Tangerang Selatan, OG Indonesia – Pemanfaatan nuklir untuk energi dianggap kian penting dalam proses transisi menuju energi bersih di Indonesia. Agus Sumaryanto, Kepala Organisasi Riset Teknologi Nuklir/BATAN yang sekarang berada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bukanlah pesaing bagi energi terbarukan melainkan sumber energi yang melengkapi bauran energi yang ada. Seperti singkatan EBT (energi baru terbarukan), di mana B atau “baru” merupakan representasi dari energi nuklir.
“Jangan sampai salah seolah-olah nuklir menjadi pesaing.
Tidak, dalam bauran itu saling mengisi. Seandainya nuklir dibangun untuk
pembangkit listrik, tidak akan terus kemudian menggantikan (pembangkit listrik)
yang lain,” ucap Agus dalam konferensi pers di kawasan Puspiptek, Serpong,
Tangerang Selatan, Rabu (8/9/2021).
Agus menerangkan, kebutuhan listrik nasional di masa datang
akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan masyarakat. Kondisi
ini tentunya harus diimbangi dengan pasokan listrik yang aman serta andal. Pada
sisi lain, saat ini Pemerintah juga tengah berupaya untuk mengurangi penggunaan
pembangkit listrik berbasis fosil terutama yang menggunakan bahan bakar batu
bara.
“Harapannya di tahun 2060 sudah berkurang untuk energi
fosil. Ini adalah komitmen Pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan lebih meningkatkan
lagi energi baru terbarukan. Ini bukan masalah Indonesia saja, tetapi juga
masalah dunia internasional,” urai Agus.
Untuk itu ia pun mengingatkan kembali pentingnya energi
nuklir untuk melengkapi energi-energi lain yang sudah ada dan dimanfaatkan. BATAN
sendiri diungkapkan Agus sudah sejak lama mempersiapkan teknologi nuklir untuk
PLTN. “Kita lakukan Litbangjirap, penelitian, pengembangan, pengkajian dan
penerapan, ditambah sekarang ada inovasi dan invensi. Supaya kita bisa
menghasilkan teknologi,” tuturnya.
Agus Sumaryanto, Kepala Organisasi Riset Teknologi Nuklir/BATAN. Foto: Ridwan Harahap |
BATAN bahkan sudah melakukan studi tapak untuk PLTN di sejumlah daerah di Indonesia. Sejauh ini sudah ada empat titik tapak PLTN yang telah dilakukan studinya oleh BATAN. Mulai dari Muria di Jepara, Banten, Bangka dan Belitung sampai yang terbaru di Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Sampai
saat ini kami masih melakukan sighting atau penelitian untuk tapak,
termasuk untuk stakeholder involvement dan stakeholder engagement. Kita
melibatkan tenaga ahli seperti dari Universitas Tanjungpura (untuk studi tapak
di Kalbar) dan juga masyarakat sekitar,” beber Agus.
Harmonisasi Energi Nuklir dan Energi Terbarukan
Dhandhang Purwadi, Perekayasa Utama di Organisasi Riset
Teknologi Nuklir/BATAN, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa energi
terbarukan sejatinya punya sifat intermittent alias tak selalu tersedia
secara penuh. Contohnya, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang pasokan
listriknya menjadi berkurang pada saat cuaca mendung atau hujan. Lalu,
pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB) yang juga tergantung pada seberapa kencang
angin yang berhembus.
Karena itu menurut Dhandhang, pengembangan energi terbarukan
di suatu daerah seharusnya juga disiapkan cadangannya yang berasal dari energi
nuklir dalam skala kecil. “Jadi kalau nanti (yang pakai) PLTS terus mendung dan
hujan, PLTN-nya jadi base load, bukan PLTN yang besar tapi yang small-medium,”
ujarnya. Dengan harmonisasi antara energi terbarukan dan energi nuklir tersebut,
kata Dhandhang, diharapkan dapat menjadi katalisator dari kondisi pemanasan
global yang tidak bisa dinafikan terjadi pada saat ini.
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi UGM, juga mengatakan
bahwa energi nuklir/PLTN termasuk ke dalam energi bersih yang pemanfaatannya bisa
menjadi komplementer dalam pengembangan EBT secara keseluruhan. “PLTN dapat mengatasi masalah intermittent dari
penggunaan energi terbarukan,” tegas Fahmy ketika dihubungi OG Indonesia, Rabu
(8/9/2021).
Ia bahkan meyakini bahwa PLTN sangat dibutuhkan oleh Indonesia karena kondisi geografisnya yang sangat besar. “Penggunaan PLTN di Indonesia juga sangat prospektif. Pasalnya, Indonesia mempunyai uranium, salah satu resources utama PLTN, sehingga cost per unit bisa lebih murah,” terangnya. “Dan yang jelas, PLTN yang termasuk energi bersih dapat memenuhi tuntutan pengurangan emisi karbon hingga mencapai zero carbon,” pungkas Fahmy. RH