Ridho Wahyudi, Manager Capital Market PT Medco Energi International Tbk.
Kabupaten Tangerang, OG Indonesia -- Tulisan "Reaching New Heights" terpampang jelas pada layar besar di booth MedcoEnergi yang turut hadir di hajatan The 47th IPA Convention and Exhibition (Convex) 2023. "Mencapai Ketinggian Baru," demikian arti sederhananya, menandakan PT Medco Energi International Tbk (MedcoEnergi) tidak semata mencari cuan dari bisnisnya, namun juga memerhatikan masalah ketahanan energi negeri serta tetap mempedulikan isu lingkungan dalam kegiatan operasinya.
Ridho Wahyudi, Manager Capital Market PT Medco Energi International Tbk, mengatakan MedcoEnergi yang didirikan oleh almarhum Arifin Panigoro telah lebih dari empat dekade berkiprah pada bisnis energi, dan kini di luar minyak dan gas bumi (migas) mulai merambah bisnis ketenagalistrikan hingga tambang. Wilayah operasinya pun kian meluas, bukan hanya eksis di Indonesia tetapi cukup dikenal pula di kawasan Asia Tenggara dan belahan dunia lainnya seperti Tanzania, Yaman, Libya, Oman, hingga Meksiko.
MedcoEnergi yang tengah membangun citranya menjadi perusahaan energi dan sumber daya alam terdepan di Asia Tenggara, dijelaskan Ridho, tetap memerhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dalam menjalankan bisnisnya. "Komitmen kami untuk ESG (Environmental, Social, Governance), kami akan terus berkomitmen dan menggunakan kapabilitas kami untuk transisi energi," kata Ridho saat memberikan pemaparan kepada awak media pada hari pertama The 47th IPA Convex 2023, Selasa (25/7/2023) yang diadakan di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka acara The 47th IPA Convex 2023 mengutip BP Statistical Review of World Energy, di mana dalam sepuluh tahun terakhir, emisi CO2 dari energi, metana dan pembakaran, cenderung meningkat dari 36,6 miliar ton CO2 pada tahun 2012 hingga mencapai rekor tertinggi 39,3 miliar ton CO2 pada tahun 2022. Emisi dari konsumsi energi tak kalah besarnya menyumbang 87 persen dari total emisi global.
"Industri minyak dan gas menghadapi tekanan yang meningkat sehingga perlu untuk mengklarifikasi keterlibatannya dalam transisi energi pada operasi dan model bisnis mereka, serta perlu menjelaskan kontribusi yang dapat mereka lakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Menteri ESDM.
Empat Strategi
MedcoEnergi sadar akan pesan tersebut. Diterangkan Ridho, walaupun tetap mengandalkan migas sebagai ujung tombak usahanya, namun sejalan dengan itu MedcoEnergi telah merumuskan sekaligus menerapkan empat strategi dalam mewujudkan bisnis migas yang mengindahkan isu keberlanjutan usaha yang selaras dengan lingkungan.
Pertama, MedcoEnergi berupaya untuk terus bertumbuh dengan cara memperpanjang usia cadangan migas dan memberi nilai tambah pada aset-aset yang sudah ada melalui langkah eksplorasi yang berisiko rendah. "Strategi kami yang kedua, MedcoEnergi menjadi agregator untuk aset-aset yang sudah mature dan berpoduksi," jelas Ridho.
Ketiga, MedcoEnergi berupaya meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi dalam kegiatan operasi migasnya, serta menumbuhkan portofolionya di bisnis gas sebagai bahan bakar yang punya peran penting di era transisi energi. "Karena gas ini transition fuel, di mana tidak serta-merta dari oil tiba-tiba ke renewable. Harus ada transisinya, nah gas ini adalah transisi energinya," urai Ridho.
Sementara untuk strategi yang keempat, Ridho menekankan pentingnya menjaga track record yang baik pada peringkat ESG perusahaan sehingga pada akhirnya berimbas positif dalam jangka yang cukup panjang kepada semua stakeholder terkait.
Pasang Target
Untuk mengejawantahkan komitmen dan strategi keberlanjutan tersebut, lanjut Ridho, MedcoEnergi telah memasang sejumlah target. Seperti pada portofolio migas, MedcoEnergi menetapkan bahwa pada tahun 2025-2030 sudah harus bisa mengurangi emisi gas rumah kaca antara 20-30 persen, serta mengurangi emisi metan 25-37 persen.
Aksi serupa juga diterapkan pada bisnis power atau ketenagalistrikan MedcoEnergi yang ingin memperbesar kapasitas terpasang dari energi terbarukan sampai mencapai 26 persen pada tahun 2025 dan bertambah lagi menjadi 30 persen pada tahun 2030.
Sedangkan pada portofolio mining, MedcoEnergi turut mendorong pemanfaatan energi hijau dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 26 MWp di wilayah operasi tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Sumbawa, NTB. Ekspansi pemanfaatan tenaga surya dan studi pengembangan energi bayu atau tenaga angin juga tengah dilakukan di sana.
Dari berbagai strategi dan langkah yang dilakukan, tak heran ESG Ratings MedcoEnergi dari tahun ke tahun terus menanjak, di mana pada akhir tahun 2018 masih pada rating B menjadi rating A pada penghujung tahun 2022 (Lihat Bagan).
Lalu untuk Sustainalytics Risk yang mengukur risiko ESG, diungkapkan Ridho bahwa MedcoEnergi telah berhasil menurunkan risikonya dari level 49,9 pada tahun 2019 menjadi 36,7 pada tahun 2022. "Semakin kecil angkanya, semakin baik," ujar Ridho. Posisi MedcoEnergi terkait hal ini pun cukup baik di dunia, berada pada peringkat 69 dari 292 perusahaan pada kategori produsen migas.
Kemudian MedcoEnergi juga secara sukarela menjadi member dari Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD) yang berupaya agar investor mendapat informasi lebih baik tentang risiko terkait iklim suatu perusahaan. Ridho mengatakan, perusahaannya mendapatkan skor B dari TCFD atau berada di atas rata-rata perusahaan industri migas dan ekstraktif, perusahaan di kawasan Asia, serta rata-rata global yang skornya kebanyakan masih C.
Ridho meyakinkan, MedcoEnergi juga turut berkontribusi dalam menjaga ketahanan energi bangsa seiring berlanjutnya proyek-proyek utama, mulai dari lapangan Forel dan Bronang di PSC South Natuna Sea Block B, lapangan Suban di PSC Corridor sampai pengembangan fase 2 PSC Senoro-Toili. "Kami juga berharap bisa menambah umur cadangan kami, baik itu yang berasal dari Corridor, Natuna, Senoro, dan Tanzania yang merupakan new reserves," pungkasnya. RH