Ibnu Rusyd Elwahby, Direktur Utama PT Intan Sarana Teknik (kedua dari kiri) mendapatkan dukungan dari ILUNI UI dalam menghadapi kasus hukum dirinya dengan Adaro.
Jakarta, OG Indonesia -- Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) kompak memberikan dukungan kepada salah satu alumni UI yaitu Ibnu Rusyd Elwahby sebagai pencetus teknologi Geotube Dewatering (GD) yang kini harus menghadapi kasus hukum. Oleh PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Ibnu Rusyd dituding melakukan tindak penipuan.
ILUNI UI menegaskan bahwa kisruh kontrak kerja yang dijalin antara Ibnu Rusyd sebagai bos PT Intan Sarana Teknik (IST) dengan Adaro yang terjadi sejak tahun 2016, seharusnya masuk ke dalam ranah perdata saja dan bukan pidana. Karena itu ILUNI UI mempertanyakan pihak Adaro yang justru mempidanakan Ibnu Rusyd dengan tuduhan melakukan penipuan kontrak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kasus ini secara esensi sudah jelas bukan pidana tapi perdata, ada kontrak, ada penawaran dan ada pembayaran, bahkan ada penghargaan dari pemerintah kepada Adaro saat menggunakan teknologi yang dimiliki Ibnu Rusyd Elwahby. Jadi jelas ini adalah perkara perdata," kata Ahmad Fitrianto, Sekjen ILUNI UI, dalam konferensi pers di Kampus UI Salemba, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Diketahui, Ibnu Rusyd Elwahby lewat perusahaannya IST sempat menjalin kerja sama dengan Adaro terkait pengelolaan limbah tambang Adaro dengan menggunakan teknologi GD. Adaro menyetujui implementasi teknologi GD yang ramah lingkungan dan mengutamakan keselamatan kerja kepada IST melalui tahap trial dengan POC (proof of concept) di tahun 2014 dan pilot project pada 2015. IST berhasil menyelesaikan kedua proses trial ini sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditentukan Adaro. Dengan hasil pengujian ini IST berhasil memperoleh kontrak pengelolaan limbah tambang Adaro untuk periode 2016 hingga 2020.Dalam perjalanan kerja sama ini, Adaro mendapat banyak manfaat lantaran mampu melakukan efisiensi lahan karena lumpur bekas tambang mereka mampu diolah oleh IST.
Namun sayangnya setelah kontrak selesai pada tahun 2020, belakangan Adaro justru melakukan tindakan sewenang-wenang dan mengkriminalisasi IST, terutama kepada Dirutnya, yakni Ibnu Rusyd Elwahby, yang digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pertengahan 2021. Namun begitu, Hakim memutuskan Ibnu bebas murni akan tetapi perkara itu berlanjut di tingkat kasasi Mahkamah Agung yang diputuskan Ibnu Rusyd bersalah dengan hukuman pidana maksimal 13 tahun penjara atas dakwaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang.
Akibat gugatan itu Ibnu Rusyd dipenjarakan dan nasib perusahaannya ambruk. Parahnya, Adaro tidak membayar sisa tagihan yang seharusnya masuk dalam rekening IST. Mirisnya lagi, Adaro hingga kini masih menggunakan teknologi GD tersebut dalam proses bisnisnya.
Disampaikan Ahmad Fitrianto, ILUNI UI sendiri mencatat beberapa poin yang perlu disampaikan ke publik. Harapannya, ini bisa menjadi pengingat bagi pihak-pihak terkait, dan sekaligus wake-up call kepada seluruh pemegang kepentingan untuk menjaga dalam proses penegakan hukum yang sering rentan untuk dibelokkan dari relnya.
Pertama, ILUNI UI sangat mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah membebaskan Saudara Ibnu Rusyd Elwahby dari seluruh dakwaan dan tuntutan yang dianggap tidak terbukti karena perbuatannya bukan tindak pidana. Sebaliknya, mereka menentang pemaksaan instrumen pidana dalam kasus murni perdata sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum yang tidak boleh terjadi.
“Putusan Kasasi dalam perkara Ibnu Rusyd bertentangan dengan upaya Mahkamah Agung dengan banyaknya putusan Mahkamah Agung terdahulu yang secara konsisten berpendapat bahwa perkara dengan muatan perdata seharusnya tidak dapat dijatuhi pidana,” ujar Ahmad.
Kedua, ILUNI UI menyatakan penerapan pasal pidana pencucian uang bagi perkara dengan konteks keperdataan yang sangat kental, tidaklah sesuai dengan tujuan pembentukan undang-undang itu sendiri. Instrumen pidana pencucian uang seyogyanya diberlakukan bagi kejahatan yang merugikan banyak orang, dengan akibat yang berdampak luas terhadap sistem keuangan dan perekonomian negara.
Sementara kasus ini hanya melibatkan antar-korporasi dan beberapa individu di dalamnya, yang sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan negara dan menimbulkan kerugian masyarakat, bahkan tidak terbukti tuduhan penipuan sebagai pidana asalnya (predicate crime).
“Oleh karena itu, ILUNI UI mempertanyakan logika dan alasan hukum putusan Kasasi yang menghukum Saudara Ibnu Rusyd dengan pasal pidana pencucian uang dengan hukuman penjara maksimal 13 tahun. Bila pandangan tersebut dibenarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi dunia usaha dan investasi, karena siapa pun pelaku usahanya, sewaktu-waktu dapat diancam dengan tindak pidana yang sama,” ungkap Ahmad.
Ketiga, ILUNI UI sangat mengapresiasi upaya Mahkamah Agung dalam mempercepat penanganan perkara dengan menerbitkan kebijakan insentif bagi penyelesaian kasus yang tepat waktu yang sesuai dengan tingkat urgensi perkara. Dalam kasus ini, kasasi diputus dalam waktu yang cepat, yaitu dalam waktu 19 hari. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak Hakim Agung yang menghadapi tumpukan perkara hingga menyebabkan lamanya putusan.
“Kami mempertanyakan bagaimana Majelis Hakim Kasasi mampu mempelajari berkas perkara ini namun dengan putusan yang sangat bertolak belakang dalam waktu yang begitu cepatnya dibandingkan dengan kasus-kasus lain pada umumnya. Padahal perkara Saudara Ibnu bukan perkara prioritas yang musti diputus cepat,” tegasnya.
Sementara itu Ibnu Rusyd menyatakan bahwa dirinya sudah ditahan hingga 10 bulan dan berdasarkan putusan MA, dia dikenakan kewajiban membayar denda Rp5 miliar serta penjara 12 tahun. Atas putusan ini, Ibnu Rusyd menyatakan akan melakukan perlawanan terhadap Adaro atas arogansi yang diterimanya selama ini.
"Saya tidak tahu apa kesalahan saya dan kenapa dikriminalisasi padahal apa yang kami kerjakan itu berdampak positif bagi Adaro," ucap Ibnu Rusyd. RH