Jakarta, OG Indonesia -- Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satira Djalins mengatakan potensi panas bumi yang dimiliki di Indonesia bisa terus dikembangkan dan dioptimalkan dengan menyelesaikan tiga isu utama, yakni kebijakan, teknologi dan beyond electricity. Dengan terjawab ketiga isu tersebut, panas bumi diharapkan bisa menjadi backbone energy ke depannya.
“Potensi panas bumi di Indonesia sangat besar, namun realisasinya berupa Wilayah Kerja Panas Bumi yang sudah berproduksi masih sedikit. Untuk itu, semua stakeholder harus terlibat untuk menjawab dan menyelesaikan isu-isu yang ada dalam pengembangan panas bumi di Indonesia,” ujar Eka saat berbicara pada DE Talks secara virtual bertema “Masa Depan Industri Panas Bumi di Tengah Glorifikasi Pengembangan EBT”, Rabu (6/10/2021).
Selain Eka, hadir dalam diskusi virtual yang digelar Dunia-Energi itu, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Ahmad Subarkah Yuniarto; Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) Riki F.Ibrahim; dan Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi.
Eka mengatakan ada tiga hal yang harus didiskusikan. Pertama, kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan perkembangan energi. Selain itu, pengembang panas bumi harus memastikan teknologi yang dipraktekkan tepat guna, efisien, dan bisa menghasilkan energi yang efisien. “Ketiga, kita harus melihat geothermal tidak hanya dari sisi produksi, namun juga beyond electricity,” katanya.
Eka menambahkan, untuk tarif panas bumi sudah banyak didiskusikan. Tarif itu penting karena tanpa ada tarif yang memberikan insentif bagi pengembang untuk dapat return wajar maka akan susah industri panas bumi akan berkembang.
Menurut dia, panas bumi harus dilihat secara unik unik. Apalagi saat ini pemerintah akan meng-introduce pajak karbon, sehingga akan ada justifikasi kenapa panas bumi ini akan mendapatkan treatment yang lebih signifikan. Hal ini seperti yang dilakukan Turki yang sadar panas bumi memiliki peran penting.
“Usaha pemerintah sangat bagus untuk mengurangi exploration risk. Isu tarif sangat bagus untuk dibahas, bukan untuk mendapat harga tinggi, tapi agar ada balance dan asas manfaat,” ungkap Eka.
Ahmad Yuniarto, Dirut PGE, mengatakan tantangan pengembangan panas bumi adalah inovasi ke depan berupa beyond direct geothermal energy. Panas bumi bisa digunakan untuk katalis dekarbonisasi dan mencapai net zero emission pada 2060.
“Kami yakin panas bumi bisa jadi game changer dalam transisi energi dan upaya percepatan transisi energi,” kata dia.
Menurut Ahmad, PGE sekarang bagian dari subholding power NRE yang mempunyai misi untuk kolaborasi bersama stakeholder dalam menyongsong transisi energi menggunakan energi bersih dalam hal ini sumber daya panas bumi dan nilai-nilai yang bisa dikembangkan dari panas bumi.
PGE mempunyai aspirasi pada 2030 untuk transformasi menjadi sebuah perusahaan energi hijau kelas dunia. Untuk itu, perlu upaya keras dan sangat banyak untuk bergerak menjadi sebuah perusahaan green energy kelas dunia.
“Kapasitas terpasang saat ini 672 MW dan akan ditumbuhkan menjadi 1.500 MW pada 2030, dan berupaya menjadi perusahaan yang setara di global dengan revenue US$1 billion,” kata dia.
Sementara itu, Riki Ibrahim mengungkapkan Indonesia memiliki visi 2045 harus berdikari dan pada momentum 100 tahun Indonesia merdeka harus mampu menciptakan ketahanan energi. “Kalau tidak sekarang dilakukan, akan terlambat. Ini tidak mudah, sama beratnya dengan pandemi Covid-19. Isu climate change juga sama tantangannya,” kata dia,
Menurut Riki, untuk mengurangi uncertainty dari panas bumi, pemerintah sudah banyak memberikan insentif. Pengembangan panas bumi memang mahal, sehingga dibutuhkan pengembang yang serius dan punya komitmen. “Hal ini penting mengingat pengembangan geothermal itu membutuhkan biaya diawal,” kata dia.
Sedangkan Prijandaru mengatakan harus ada percepatan pengembangan panas bumi. Bagi API net zero emission akan bisa tercapai, dan panas bumi bisa berkontribusi besar apabila ada extraordiary effort. “Kapasitas saat ini 2.175 MW, tahun ini ada tambahan 95 MW. Akhir tahun ini semoga ada tambahan dari PLTP Rantau Dedap Supreme Energy,” kata dia.
Sementara itu, Harris Yahya, Direktur Panas Bumi Direktorat EBTKE Kementerian ESDM, saat memberikan keynote speech mengatakan potensi panas bumi 23,76 GW ada di Sumatera. Indonesia mempunyai potensi panas bumi terbesar kedua setelah Amerika. saat ini sudah di eksplor untuk mengambil kandungan lithium untuk pengembangan panas bumi.
“Panas bumi dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, pemandian air panas dan destinasi wisata, produksi hydrogen, pengeringan pada industri pertanian dan green house, aquaculture, pemanas dan pendingin, industri kertas, hingga makanan dan minuman,” kata dia.
Harris mengatakan pembangkit panas bumi hingga 2035 ditargetkan ada tambahan 3.335 MW. Dan hal itu bisa dicapai kalau ada sinergi dan upaya dari semua pihak. “Regulasi sudah sangat lengkap, sudah identifikasi tantangan spesifik untuk panas bumi dan strateginya. Keterlibatan stakeholder sangat penting. Kami harap kita satu visi terkait hal ini. insentif pasti ada. Khusus panas bumi banyak insentif fiskal,” katanya. RH