Prof. Subroto, Dewan Pengawas Aspermigas. |
Jakarta, OG Indonesia – Peran media dalam menyampaikan informasi yang komprehensif terkait pengembangan energi panas bumi sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha geothermal serta pihak pemerintah. Dengan pemberitaan yang tepat, pengembangan panas bumi diharapkan bisa terus meningkat di masa depan.
“Peranan yang sangat penting tentunya media,” tegas
Subroto, Dewan Pengawas Asosiasi Perusahaan Migas (Aspermigas) ketika memberi
sambutan saat membuka acara pelatihan media “Pengenalan Panas Bumi dan Bisnis
Prosesnya” yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (25/9/2021). Kegiatan
pelatihan media yang diadakan Aspermigas bersama Oil & Gas Indonesia ini berlangsung
selama dua hari pada Sabtu dan Minggu (25-26/9/2021).
Lewat pelatihan media ini, Aspermigas dan Oil & Gas
Indonesia berharap bisa memberikan penerangan, penjelasan serta pencerahan kepada
para jurnalis dan pelaku media agar bisa menyampaikan pemberitaan yang tepat
terkait industri panas bumi kepada publik. “Pelaku-pelaku media ini menjadi
jembatan emas sampainya penjelasan, penerangan kepada masyarakat, kepada
perusahaan, dan kepada pelaku-pelaku industri,” ucap mantan Sekjen OPEC ini.
Ditambahkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi periode
tahun 1978-1988 ini, peran media sangat dibutuhkan dalam pengembangan energi
terbarukan di Indonesia. “Teman-teman wartawan adalah teman-teman berjuang bagi
kita sekalian untuk bisa menyediakan energi yang terbarukan, bersih, dan
mudah-mudahan yang terjangkau oleh masyarakat,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Agus Sudibyo, Ketua Komisi Hubungan
Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, menegaskan bahwa pers atau media
massa berkontribusi besar dalam mengarusutamakan energi terbarukan termasuk energi
panas bumi. Apalagi di tengah transformasi media massa yang terjadi saat ini,
di mana gempuran informasi baik yang benar maupun hoax marak ditemukan
di berbagai media sosial.
“Dalam berbagai isu, termasuk dalam isu energi, media massa
harus benar-benar berpegang teguh pada good journalism atau public
journalism,” pesan Agus. “Jadi jurnalisme harus benar-benar memfasilitasi
informasi yang bermartabat, memfasilitasi ruang publik yang beradab, dengan
liputan dan tulisan yang lebih baik,” sambungnya.
Agus mengingatkan agar media massa tidak terjebak pada
konten jurnalisme yang tidak baik atau bahkan menjurus pada fake news alias
berita bohong. “Kita sebagai media massa tidak perlu menggarap di situ. Kita
garap hal yang semakin sulit didapatkan oleh publik di media sosial yaitu good
journalism atau public journalism,” tutur Agus.
Terkait peliputan di sektor energi, khususnya panas bumi,
Agus menyarankan agar para jurnalis bisa memiliki perspektif atau wawasan yang
memadai dalam bidang tersebut. “Harus profesional, dalam arti kalau tidak paham
ya harus bertanya pada ahlinya seperti Prof. Subroto dan teman-teman. Dan
jangan terjebak pada orang yang mengaku ahli tetapi sebenarnya diragukan
kompetensinya untuk bicara pada bidang-bidang yang spefisik seperti energi
terbarukan ini,” paparnya.
Selain profesional, dalam pemberitaan terkait energi panas
bumi, menurut Agus para jurnalis juga harus menjaga independensinya alias tidak
menjadi player atau bagian dari persoalan. “Juga harus menaati etika
jurnalistik, cover both side, berimbang, menjaga asas praduga tak
bersalah, memisahkan fakta dan opini, menulis sesuai dengan fakta, menguji
kebenaran informasi, memiliki sikap kritis tertentu terhadap narasumber, dan
harus bisa menghadirkan kritik kebijakan,” bebernya.
Lebih lanjut Agus memiliki gagasan yaitu jurnalisme energi
terbarukan yang ke depannya harus bisa lebih diarusutamakan oleh Dewan Pers,
asosiasi media, asosiasi energi, serta pemerintah. Jurnalisme energi terbarukan
ini menurut Agus membutuhkan panduan serta kurikulum untuk para jurnalis dalam
meliput dan menulis soal energi terbarukan.
“Kami di Dewan Pers sudah lama memiliki impian agar sertifikasi
wartawan bukan hanya bersifat umum tetapi pada bidang-bidang yang spesifik,
misalnya sertfikasi wartawan perbankan, wartawan ekonomi, wartawan perkebunan,
dan mungkin juga wartawan energi atau wartawan energi terbarukan,” urainya.
Agus sendiri menyambut positif kegiatan pelatihan dan
pengenalan panas bumi yang diselenggarakan Aspermigas dan Oil & Gas
Indonesia. Tercatat lebih dari 40 jurnalis yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia turut aktif menyimak materi serta bertanya secara langsung kepada
para ahli tentang persoalan pengembangan panas bumi di Tanah Air.
Sejumlah pakar turut mengisi acara pelatihan yang juga turut
dibuka oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono ini. Pada
hari pertama ada Moch. Abadi, Direktur JSK Petroleum Academy, yang menyampaikan
materi pengenalan dan sejarah panas bumi di Indonesia. Masih ada lagi Yudi
Hartono dan Ashadi dari Jakarta Drilling Society yang memaparkan soal kegiatan
eksplorasi dan produksi panas bumi.
Lalu pada hari kedua pelatihan dibuka oleh Moshe Rizal, Sekjen Aspermigas. Pemateri yang tampil antara lain Sentot Yulianugroho, Manager Government Public Relations Pertamina Geothermal Energy. Lalu ada Win Sukardi, Anggota Dewan National Centre for Sustainability Reporting (NCSR) Divisi Energy yang membahas soal SCM di panas bumi, serta Ketua Umum NCSR Sugeng Riyono yang mengangkat isu dampak lingkungan dan sustainability reporting dalam kegiatan operasi panas bumi. RH