Jakarta, OG Indonesia -- Di tengah upaya pemerintah menggenjot produksi migas, menyeruak kekhawatiran akan dampaknya terhadap pemanasan global. Teknologi penangkap emisi karbon hasil produksi energi, Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), digadang sebagai salah satu solusinya. International Energy Agency memperkirakan potensi teknologi CCUS di Indonesia mampu menangkap CO2 sebesar 6 juta ton pada tahun 2035.
Disamping CCUS, pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana, menjelaskan bahwa di tahun 2023 terjadi peningkatan kapasitas EBT di Indonesia. Terdapat sekitar 3.700 GW peluang EBT, dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 3.000 GW.
Senior Vice President of Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, mengatakan Pertamina aktif mengembangkan teknologi CCUS dan EBT. Kemutakhiran teknologi CCUS sangat membantu dalam produksi migas sekaligus mengurangi emisi karbon.
“Pertamina berupaya menciptakan teknologi yang meminimalisir penghasil karbon. Selain mengurangi emisi karbon, CCUS kini digunakan untuk menangkap dan mengubah karbon menjadi energi,” ujar Oki dalam gelaran General Lecture bertema ‘Innovating Energi Solutions for A Net-Zero Future' yang diselenggarakan Universitas Pertamina (UPER) bekerja sama dengan ExxonMobil dan Pertamina pada 2 Februari 2023 silam.
Kuliah umum ini bertujuan meluaskan wawasan mahasiswa terhadap EBT. Sehingga dapat mendukung penyiapan mereka sebagai calon pelaku industri energi masa depan yang sadar EBT.
UPER secara aktif telah terlibat untuk menekan laju emisi karbon. Selain menyiapkan mahasiswa mengelola EBT melalui mata kuliah Pembangunan Berkelanjutan, UPER juga memiliki Center of Excellence (CoE) di bidang EBT hingga eskalasi teknologi CCUS.
“Berkolaborasi dengan Pertamina Foundation, UPER juga berperan aktif dalam proyek Blue Carbon dan membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya EBT,” ujar Rudy Sayoga Gautama, pakar migas sekaligus Dekan Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi (FTEP) Universitas Pertamina.
Turut berbicara di acara tersebut, Vice President Low Carbon Solutions Technology, ExxonMobil Technology and Engineering Company, Prasanna V. Joshi. Ia memaparkan upaya ExxonMobil mengembangkan dua teknologi penangkap emisi karbon yaitu CCUS dan Direct Air Capture (DAC).
“CCUS menggunakan teknologi fuel cell stack, yaitu perangkat penghasil listrik melalui proses reaksi elektrokimia dengan kombinasi hidrogen dan oksigen. CO2 yang dihasilkan dari industri, listrik, dan udara diproses melalui fuel cell process, kemudian hasilnya disimpan pada perangkat tertentu maupun diinjeksi ke bumi. Sedangkan DAC adalah teknologi yang digunakan untuk menghisap CO2 langsung di atmosfer,” jelas Prasanna.
ExxonMobil juga tengah mengembangkan energi terbarukan biofuel. Biofuel merupakan bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Pengembangan biofuel tersebut bertujuan untuk bahan bakar transportasi yang rendah emisi karbon.
Di akhir penjelasannya, Prasanna menyampaikan upaya mengurangi emisi karbon. “Riset dan pengembangan berkelanjutan serta menjalin kerja sama dengan berbagai stakeholders menjadi kunci dalam mewujudkan teknologi rendah emisi,” tutup Prasanna. RH