Sebuah workboat dilepas dari kapal Elsa Regent untuk membentangkan kabel streamer yang akan digunakan untuk perekaman bawah laut. Foto: Dokumen Elnusa |
Elsa Regent merupakan kapal
seismik terbaik di Indonesia saat ini yang dimiliki PT Elnusa Tbk. Dengan
panjang 93,3 meter dan lebar 23,5 meter, kapal ini memiliki empat mesin diesel
electric dengan total daya 12,3 Megawatt. Untuk menunjang sumber getaran
seismik, kapal ini dilengkapi dengan tiga unit kompresor kapasitas tinggi
hingga 6.600 CFM (kaki kubik per menit).
Sejak dilepas dari Pelabuhan
Tanjung Priok pada 16 November 2019, Elsa Regent telah mengarungi hampir sepertiga
perairan Nusantara hingga Agustus 2020. Misinya, melakukan eksplorasi minyak
dan gas bumi (migas) lewat kegiatan survei seismik 2D di perairan terbuka yang
merupakan Komitmen Kerja Pasti (KKP) dari Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi
Merang, pengelola Wilayah Kerja (WK) Jambi Merang. Melibatkan sampai 105
personil dalam rentang 230 hari kerja, Elsa Regent berhasil melintas sepanjang 31.140
km sehingga tercatat sebagai kegiatan survei seismik terpanjang di Asia Pasifik
dalam sepuluh tahun terakhir. “Harapan kami dari hasil survei seismik 2D KKP
PHE Jambi Merang ini dapat diteruskan menjadi giant discovery,” ucap
Abdul Affan.
Pemerintah lewat Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) saat ini tengah
membidik target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) serta 12 miliar
standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Salah satu alasannya
karena berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak
Indonesia akan meningkat lebih dari 130% dari saat ini yang sebesar 1,6 juta
BOPD menjadi 3,9 juta BOPD pada tahun 2050. Konsumsi gas juga diprediksi akan
meningkat lebih dari 290% dari saat ini yang sebesar 6 BSCFD menjadi 26 BSCFD
pada tahun 2050. Sementara sampai kuartal I 2021 lifting minyak baru
mencapai 676,2 ribu BOPD dan salur gas sekitar 5,5 BSCFD. Kondisi ini menyebabkan
pemerintah pada saat ini masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan
migas dalam negeri.
68 Cekungan Belum Dieksplorasi
Ada empat strategi yang
diupayakan SKK Migas untuk menggapai target produksi 1 juta BOPD minyak dan 12
BSCFD gas pada tahun 2030, yaitu mempertahankan tingkat produksi existing yang
tinggi, akselerasi dari sumber daya ke produksi, menjalankan kegiatan enhanced
oil recovery (EOR), serta agresif mencari cadangan baru melalui aktivitas
eksplorasi. Terkait upaya yang terakhir disebut, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto
menegaskan bahwa Indonesia masih menyimpan banyak potensi hidrokarbon atau
migas yang menunggu untuk ditemukan lewat upaya eksplorasi. “Indonesia masih
memiliki banyak prospek migas. Dari 128 cekungan hidrokarbon yang ada, produksi
migas berasal dari hanya 20 cekungan, sementara masih ada 68 cekungan yang
belum dieksplorasi sama sekali,” jelas Dwi dalam acara ‘Oil and Gas
Investment Day’ di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, medio Juni lalu.
Karena itu aktivitas eksplorasi
terus digalakkan. Ada beberapa kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan pada
tahun ini. Disampaikan Dwi Soetjipto, sampai April 2021 diperkirakan sudah dilakukan
sebelas pengeboran sumur eksplorasi dari rencana 48 sumur yang dibor pada tahun
ini. “Pengeboran eksplorasi (tahun) ini jauh lebih banyak dibandingkan pengeboran
eksplorasi tahun-tahun yang sudah,” terang Dwi. Program eksplorasi lainnya
adalah kegiatan Vibroseis sepanjang 1.000 km untuk memetakan potensi
subvulkanik di Pulau Jawa. Lalu ada lagi kegiatan Pseudo 3-D Repro seluas 270
ribu km2, Full Tensor Gravity – Gradiometry (FTG) sepanjang 106.000 km,
dan melakukan pemrosesan ulang data seismik 2D dari KKP PHE Jambi Merang.
Untuk data seismik 2D KKP PHE
Jambi Merang, diungkapkan Dwi, saat ini masih dilakukan evaluasi subsurface di
internal Pertamina dan PHE. “Sambil evaluasi tersebut, Pertamina akan mendapat
kesempatan untuk memilih (lapangan) mana yang diambil,” jelasnya. Data hasil
seismik sendiri nantinya akan dibuka oleh SKK Migas pada November 2021 sehingga
investor lain juga dapat melihat dan mencari lapangan migas yang menurut mereka
potensial untuk digarap. Hasil sementara ada beberapa prospek hidrokarbon yang
cukup menarik dari beberapa cekungan. “Dari kalkukasi awal itu ada tanda-tanda,
artinya ada potensi dari beberapa basin (cekungan),” ucap Fatar
Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, memberikan bocoran kepada pihak media
dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.
Giatkan Kajian G & G
Potensi hidrokarbon dari bumi
Indonesia memang masih ada. Menurut Panuju, Koordinator Kelompok Pelaksana
Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Eksplorasi PPPTMGB “LEMIGAS” Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan mengesampingkan
potensi migas dari 68 cekungan yang belum dieksplorasi saja masih terdapat
banyak potensi tersisa dari 20 cekungan yang sudah diproduksi. “Melalui kajian
G & G (geologi dan geofisika) dan statistik, sebenarnya dari 20 cekungan
produksi itu diperkirakan masih ada sekitar 8,3 billion barrel oil
equivalent (miliar barel minyak ekuivalen) yang belum ditemukan,” terang
Panuju kepada OG Indonesia, Kamis (1/7/2021).
Karena itu, LEMIGAS juga giat
melakukan kajian G & G hingga studi bersama dengan Ditjen Migas, SKK Migas,
Badan Geologi, perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hingga institusi
internasional seperti KIGAM dari Korea Selatan terkait eksplorasi migas di
beberapa area. Di antaranya di lepas pantai timur Pulau Seram, Timor Barat, laut
di utara Bali, Jawa Timur, Sumatera bagian tengah, Sumatera Utara, sampai area
Mahakam di Kalimantan Timur. “Di antara blok-blok yang sekarang berproduksi,
masih banyak area terbuka yang layak dievaluasi potensinya oleh KKKS.
Seandainya hasil kajian G & G nanti positif, maka area terbuka tersebut
bisa diakuisisi sebagai wilayah kerja migas baru,” tuturnya.
Bahkan untuk wilayah kerja yang sudah
pernah ditawarkan kepada KKKS namun tidak laku, LEMIGAS juga melakukan kajian G
& G ulang agar potensi yang belum terlihat dapat diinformasikan. “Biasanya
kita melakukan penambahan dan peningkatan kualitas data melalui reprocessing,
serta memperluas dan memperdalam kajian sehingga sinopsis WK Migas menjadi
lebih komprehensif, lebih informatif, dan lebih menarik bagi investor,” tambah
Panuju.
Guna menunjang kegiatan
eksplorasi KKKS, Panuju menerangkan bahwa LEMIGAS juga berperan sebagai Badan
Layanan Umum (BLU) yang menyediakan jasa analisis laboratorium serta
mengembangkan teknologi lain yang dibutuhkan. Seperti teknologi air gun
yang bisa dipakai untuk melakukan akuisisi data seismik di daerah rawa atau
pantai yang selama ini sulit dilakukan. LEMIGAS juga mengembangkan teknologi multispectral-hyperspectral
airborne yang diterbangkan dengan drone untuk melakukan survei
geologi permukaan di daerah yang sulit dijangkau seperti daerah rawa atau
lereng terjal yang tidak bisa dipetakan oleh satelit. Dengan software
pengolahan dan interpretasi yang dikembangkan LEMIGAS, citra yang dihasilkan
alat ini dapat digunakan untuk membuat peta geologi detail suatu wilayah secara
lebih cepat. “Termasuk bisa membedakan fluida rembesan seperti air, minyak atau
gas. Kalau melihat ada rembesan minyak, berarti sistem migas sudah berjalan,
sehingga orang akan lebih yakin untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut,” papar
Panuju.
Pentingnya Keterlibatan Semua
Pihak
Keterlibatan semua pihak untuk
gencar melakukan eksplorasi migas memang sangat dibutuhkan. Mamit Setiawan, Direktur
Eksekutif Energy Watch mengatakan perlu ada kerja sama antara berbagai stakeholder
agar kegiatan eksplorasi bisa bergerak, termasuk sesama instansi pemerintah.
“Perlu adanya sinergi antara kementerian dalam mendukung kegiatan eksplorasi,” ujar
Mamit kepada OG Indonesia, Jumat (2/7/2021).
Mamit juga mengungkapkan animo
KKKS untuk melakukan eksplorasi migas sejatinya masih ada. Kendati demikian asa
tersebut tentu harus didukung dengan kemudahan bagi KKKS untuk bereksplorasi.
Yang utama adalah ketersediaan data awal dari pemerintah yang akan dikembangkan
oleh KKKS. Menurut Mamit, dengan data yang lengkap tentunya akan mempermudah
KKKS untuk mengolahnya menjadi pedoman dalam pencarian sumber daya migas baru.
“Selain itu, karena eksplorasi ini ketidakpastiannya tinggi, maka alangkah
baiknya jika KKKS mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi. Misalnya dari sisi
perpajakan, perizinan dan juga isu sosial,” bebernya.
Tetapi Mamit juga mengingatkan bahwa rentang waktu dari awal eksplorasi migas hingga masuk ke tahapan produksi membutuhkan waktu yang cukup panjang dengan banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sehingga perlu kerja ekstra keras untuk bisa menikmati produksi migas pada tahun 2030 dari langkah eksplorasi yang diayunkan pada saat ini.
Kendati demikian, tegas Mamit, jika SKK Migas beserta instansi terkait lainnya dapat mempermudah serta mempercepat berbagai syarat dan perizinan sejak tahap eksplorasi tentu akan sangat membantu pihak KKKS. “Saya kira sangat banyak PR yang harus dilakukan agar kegiatan eksplorasi bisa masif. Kegiatan seismik awal saya kira harus terus dilakukan agar data bisa semakin update pada lapangan-lapangan yang akan dilelang. Selain itu, insentif fiskal harus diberikan bagi KKKS yang akan mengadakan kegiatan eksplorasi agar beban mereka bisa berkurang mengingat biaya eksplorasi yang tidak sedikit,” saran Mamit kembali. (Ridwan Harahap)