Surabaya, OG Indonesia -- Sidang kasus penggelapan bahan bakar minyak (BBM) kapal PT Meratus Line kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa (31/1/2023). Dalam lanjutan sidang tersebut, Saksi Freddy Soenjoyo, Komisaris Utama dan pemegang saham PT Bahana Line, tidak habis pikir kenapa dijadikan sebagai Saksi oleh penuntut umum (JPU) yang ternyata itu atas permintaan keterangan pelapor Dirut PT Meratus Slamet Rahardjo.
Padahal, semua peristiwa penggelapan BBM yang melibatkan oknum karyawan PT Bahana Line dan karyawan PT Meratus Line tidak diketahuinya. “Saya heran kenapa sengaja dijadikan saksi yang ternyata hanya untuk agenda menyenangkan seseorang. Padahal saya sebagai Komisaris Utama tidak tahu urusan teknis operasional,” kata Freddy Soenjoyo.
Adanya Komisaris Utama Bahana Line yang dijadikan Saksi pada kasus ini, dinilai oleh pengunjung sidang sebagai hal yang aneh yang terkesan bisa menimbulkan image yang tidak baik terhadap keberadaan komisaris utama sebuah perusahaan yang tidak ikut dalam operasional perusahaan.
Sementara itu, Gede Pasek Suardika (GPS), pengacara karyawan PT Bahana Line yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut memprotes dan mengingatkan upaya JPU yang membuka data intelejen PPATK ke publik, karena hal itu dilarang dan dianggap bisa sebagai perbuatan pidana.
“Saya ingatkan di forum sidang ini sesuai Pasal 11 ayat 2 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang laporan PPATK adalah bersifat Inteligential Financial Unit (IFU) dan yang membuka terancam hukuman 4 tahun penjara termasuk juga bagi penyidik, penuntut umum, hakim maupun siapapun orang yang mendapatkannya,” kata GPS.
Di luar persidangan, GPS menjelaskan agar proses hukum ini berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Dokumen PPATK itu, sifatnya confidential dengan ancaman pidana karena itu semua harus diujikan di penyelidikan dan penyidikan dengan alat bukti sesuai KUHAP.
“Jangan buat framing tanpa check and crosscheck karena angka berapapun transaksinya harus dikonfirmasi dulu dengan nama yang disebut. Bukan begitu saja data mentah lalu dibawa ke pengadilan. Kacau sistem hukum kita nanti dan ini melompati kewenangan PPATK,” kata mantan ketua Komisi 3 DPR RI tersebut.
Menurutnya, dokumen PPATK itu sifatnya IFU sehingga dipakai pengembangan di penyelidikan dan penyidikan, bukan untuk dibocorkan di persidangan.
“Kami mengingatkan kalau tanpa ijin PPATK itu bisa terancam 4 tahun termasuk penegak hukum yang teledor tersebut. Itu kan bukan bukti tetapi untuk membantu penegak hukum mencari alat bukti yang sesuai dengan KUHAP. Sama dengan dokumen BIN itu untuk info awal yang harus diolah lagi untuk bisa menjadi bukti hukum. Penegak hukum harus taat azas. Saya hanya mengingatkan," bebernya.
Dia melanjutkan, perkara penggelapan BBM ini makin terang di mana permainan kotor tersebut terjadi antar oknum karyawan Meratus dengan Bahana saja. Sehingga tidak ada kaitan dengan Manajemen Bahana. Terungkap juga jika pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang.
“Apa yang terungkap dalam fakta persidangan selama ini, jauh berbeda. Pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang. Ini fakta yang terjadi saat ini.” pungkasnya.
Dalam persidangan, usai mendapatkan protes dan diingatkan dasar hukumnya, upaya JPU pun langsung diurungkan oleh pihak JPU sendiri. Ketua Majelis Hakim Sutrisno juga menyatakan tidak selalu surat dinilai sebagai alat bukti karena nanti akan dinilai sesuai dengan aturan yang berlaku maupun keyakinan hakim.
Sebelumnya, JPU perkara 17 terdakwa penggelapan bahan bakar minyak (BBM) membatalkan membuka data intelejen dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Padahal, data yang hendak dibuka JPU yang diklaimnya sebagai aliran dana mencurigakan yang bernilai miliaran rupiah.
Upaya membacakan hasil laporan PPATK ini dilakukan oleh JPU Estik Dilla dan jaksa Uwais Deffa, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (30/1/2023). Kedua jaksa tersebut awalnya menanyakan pada saksi Freddy Soenjoyo, yang menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Bahana Line, tentang pengetahuannya atas transaksi keuangan yang dilakukan oleh direktur Bahana Line berinisial HS dan RT. ”Transaksi tersebut patut diduga hasil penjualan BBM dari Meratus,” ujar jaksa Uwais membacakan berkas laporan PPATK.
Dalam sidang sebelumnya, 1 saksi dari PT Meratus Line mengungkap fakta bahwa selama ini tidak pernah ada masalah kerja sama antara PT Meratus Line dengan PT Bahana Line soal suplai BBM. Saksi bernama Basuki yang menjabat sebagai Manajer Bunker and Networking dan sudah bekerja sejak tahun 2003 justru menjelaskan, jika suplai BBM ke bunker selama ini aman dan sudah sesuai standar operasional prosedur atau SOP. Demikian katanya, saat memberikan keterangan bersama 6 saksi lain yang berasal dari karyawan PT Meratus.
“Saya (pengecekan) berdasarkan dokumen sudah sesuai, ada supply report, data dari flowmeter, research for bunker dan tagihan dari vendor, sudah sesuai, maka saya menyimpulkan ya sudah sesuai,” ujarnya, Kamis (26/1/2023) malam di Pengadilan Negeri Surabaya.
Pengecekan data tidak hanya dilakukan oleh dirinya. Namun, bagian purchasing dan finance atau keuangan juga turut melakukan prosedur pengecekan. Apabila tiga bagian ini sudah melakukan pengecekan dan menganggap data sudah sesuai dan benar, maka proses pendistribusian BBM yang terjadi dianggap sudah benar. Artinya, jika data sudah sesuai, maka (proses) yang terjadi sudah dianggap benar.
Saat dikonfirmasi apakah pernah mendapati adanya kejanggalan dalam pendistribusian BBM selama ini? Basuki memastikan, selama dirinya bertugas, tidak pernah menemukan kejanggalan yang dimaksud oleh jaksa. "Sampai Januari 2022 saya tidak mendapati adanya kejanggalan itu. Hingga akhirnya dihubungi oleh atasan untuk mengumpulkan seluruh kru bunker," ucapnya.
"Dihubungi oleh pimpinan (pak Osama), diminta kumpulkan tim bunker untuk briefing. Dikumpulkan di satu ruangan dan tidak boleh komunikasi satu sama lain. Duduk pun diberi jarak, kemudian dipisahkan ke ruangan masing-masing. Saya tahu mereka adalah auditor, ditanya jobdesk, dan ditanya apakah tahu ada penyelewengan BBM? Yang saya sampaikan saat itu saya tidak tahu ada penyelewengan. Selama saya di posisi ini saya tidak pernah tahu ada penyelewengan," paparnya.
Dia juga menuturkan bahwa dalam bunker supply report (BSR), data yang tersampaikan sudah cukup lengkap dan rinci. Mulai dari kondisi tanki kapal sebelum dan sesudah suplai BBM, hingga jumlah BBM yang masih ada, di mana dalam BSR akan tertulis berapa BBM yang tersisa itu.
Proses pengukuran jumlah BBM yang selama ini dilakukan menurutnya juga sudah cukup hati-hati dan teliti. Dicontohkan, selama ini telah melakukan pengukuran jumlah BBM tidak hanya menggunakan flowmeter saja. Namun juga menggunakan alat bernama massflowmeter. "Kalau gunakan flowmeter yang biasa yang volume, jika ada yang kecampur udara akan terbaca full, tapi kalau massflowmeter itu kita ngukurnya tetap dengan berat (massa)," terangnya.
Ditanya jaksa apakah dapat terjadi kemungkinan error pada alat tersebut, Basuki menjawab tidak. Sebab, alat tersebut selalu dikalibrasi setiap tahun. Ia juga menjamin alat tersebut akan selalu tepat pengukurannya.
Selain yakin pada kemampuan alat, dia juga yakin pada kebenaran data yang muncul pada BSR. Sebab, dari BSR itu akan dapat muncul laporan secara detail mengenai berapa jumlah BBM sebelum dan sesudah terisi, maupun berapa jumlah sisa BBM yang ada. Usai tercatat di BSR, biasanya kru bunker juga akan melakukan sonding atau pengukuran secara manual BBM yang ada dalam tangki jika kapal sudah dalam keadaan dinamis atau stabil.
“BSR harus ditulis berapa yang tersisa disitu. Tidak ada selisih antara yang aktual. Sebab kondisi di kapal itu kan dinamis tidak seperti di darat. Jadi yang tercatat (jumlah BBM) di situ bisa menjadi lebih, kondisi ini. Dilakukan sonding ulang jika kondisi kapal sudah stabil,” jelasnya.
Dengan posisi seperti ini, menurutnya maka dipastikan kecil kemungkinan terjadi penyelewengan. Sebab, jika terjadi selisih atau ketidak samaan data, maka BSR tidak akan ditandatangani. Namun, sepengetahuannya, selama ini kedua belah pihak, baik dari sisi Bahana maupun Meratus telah sama-sama menandatangani BSR. “Kita ngecek berdasarkan dokumen, apakah sudah sesuai, jika data sudah sesuai maka kita anggap benar,” ujar Basuki.
Dalam sidang terpisah, 6 orang saksi dari PT Bahana Line, yakni Alma, M Roso, Eko Suwarto, Bambang, Fuad Fauzi, dan Zainal, diketahui memberikan keterangan sesuai dengan pekerjaannya. Mereka mengaku bekerja di PT Bahana Line sebagai Operasional On Board (OOB).
"Dalam perkara ini, salah satu job description kami adalah melakukan pengawasan, mentransfer, dan membuat dokumen seluruh proses distribusi BBM dari Kapal Bahana ke Kapal Meratus," kata Saksi Alma.
Selama pekerjaan itu berlangsung, diungkapkan Alma, banyak SOP yang harus dilalui. Misalnya melakukan sonding beberapa kali, memeriksa kualitas BBM, memeriksa pemasangan selang, dan memeriksa apakah jumlah volume sudah sesuai dengan PO (purchasing order) atau tidak. “Saya rasa tidak ada masalah, kalau ada masalah pihak customer tidak mau tanda tangan dari pihak Meratusnya,” kata saksi Alma dan dibenarkan oleh 5 saksi lainnya.
Ditanya jaksa apakah ada potensi kendala seperti kebocoran dan lain sebagainya yang dapat berakibat terjadinya selisih volume BBM yang didistribusikan, semua saksi menjawab, potensi kebocoran bisa terjadi pada selang. Namun, kebocoran itu disebut berjumlah sangat kecil dan biasanya akan dapat diatasi dengan cepat.
“Kalau ada kendala sambungan selang rembes, biasanya akan dapat diperbaiki dengan cepat. Jadi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Karena bocornya tidak sampai 1 liter,” ujar Alma, kembali diamini saksi lainnya.
Selama ini kedua belah pihak memiliki alat ukur masing-masing. Alat ukur itu pun, diakui saling tersambung satu sama lain. Sehingga, kedua belah pihak bisa saling mengawasi. “Dari kapal kita (Bahana) masuk ke massflowmeter, dari Meratus punya massflowmeter sendiri, langsung masuk kapal Meratus," ujarnya.
Dia melanjutkan, kebocoran yang selama ini terjadi dipastikannya tidak akan mempengaruhi volume dari BBM. Sebab, dalam recieve for bunker (RFB), terdapat tanda terima yang ditanda tangani kedua belah pihak. “Kebocoran tidak mempengaruhi volume. Recieve for bunker adalah tanda terima muatan minyak dari Bahana ke Meratus. Sebelumnya kita cek volumenya apa benar sesuai PO (purchasing order), kalau sesuai ada ditanda tangani dari Meratus," ucapnya.
Para saksi juga mengaku selama ini tidak pernah menemui kendala yang dimaksud. Sebab, semua mekanisme yang dilakukan oleh kru sudah sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan perusahaan. “Betul tidak pernah, semua mekanisme sudah sesuai prosedur," katanya.
Dia juga memastikan, semua alat dari Bahana Line yang digunakan, selalu dikalibrasi ulang setiap tahunnya. Sehingga, akurasi peralatan tersebut dipastikan akurat. “Sejak 2012 tidak pernah ada kendala teknis. Kalau di Bahana flowmeter per tahun selalu dikalibrasi sehingga tidak pernah ditemukan kendala. Kendala selang rembes atau rusak biasanya langsung kita ganti," katanya. “Kita ngecek berdasarkan dokumen, apakah sudah sesuai, jika data sudah sesuai maka kita anggap benar,” imbuhnya.