Jakarta, OG Indonesia -- Pemerintah diminta memberi perhatian khusus terhadap "kelebihan produksi” listrik yang ada saat ini dengan kebijakan yang mampu membuat PLN tidak menanggung beban akibat over supply tersebut.
"PLN perlu di-support agar tidak bertambah bebannya, khususnya akibat sistem TOP (Take Or Pay) terkait dengan Pembangkit Listrik yang dibangun pihak swasta (IPP)," kata Sofyano Zakaria, pengamat energi yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Rabu (8/2/2023).
Adanya wacana power wheeling atau pemanfaatan jaringan listrik bersama milik PLN yang “diperbolehkan” dipergunakan pembangkit swasta, yang pada dasarnya adalah “proyek” pihak swasta, menurut Sofyano bisa membuat PLN menanggung beban tambahan yang pada akhirnya akan membuat beban yang harus ditanggung PLN semakin berat.
"PLN adalah BUMN strategis yang keberadaan dan perannya sangat berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, jadi harus dihindarkan dari incaran 'pemburu rente' yang hanya berpikir memanfaatkan bisnis listrik untuk mengejar keuntungan materi semata," tegasnya.
Selain isu power wheeling, Sofyano mengingatkan agar pemerintah juga bijak terhadap PLTS atap yang sedang gencar disuarakan. Sebab pengembangan PLTS atap juga akan berdampak terhadap PLN yang sudah terbebankan dengan kelebihan daya yang ditanggungnya.
"Baik power wheeling maupun PLTS Atap , terkesan hanya untuk merebut 'pasar listrik' yang ada yang pada dasarnya merupakan pasarnya PLN," ungkap Sofyano.
Power wheeling maupun PLTS atap dinilai Sofyano tidak akan signifikan menimbulkan pasar yang baru. Karena itu, jika hal semacam ini tidak diperhatikan Pemerintah maka beban yang dipikul PLN dipastikan akan berdampak pula ke konsumennya yakni masyarakat negeri ini. "Sehingga harus dipertimbangkan secara bijak oleh Pemerintah dan pihak pihak terkait," tuturnya.
Dia pun mengingatkan bahwa PLN adalah BUMN Strategis yang keberadaan dan perannya sangat berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sehingga harus dihindarkan dari incaran pemburu rente yang hanya berpikir memanfaatkan listrik sebagai bisnis semata demi mengejar keuntungan materi semata.
Dirut PLN, Darmawan Prasodjo pada RDP dengan Komisi VII DPR pada hari ini mengatakan, dampak pandemi Covid-19 selama tiga tahun terakhir telah berdampak pada kondisi kelistrikan negara ini, di mana pasokan listrik di Tanah Air menjadi berlebih alias over supply.
"Mulai 2020 terdapat peningkatan kelebihan daya atau over supply kapasitas pembangkit listrik karena adanya penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19," ucap Darmawan.
Sistem kelistrikan Jawa-Bali sendiri hingga 2019 masih dalam batas ideal. Adapun reserve margin alias cadangan daya di tahun 2019 tercatat 32%. Sementara reserve margin di 2020 tercatat 39,9%, lalu pada 2021 turun menjadi 37% dan tahun 2022 diperkirakan naik lagi menjadi sebesar 56%.
"Untuk sistem Jawa Bali hingga 2019 balance antar pasokan dan demand sangat dalam kondisi ideal. Mulai 2020 ada Covid, demand menurun drastis," bener Darmawan.
Di tengah kondisi over supply tersebut, Darmawan menyampaikan bahwa PLN juga masih dihadapkan dengan mulai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara dari program 35.000 Mega Watt (MW). RH