Jakarta, OG Indonesia -- Dilansir dari The Strait Times, Kamis (16/2/23), salah satu bank terbesar di Singapura, OCBC, menyatakan juga tidak akan terlibat dalam proyek smelter aluminium Adaro Minerals (ADMR). Sebelumnya, DBS dan Standard Chartered telah menyatakan tidak akan terlibat dalam proyek smelter aluminium Adaro di Kalimantan Utara.
Penolakan pendanaan dari bank-bank tersebut dikarenakan pembangunan smelter aluminium juga akan disertai dengan pembangunan PLTU batu bara baru, seperti yang disampaikan pada presentasi Adaro.
Ketiga bank tersebut memiliki kebijakan iklim yang melarang mereka untuk memberi pinjaman ke PLTU batu bara baru.
“Konsensus iklim sudah jelas bahwa bisnis batu bara yang merusak ini harus ditinggalkan segera. Bank-bank menolak membiayai smelter Adaro karena terkait dengan pembangunan PLTU batu bara baru, institusi keuangan sudah menyampaikan pesan yang sangat jelas,” Kata Nabilla Gunawan, Campaigner Indonesia di Market Forces, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendanaan dan iklim, Jumat (17/2/2023).
Namun, salah satu bank Singapura, UOB, masih terlibat dalam pendanaan ke grup perusahaan Adaro. Tahun lalu, UOB terlibat dalam pinjaman sindikasi ke anak usaha Adaro Energy Indonesia, Saptaindra Sejati, sebesar US$350 juta. Keputusan UOB tersebut mempertanyakan komitmen iklim UOB untuk tidak membiayai pembangunan PLTU batu bara baru.
Kompetitor UOB, seperti DBS dan OCBC tidak mengambil bagian untuk melanjutkan pendanaan sindikasi ke Saptaindra Sejati. DBS tahun lalu mengatakan bahwa bank tersebut mengurangi eksposur mereka terhadap Adaro karena kebijakan iklim.
Meskipun pinjaman tersebut diperuntukkan ke anak usaha Adaro, beberapa aktivis iklim dan keuangan khawatir bahwa porsi dari pinjaman tersebut dapat dialihkan untuk mendukung PLTU batu bara baru.
“Dana pinjaman yang diberikan oleh UOB dapat dialihkan ke perusahaan induk maupun anak perusahaan Adaro. Pinjaman ini akan melonggarkan kapital yang dapat digunakan oleh Adaro untuk membangun PLTU batu bara baru yang sangat besar untuk smelter di Kaltara,” tambah Nabilla.
Pembakaran batu bara merupakan sumber emisi terbesar secara global. Polusi dari PLTU batu bara juga merupakan sumber polusi utama dan terbesar. Secara global, institusi keuangan ditekan oleh investor, kelompok aktivis lingkungan dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakhiri pendanaan ke sektor tersebut.
“Mengingat Indonesia mempunyai banyak potensi energi terbarukan, negara ini perlu transisi ke energi bersih, bukan energi kotor yang dari penambangannya merusak lingkungan hingga polusinya menyebabkan masalah pernapasan. Polusi PLTU batu bara dapat memangkas life expectancy, batu bara jelas membunuh kita secara perlahan. Indonesia butuh sumber energi yang dapat meminimalisir kerusakan lingkungan," tegas Azka Wafi, Koordinator Enter Nusantara, organisasi yang bergerak di bidang energi bersih dan adil. R2