Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi (tengah) saat memberikan keterangan media di Jakarta, Kamis (26/1/2023). |
Jakarta, OG Indonesia -- Sengketa yang terjadi dalam kegiatan pengembangan usaha panas bumi berpotensi mengganggu iklim investasi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Apalagi jika oknum aparat penegak hukum turut terlibat mengintervensi sengketa yang terjadi antar perusahaan tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan oleh PT Bumigas Energi (PT BGE) lewat kuasa hukumnya Khresna Guntarto kepada awak media di Jakarta, Kamis (26/1/2023) menyikapi adanya dugaan intervensi aparat penegak hukum dalam sengketa antara PT BGE dengan PT Geo Dipa Energi (Persero) (PT GDE) sehingga menghambat pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha.
Khresna mengungkapkan perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, yang diduga kuat diperintahkan mantan Pimpinan KPK Periode 2015-2019, dalam menerbitkan Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) Nomor B/ 6004/ LIT. 04/ 10 - 15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017 kepada PT Geo Dipa Energi (Persero), yang dinilai melanggar Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Menurut kami, surat KPK ini membuat ketidakpastian hukum yang mana hal itu bertentangan dengan Nawacita Presiden Joko Widodo yang selalu mengagung-agungkan supremasi hukum di atas segalanya, bahwa hukum itu harus pasti," ucap Khresna.
Diterangkan olehnya, surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan Bumigas dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke-2 (dua) kalinya. Padahal, Bumigas dengan Geo Dipa telah selesai bersengketa di BANI ke-1 dan memiliki kekuatan hukum tetap dengan putusan menghidupkan kembali kontrak kerja sama.
Melalui Surat KPK tersebut, kata Khresna, Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT Bumigas Energi tidak pernah membuka rekening pada tahun 2005 di HSBC Hong Kong sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya Bumigas dikalahkan oleh Majelis Arbitrase BANI ke-2 dengan pertimbangan Surat KPK tersebut.
"Ketika kita sudah memenangi PK di atas PK terkait BANI di tahap pertama, kemudian digugat lagi dengan bantuan surat dan informasi hoax semacam ini, artinya hukum jadi tidak pasti dan tentu saja akan mengganggu iklim investasi," tegas Khresna.
Dilanjutkaan olehnya, perbuatan Pahala menerbitkan surat untuk Geo Dipa tersebut seakan terdapat permintaan informasi perbankan kepada HSBC Indonesia dari Penyidik KPK yang selanjutnya wajib diungkap serta merta oleh lembaga perbankan sehubungan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang telah menetapkan tersangka.
Menurut Kreshna, adanya intervensi dari oknum pimpinan KPK tersebut menganggu iklim investasi panas bumi. Di mana jika tidak ada intervensi, Bumigas mengklaim sesuai dengan kontrak yang ada sebelumnya seharusnya Bumigas sudah menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha.
PT GDE melibatkan PT BGE sebagai kontraktor untuk membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3, serta PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3. Dalam perjalanannya, PT BGE dinilai tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil, PT GDE mengajukan gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak.
Pasal 55.1 Perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development No. KTR 001/GDE/II/2005 antara PT GDE dengan PT BGE pada tanggal 1 Februari 2005 (“Perjanjian KTR 001/2005”), PT BGE diminta melakukan penyediaan dana berupa first drawdown. Oleh sebab itu, PT BGE berdasarkan Surat PT BGE No. 089/2005 pada tanggal 29 April 2005 telah memberikan atau menyerahkan kepada PT GDE selaku Pemberi Proyek berupa bukti drawdown, yang merupakan bukti pencairan dana ke rekening milik PT BGE selaku investor, kontraktor dan developer dalam Perjanjian KTR.001 di Bank HSBC (Hong Kong). First drawdown memiliki jumlah HKD40.000.000 (empat puluh juta Dollar Hong Kong) yang pada saat itu setara dengan US$5.165.000 (lima juta seratus enam puluh lima ribu Dollar Amerika Serikat).
PT GDE sendiri sudah mengakui keberadaan ketersediaan dana first drawdown dari PT BGE tersebut berdasarkan Letter Number: 058/PRESDIR-GDE/V/2005 dated Bandung, 9 May 2005, subject: “First drawdown Dieng 2,3 & Patuha 1, 2, 3 Geothermal Power Project”, from PT Geo Dipa Energi signed by ET. Samsudin Warsa as President Director, to PT Bumigas Energi. Namun demikian, Geo Dipa saat ini tidak mengakui dan mengesampingkan keberadaan first drawdown ke rekening Bumigas di Bank HSBC (Hong Kong) tersebut.
Kreshna melanjutkan, terdapat fakta adanya tindak lanjut atas penyediaan dana first drawdown, yakni penyediaan dana berikutnya (additional drawdown atau 2nd drawdown) di tahun 2006 pada Bank Panin Indonesia dari PT Bumigas Energi yang telah diperlihatkan kepada PT Geo Dipa Energi senilai Rp95 miliar atau setara dengan US$10,433,827.57. Surat No.: 351/JAS/EXT/19 tanggal 29 Mei 2019 dari Panin Bank yang menyebutkan terdapat setoran ke rekening Bumigas senilai Rp95 miliar di tahun 2006.
Menurut Kreshna, Deputi Pencegahan KPK selaku penyelenggara negara tidak seksama memeriksa keadaan rekening perbankan PT BGE di HSBC Hong Kong pada tahun 2005 dan tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh keadaan perbankan PT BGE di Bank Panin KCU Senayan pada 29 Agustus 2006. “Mengapa Pak Pahala tidak memeriksa rekening Bumigas Energi di Bank Panin. Jelas Surat KPK tidak cermat, rekayasa dan manipulatif,” ujar Khresna.
Bumigas sendiri telah melaporkan mantan Direktur Utama Geo Dipa Samsudin Warsa atas kasus penipuan karena diduga tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Kerja Panas Bumi. Ini membuat Bumigas merasa tidak bisa melakukan pembangunan PLTP karena melanggar Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Bumigas mengalahkan Geodipa.
Persoalan yang mendasar kata Kreshna, PT Geo Dipa Energi sejak awal tidak memiliki Izin Usaha Panas Bumi dan Wilayah Kuasa Panas Bumi sebagaimana dimaksud UU No.21/2014 atau UU No.27/2003 tentang Panas Bumi. Hal ini telah dikuatkan oleh Amar Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 925/V/KIP-PS-A-M-A/2019 tgl 13 Agustus 2020. “Putusan KIP menyebut Kementerian ESDM tidak pernah menerbitkan IUP dan WKP untuk PT Geo Dipa Energi,” ungkap Khresna. RH