Jakarta, OG Indonesia -- Per tanggal 25 Desember 2021 lalu Pertamina secara resmi telah menaikkan harga jual gas elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram. Kenaikannya beragam di setiap daerah, berkisar Rp 1.600-Rp 2.600 per kilogram.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand
Hutahaean, mengatakan kebijakan kenaikan harga elpiji non subsidi menurutnya
tidak perlu dipolitisasi, sebab sama sekali tidak mengganggu hak subsidi kalangan
tidak mampu yang menggunakan elpiji 3 kilogram bersubsidi atau gas melon. Ferdinand
mengingatkan, harga elpiji yang naik hanyalah harga elpiji nonsubsidi yang
selama ini digunakan oleh kalangan mampu.
"Kami berharap agar Pertamina intens memberikan
penjelasan ke publik soal ini, supaya tidak ada masyarakat yang salah
pengertian, salah memahami dan akhirnya terjadi kepanikan. Masyarakat harus
dijelaskan bahwa yang naik ini harga elpiji nonsubsidi bagi kalangan mampu
bukan elpiji 3 kilogram yang biasa disebut gas melon," ucap Ferdinand
dalam keterangannya, Selasa (28/12/2021).
Ferdinand bahkan menilai kebijakan kenaikan harga elpiji
nonsubsidi sudah tepat supaya kalangan mampu tidak menikmati harga elpiji di bawah
harga keekonomian. Selain itu kebijakan ini menurutnya juga sebagai bentuk keadilan
sosial di tengah masyarakat, karena keuntungan yang didapat Pertamina dari
kalangan mampu akan digunakan untuk memberi subsidi kepada masyarakat bawah.
Senada dengan Ferdinand, Pengamat Ekonomi dari Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov juga menilai langkah
menaikkan harga elpiji nonsubsidi sebagai langkah tepat. Kendati demikian, guna
mengantisipasi adanya migrasi dari elpiji nonsubsidi ke elpiji subsidi, ia juga
menyoroti masalah ketersediaan elpiji di tengah masyarakat.
“Yang perlu dipastikan jangan sampai pasokan elpiji subsidi
ini timpang antar wilayah, ini akan pengaruhi daya beli masyarakat. Kalau
pasokan ini terganggu, nanti terpaksa harus beli elpiji nonsubsidi. Kuncinya,
kalau masalah di lapangan jaminan LPG subsidi ini harus proporsional antar
wilayah,” kata Abra.
Keputusan Pertamina untuk menaikkan harga elpiji nonsubsidi menurut
Abra merupakan langkah bisnis biasa. Pasalnya penentuan harga elpiji non
subsidi mengacu pada biaya pokok produksi (BPP). “Artinya tentu Pertamina Patra
Niaga berhak melakukan penyesuaian,” jelasnya.
Lebih lanjut Abra menerangkan bahwa perubahan harga ini tidak
akan berdampak signifikan terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat,
karena masih ada elpiji bersubsidi. “Yang realitanya (elpiji bersubsidi) dipakai
oleh masyarakat mampu, itu yang menunjukkan kenaikan harga elpiji nonsubsidi
tak berpengaruh besar,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan bahwa kenaikan harga elpiji nonsubsidi ini bisa menjadi momentum untuk peralihan ke energi yang lebih bersih, seperti masyarakat yang mampu untuk mulai menggunakan kompor listrik atau induksi.
“Jadi momentum
transisi energi juga, masyarakat non konsumen (subsidi) dia kan ketika
menghadapi harga ini akan mulai beralih, yang penting juga pemerintah mesti
menyediakan alternatif, mereka disodorkan energi lain,” tutupnya. RH