Dua Masalah Membayangi Pengelolaan Sampah untuk PLTU antara PLN dan Pemprov DKI Jakarta


Jakarta, OG Indonesia --
 
Setelah sukses kerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, kini Perusahaan Listrik Negara (Persero) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI mengelola sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

BBJP adalah pengolahan sampah melalui proses treatment pencacahan sehingga menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang digunakan sebagai pengganti (co-firing) sebagian batu bara di PLTU, yang merupakan energi baru terbarukan (EBT).

"Kerja sama ini sesungguhnya memberikan mutual benefit bagi Pemerintah DKI dan PLN. Bagi Pemerintah DKI, kerja sama ini akan mengatasi permasalahan sampah DKI, yang menghasilkan sampah lebih 7.500 ton per hari. Sedangkan bagi PLN, kerja sama ini akan memberikan kepastian pasokan 1.000 ton BBJP dengan mengolah 3.000 ton sampah per hari menjadi biomassa untuk co-firing di PLTU," ucap Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, Senin (12/6/2023).

Namun menurut Fahmy, kerja sama ini tidak akan bisa direalisasikan selama masalah terkait tipping fee dan harga jual listrik belum disepakati. Tipping fee adalah biaya yang dibayarkan untuk pemilahan sampah sebelum diolah menjadi BBJP berdasarkan jumlah sampah yang digunakan. Sedangkan, harga jual listrik adalah harga listrik yang dijual kepada PLN  Berdasarkan  Perpres 35/2018, tipping fee ditetapkan paling tinggi sebesar Rp500.000 per ton sampah dan harga jual listrik ditetapkan sebesar US$13,35 cent per kWh. 

"Dengan memasukkan perhitungan tipping fee, harga jual listrik sebesar US$13,35 cent per kWh itu sebenarnya masih di bawah harga keekonomian. Kalau PLN harus menaikkan harga listrik sesuai harga keekonomian, dampaknya akan memberatkan bagi PLN yang ujung-ujungnya akan dibebankan pada konsumen listrik. Solusinya, Pemerintah DKI harus bersedia membayar tipping fee yang dianggarkan dari APBD tahun berjalan," urai Fahmy.

Fahmy menegaskan, sudah seharusnya tipping fee dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta lantaran pengelolaan sampah sesungguhnya merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, bukan kewajiban PLN, untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat di DKI Jakarta. Sedangkan PLN berkewajiban membeli listrik yang dihasilkan dengan harga ditetapkan dalam Perpres 35/2018. 

"Keberhasilan kerja sama antara Pemerintah DKI dan PLN ini akan dapat diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya untuk mengolah sampah, tetapi juga untuk menghasilkan listrik EBT yang ramah lingkungan," tutupnya. RH


Dua Masalah Membayangi Pengelolaan Sampah untuk PLTU antara PLN dan Pemprov DKI Jakarta Dua Masalah Membayangi Pengelolaan Sampah untuk PLTU antara PLN dan Pemprov DKI Jakarta Reviewed by Ridwan Harahap on Senin, Juni 12, 2023 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.