi kami benar-benar didukung PHKT. Untuk pelatihan kami juga
dibawa untuk studi banding. Lalu untuk pemasaran kami juga dibantu ikut
expo-expo yang bisa membuka pasar baru,” ucap Rusni.
Dibimbing PHKT, inovasi dari
Koperasi KIM pun kian berkembang. Seperti untuk kerajinan tangan yang produknya kian beragam,
seperti dibuat menjadi sepatu, sandal, pot, hand bag, keset, sampai
matras. Tercatat, hingga saat ini ada 50 jenis kerajinan tangan yang bisa
dikreasikan oleh Koperasi KIM.
Selain dijadikan kerajinan tangan,
sabut kelapa juga diubah menjadi produk cocopeat sebagai media tanam tanaman
dan pupuk organik. Lalu dibuat menjadi cocomesh atau material berbentuk
jaring yang berguna dalam suatu proses reklamasi lahan tambang. Ada pula yang
dijadikan cocoroll sebagai penahan abrasi pantai.
Selain itu bisa dihasilkan pula
produk cocofiber yang bisa dipakai sebagai bahan pengganti busa untuk jok mobil
mewah, jok pesawat terbang, bahkan pengedap suara. Rusni bercerita, waktu di
pabrik lama yang dijalankannya dahulu, cocofiber produksi pabriknya sudah pernah
dieskpor sampai ke China. “Kalau busa itu 10 tahun sudah kempes, kalau cocofiber
ini tidak akan kempes,” ujarnya.
Bidik Pasar Ekspor
Kini, Rusni memiliki impian agar produk limbah sabut kelapa dari Koperasi KIM juga bisa melanglang buana lewat jalur ekspor, terutama untuk produk cocopeat dan cocofiber yang jadi unggulan. Diungkapkan olehnya, produksi cocopeat dari Koperasi KIM saat ini berkisar antara 300 kilogram sampai setengah ton per hari. Sementara untuk cocofiber sekitar 250 kilogram per hari. Dengan harga yang dijual Rp3.000 per kilogram, maka omset penjualan cocopeat dalam sehari bisa mencapai Rp1.500.000. Sedangkan untuk cocofiber sekitar Rp750.000 dalam sehari.
Rusni Febriyanti, Ketua Pengurus Koperasi Kriya Inovasi Mandara |
Saat ini, pasar cocopeat baru
berkutat di sekitar Kalimantan, sementara untuk cocofiber sudah merambah sampai
Surabaya, Yogyakarta, sampai Jakarta. “Arahnya untuk dua produk ini, koperasi
kami bisa mengekspornya ke luar negeri,” harap Rusni.
Dalam kesempatan yang sama, Andita Hayuning Kurnia, Community
Development Officer PHKT Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS), mengatakan bahwa dukungan kepada Koperasi KIM lewat kegiatan usaha
berbasis limbah sabut kelapa didasarkan pada social mapping yang
dilakukan PHKT di daerah sekitar operasinya.
“Kami melihat potensi sekitar di
mana Koperasi KIM ini potensi pasarnya sangat terbuka. Kami juga melihat kegiatan
yang dilakukan Koperasi KIM masih manual, terbatas, dan produknya belum
variatif. Kami pun membantu agar produknya lebih variatif serta pemasarannya
lebih luas,” papar Andita.
Dengan menyokong Koperasi KIM lewat
kegiatan pemanfaatan limbah sabut kelapa, lanjut Andita, PHKT juga turut
menjaga lingkungan hidup. “Bisa dibilang kalau limbah sabut kelapa ini tidak
dimanfaatkan biasanya hanya dibakar karena dianggap sebagai sampah biasa, padahal efek pembakaran itu emisi karbonnya cukup besar. Jadi dengan kita memanfaatkan
limbah sabut kelapa untuk dijadikan cocopeat atau cocofiber, bisa dibilang kita
juga turut mendukung upaya penurunan emisi,” paparnya.
Ke depannya, PHKT berharap Koperasi KIM terus aktif dan semakin mandiri dalam kegiatan usahanya. “Tentunya kami berharap produk sabut kelapa dari Koperasi KIM tidak hanya dikenal di lokal yang bahkan di lokal juga masih banyak yang belum tahu. Kami berharap bisa go ekspor ketika produksinya sudah siap dengan skala besar. Untuk saat ini kami sedang genjot terus produksinya,” tutup Andita. RH