Jakarta, OG Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan hingga tahun 2050 mendatang akan terjadi kenaikan pemanfaatan minyak bumi sebesar 139% dan gas sebanyak 298% dibandingkan saat ini.
"Pada tahun 2050 kenaikan konsumsi minyak menjadi 3,97 juta bopd (barel per hari) dan gasnya menjadi lebih dua kali lipat yaitu 26 BSCFD (miliar standar kaki kubik gas per hari). Ini artinya kita akan mengalami kenaikan permintaan dari minyak dan gas, walaupun dari persentasenya, porsi minyak terutama, adalah lebih kecil," ungkap Taslim Z. Yunus, Sekretaris SKK Migas dalam Webinar bertajuk "Arah Baru Industri Migas: Ketahanan Energi dengan Memaksimalkan Pemanfaatan Natural Gas dan LNG", yang dilakukan hybrid secara offline dan online melalui Channel YouTube Ruang Energi, Rabu (22/9/2021).
Gas bumi disebut Taslim akan memegang peran penting hingga tahun 2050, di mana gas bumi akan berperan penting dalam proses transisi menuju energi terbarukan. Indonesia sendiri memiliki cadangan gas bumi yang cukup besar. "Cekungan hidrokarbon yang ada di Indonesia itu lebih banyak menghasilkan gas," jelas Taslim.
Sementara pada sisi hilir, pertumbuhan pemanfaatan gas bumi di Indonesia dari tahun 2012 hingga sekarang disebut Taslim masih sangat rendah, hanya sekitar 1%. Sementara pertumbuhan ekonomi di Indonesia mencapai 4%-5%. "Kalau dari demand-nya sangat kecil yaitu 1 persen. Oleh sebab itu kami tidak henti-hentinya bekerjasama dengan para buyer bagaimana cadangan-cadangan (gas bumi) yang sudah di-POD-kan bisa diambil sesuai dengan kontrak yang ditetapkan bersama," paparnya.
Pihak SKK Migas mengharapkan ada terobosan-terobosan baru agar penyerapan gas bumi di dalam negeri bisa optimal. Seperti perubahan perencanaan pemanfaatan gas oleh PLN untuk keperluan pembangkit listriknya. Lalu, pengembangan pabrik petrokimia baru serta proyek RDMP petrokimia juga akan menjadi faktor pendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi ke depannya.
Pihak PLN sendiri membeberkan bahwa sejak tahun 2010 hingga tahun 2020 pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit PLN cenderung meningkat seiring tersedianya infrastruktur gas. Demikian pula porsi serapan untuk LNG juga meningkat seiring berkurangnya kemampuan pasok gas pipa. Namun, masih belum kompetitifnya harga gas dibandingkan harga batu bara menyebabkan fuel mix gas semakin gas semakin rendah beberapa tahun terakhir, apalagi diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19.
Hingga tahun 2030, diungkapkan VP Pengendalian Kontrak Gas PLN Edwin Bangun, ada dua skenario yang disampaikan PLN dalam draft RUPTL yaitu skenario optimal dan skenario low carbon. "Low carbon ini akan menambah pasokan gas lagi dan akan menekan daripada PLTU," tegas Edwin. Kebutuhan gas PLN sendiri antara tahun 2020 sampai 2030 berkisar antara 1.100 bbtud sampai 1.350 bbtud. "Ini adalah demand gas yang didesain dalam draft RUPTL yang sebentar lagi rencananya akan ditandatangani," ucap Edwin.
Agar pemanfaatan gas bumi untuk domestik dapat semakin optimal, menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, maka infrastruktur gas bumi harus banyak dibangun. "Bahkan tadi PLN sudah meminta, bahwa ke depannya kita harus membangun infrastruktur," tegas Mamit.
Dia pun memaparkan potensi gas bumi Indonesia yang sangat besar terutama di bagian timur Indonesia. Sementara industri banyak terdapat di bagian barat Indonesia. "Bagaimana gas di Papua dan Sulawesi bisa dibawa ke Indonesia bagian barat karena memang di sana market-nya dibandingkan di Indonesia bagian timur dan tengah," tutur Mamit.
Pada sisi lain, ditekankan Mamit, Pemerintah perlu menciptakan lebih banyak demand agar serapan gas di dalam negeri lebih bisa berkembang. "Perlu adanya insentif-insentif yang diberikan agar demand bisa tumbuh dengan adanya kawasan-kawasan industri baru," tutup Mamit. RH