Bangka, OG Indonesia -- Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melakukan diseminasi atas Kajian Akademik “Nuklir Sebagai Solusi dari Energi Ramah Lingkungan yang Berkelanjutan Untuk Mengejar Indonesia Sejahtera dan Rendah Karbon pada tahun 2050” di Universitas Bangka Belitung.
Kajian akademik yang disusun selama 8 bulan dengan melibatkan akademisi dari berbagai bidang ini menyimpulkan bahwa nuklir sebagai solusi energi ramah lingkungan berkelanjutan untuk mengejar Indonesia sejahtera dan rendah karbon pada tahun 2050, perlu dipertimbangkan. Karena itu pembangunan PLTN pertama di Indonesia dengan regulasi yang menjamin kepastian bagi investor sudah siap dilaksanakan,
Masalah climate change dan transisi energi merupakan latar belakang dilakukannya kajian akademik ini. Di mana arah pengembangan energi di Indonesia harus memerhatikan kedua masalah tersebut agar komitmen dan target Indonesia dapat tercapai.
Selain itu, kajian akademik ini juga menjawab isu-isu terkait energi nuklir yang sebagian besar berasal dari informasi yang kurang tepat sehingga menimbulkan disinformasi seperti isu kecelakaan, lingkungan hidup, limbah, NIMBY (Not in My Backyard), dan bahaya radiasi. Perhatian pemerintah terkait PLTN seperti biaya, durasi pembangunan, penerimaan masyarakat, dan urgensi pembangunan PLTN juga ikut dibahas.
“Kajian ini menyimpulkan bahwa PLTN adalah pembangkit listrik yang ramah lingkungan, andal dan berkelanjutan. Nuklir sebagai energi baru perlu dipertimbangkan secara serius oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai pemenuhan janji Indonesia untuk mendapatkan lingkungan bebas emisi karbon," ucap Sajidan, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, Bisnis dan Informasi Universitas Sebelas Maret.
Menurut Bob S. Effendi, Direktur Operasi PT ThorCon Power Indonesia, kajian akademik ini telah menyibak tabir disinformasi yang terjadi selama ini. Dampaknya, disinformasi tersebut telah menutup fakta dan kebenaran mengenai nuklir yang membuat Pemerintah selama ini dalam keadaan gamang terus menerus untuk dapat mengambil keputusan mengenai energi nuklir. Padahal selama ini tidak ada regulasi apapun yang melarang pembangunan PLTN di Indonesia.
“Pengungkapan fakta bahwa energi ramah lingkungan harus diredefinisi sehingga buku ini cocok sebagai referensi dan sumber belajar. Nuklir bersifat ramah lingkungan patut dijadikan pedoman pengambilan keputusan Pemerintah. Semoga dengan karya ini menjadi tonggak teknologi nuklir terealisasi di Indonesia. PLTN terbukti telah dimanfaatkan oleh negara-negara maju dan sangat mendukung untuk menyediakan listrik dan berkontribusi nyata dalam menurunkan laju pemanasan global,” jelas Okid Parama Astirin, Ketua LPPM Universitas Sebelas Maret.
Sementara itu pihak Universitas Bnagka Belitung sebagai tuan rumah acara diseminasi sangat mengapresiasi kajian kkademik yang disusun oleh Univesitas Sebelas Maret bekerjasama dengan PT ThorCon Power Indonesia.
"Kajian ini telah membuka mata banyak orang melalui tulisan ilmiah bahwasannya isu-isu mengenai energi nuklir yang selama ini berkembang dapat dijawab melalui energi nuklir dengan teknologi terkini sebagai salah satu solusi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan," kata Ketua LPPM Universitas Bangka Belitung Fournita Agustina.
Respon positif juga diberikan oleh para Reviewer Kajian. Seperti kata Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI dalam suatu acara FGD beberapa waktu lalu, "Bagi kami (Komisi VII) ini merupakan masukan dan juga menjadi referensi dan preferensi dalam mengambil kebijakan-kebijakan terhadap energi khususnya adalah Nuklir.”
Sementara Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana berharap kajian ini dapat menjelaskan berbagai isu sehingga PLTN dapat dimanfaatkan bersama dengan EBT lainnya yang ada di Indonesia. "Sehingga dapat menjamin ketersediaan energi, dapat mewujudkan ketahanan energi nasional dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan yang ketat,” ujar Dadan dalam kata sambutannya pada kajian akademik tersebut.
Pihak ThorCon sendiri berharap Universitas Sebelas Maret dapat secara terus melakukan diseminasi kajian akademik ini kepada Perguruan Tinggi maupun para Akademisi lainnya di berbagai daerah. "Sehingga dapat menghentikan perdebatan pro-kontra mengenai nuklir yang tidak pernah berujung selama lebih dari tiga dekade terakhir,” tutup Bob. RH