Jakarta, OG Indonesia -- Harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan non subsidi telah dinaikkan oleh Pemerintah pada hari ini. Kendati demikian, menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, kuota Solar dan kuota Pertalite untuk tahun 2022 ini tetap rawan jebol jika hanya mengandalkan kenaikan harga saja.
"Mana Peraturan Presiden 191/2014 yang katanya sedang direvisi? Kok tidak diluncurkan bersamaan dengan pengumuman kenaikan harga BBM?" tanya Sofyano Zakaria, Sabtu (3/9/2022) malam dalam keterangannya kepada OG Indonesia.
Peraturan yang sedang direvisi tersebut katanya akan mencakup urusan pengendalian kuota BBM hingga di SPBU-SPBU. Sofyano juga mempertanyakan jika dalam peraturan yang katanya tengah direvisi tersebut akan terdapat pasal yang mengatur penindakan terhadap penyelewengan Solar bersubsidi.
"Kenaikan harga Solar subsidi yang hanya sebesar Rp.1.650/liter, sejatinya akan tetap sangat menarik untuk terjadinya penyelewengan Solar ke industri. Ingat selisih Solar subsidi dengan harga keekonomian sangat tinggi, sekitar Rp9.000/liter. Siapa yang tak tertarik dengan nilai ini?" ungkap Sofyano.
Lebih lanjut Sofyano juga mempertanyakan apakah nantinya pengendalian BBM bersubsidi lebih mengandalkan kepada “kerjanya” badan usaha yang menjalankan penugasan. "Mengapa selama ini pengendalian belum terlihat berjalan maksimal? Siapa yang bertanggung jawab?" tanya Sofyano kembali.
Dirinya meyakini, langkah pengendalian dan pengawasan tetap harus dilakukan secara ketat dan melekat sebab BBM Solar subsidi memiliki disparitas harga yang cukup lebar dengan harga keekonomian.
Sofyano juga menyatakan apakah badan usaha dalam melakukan pengendalian juga diberi kewenangan untuk menambah atau mengurangi kuota SPBU yang selama ini dilakukan oleh BPH Migas.
"Apakah dengan sudah naiknya harga BBM berarti tetap harus ada pengendalian termasuk penjatahan jumlah pembelian BBM oleh masyarakat? Apa hal ini tidak jadi pertanyaan dan protes masyarakat?" ucap Sofyano. "Jika setelah harga BBM naik dan ternyata kemudian kuota tetap jebol, siapa yang akan dimintai pertanggungan jawabnya? Pertamina? Kementerian ESDM? BPH Migas?" tambahnya.
Lalu, dengan ikut diumumkannya kenaikan harga BBM Non Subsidi Pertamax 92 oleh Pemerintah, Sofyano juga mempertanyakan apakah hal ini berarti untuk selanjutnya kenaikan harga BBM Non Subsidi tidak lagi bisa dilakukan oleh Badan Usaha, padahal selama ini Pertamina yang mengumumkannya. RH