Melacak Jejak Hidrokarbon, Memburu Satu Juta Barel

Sebuah workboat dilepas dari kapal Elsa Regent untuk membentangkan kabel streamer yang akan digunakan untuk perekaman bawah laut.
Foto: Dokumen Elnusa 

Jakarta, OG Indonesia – Workboat itu setia mengiringi kapal induknya yang membelah lautan sambil menarik 1x10 km streamer untuk kegiatan seismik 2D dan 10x10 km streamer untuk seismik 3D. Kabel streamer tersebut dibentangkan di belakang kapal untuk melakukan perekaman bawah laut dari perairan yang dilalui. Secara berkala, kru kapal memang melakukan aktivitas monitoring hingga perawatan peralatan dari atas workboat. Saat berada di workboat tersebut terkadang kru kapal berjumpa kawanan lumba-lumba yang tiba-tiba muncul dan mengikuti workboat. “Jumlahnya cukup banyak muncul dan seakan-akan bermain dengan kami,” kenang Abdul Affan, Party Chief/Manager of Marine Seismic dari kapal Elsa Regent, saat bercerita kepada OG Indonesia tentang pengalaman timnya berlayar dalam ekspedisi seismik 2D dengan kapal Elsa Regent, Selasa (29/6/2021).

Elsa Regent merupakan kapal seismik terbaik di Indonesia saat ini yang dimiliki PT Elnusa Tbk. Dengan panjang 93,3 meter dan lebar 23,5 meter, kapal ini memiliki empat mesin diesel electric dengan total daya 12,3 Megawatt. Untuk menunjang sumber getaran seismik, kapal ini dilengkapi dengan tiga unit kompresor kapasitas tinggi hingga 6.600 CFM (kaki kubik per menit).

Sejak dilepas dari Pelabuhan Tanjung Priok pada 16 November 2019, Elsa Regent telah mengarungi hampir sepertiga perairan Nusantara hingga Agustus 2020. Misinya, melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) lewat kegiatan survei seismik 2D di perairan terbuka yang merupakan Komitmen Kerja Pasti (KKP) dari Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, pengelola Wilayah Kerja (WK) Jambi Merang. Melibatkan sampai 105 personil dalam rentang 230 hari kerja, Elsa Regent berhasil melintas sepanjang 31.140 km sehingga tercatat sebagai kegiatan survei seismik terpanjang di Asia Pasifik dalam sepuluh tahun terakhir. “Harapan kami dari hasil survei seismik 2D KKP PHE Jambi Merang ini dapat diteruskan menjadi giant discovery,” ucap Abdul Affan.

Pemerintah lewat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) saat ini tengah membidik target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) serta 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Salah satu alasannya karena berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak Indonesia akan meningkat lebih dari 130% dari saat ini yang sebesar 1,6 juta BOPD menjadi 3,9 juta BOPD pada tahun 2050. Konsumsi gas juga diprediksi akan meningkat lebih dari 290% dari saat ini yang sebesar 6 BSCFD menjadi 26 BSCFD pada tahun 2050. Sementara sampai kuartal I 2021 lifting minyak baru mencapai 676,2 ribu BOPD dan salur gas sekitar 5,5 BSCFD. Kondisi ini menyebabkan pemerintah pada saat ini masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negeri.

68 Cekungan Belum Dieksplorasi

Ada empat strategi yang diupayakan SKK Migas untuk menggapai target produksi 1 juta BOPD minyak dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030, yaitu mempertahankan tingkat produksi existing yang tinggi, akselerasi dari sumber daya ke produksi, menjalankan kegiatan enhanced oil recovery (EOR), serta agresif mencari cadangan baru melalui aktivitas eksplorasi. Terkait upaya yang terakhir disebut, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menegaskan bahwa Indonesia masih menyimpan banyak potensi hidrokarbon atau migas yang menunggu untuk ditemukan lewat upaya eksplorasi. “Indonesia masih memiliki banyak prospek migas. Dari 128 cekungan hidrokarbon yang ada, produksi migas berasal dari hanya 20 cekungan, sementara masih ada 68 cekungan yang belum dieksplorasi sama sekali,” jelas Dwi dalam acara ‘Oil and Gas Investment Day’ di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, medio Juni lalu.

Karena itu aktivitas eksplorasi terus digalakkan. Ada beberapa kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan pada tahun ini. Disampaikan Dwi Soetjipto, sampai April 2021 diperkirakan sudah dilakukan sebelas pengeboran sumur eksplorasi dari rencana 48 sumur yang dibor pada tahun ini. “Pengeboran eksplorasi (tahun) ini jauh lebih banyak dibandingkan pengeboran eksplorasi tahun-tahun yang sudah,” terang Dwi. Program eksplorasi lainnya adalah kegiatan Vibroseis sepanjang 1.000 km untuk memetakan potensi subvulkanik di Pulau Jawa. Lalu ada lagi kegiatan Pseudo 3-D Repro seluas 270 ribu km2, Full Tensor Gravity – Gradiometry (FTG) sepanjang 106.000 km, dan melakukan pemrosesan ulang data seismik 2D dari KKP PHE Jambi Merang.

Untuk data seismik 2D KKP PHE Jambi Merang, diungkapkan Dwi, saat ini masih dilakukan evaluasi subsurface di internal Pertamina dan PHE. “Sambil evaluasi tersebut, Pertamina akan mendapat kesempatan untuk memilih (lapangan) mana yang diambil,” jelasnya. Data hasil seismik sendiri nantinya akan dibuka oleh SKK Migas pada November 2021 sehingga investor lain juga dapat melihat dan mencari lapangan migas yang menurut mereka potensial untuk digarap. Hasil sementara ada beberapa prospek hidrokarbon yang cukup menarik dari beberapa cekungan. “Dari kalkukasi awal itu ada tanda-tanda, artinya ada potensi dari beberapa basin (cekungan),” ucap Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, memberikan bocoran kepada pihak media dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Giatkan Kajian G & G

Potensi hidrokarbon dari bumi Indonesia memang masih ada. Menurut Panuju, Koordinator Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Eksplorasi PPPTMGB “LEMIGAS” Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan mengesampingkan potensi migas dari 68 cekungan yang belum dieksplorasi saja masih terdapat banyak potensi tersisa dari 20 cekungan yang sudah diproduksi. “Melalui kajian G & G (geologi dan geofisika) dan statistik, sebenarnya dari 20 cekungan produksi itu diperkirakan masih ada sekitar 8,3 billion barrel oil equivalent (miliar barel minyak ekuivalen) yang belum ditemukan,” terang Panuju kepada OG Indonesia, Kamis (1/7/2021).

Karena itu, LEMIGAS juga giat melakukan kajian G & G hingga studi bersama dengan Ditjen Migas, SKK Migas, Badan Geologi, perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hingga institusi internasional seperti KIGAM dari Korea Selatan terkait eksplorasi migas di beberapa area. Di antaranya di lepas pantai timur Pulau Seram, Timor Barat, laut di utara Bali, Jawa Timur, Sumatera bagian tengah, Sumatera Utara, sampai area Mahakam di Kalimantan Timur. “Di antara blok-blok yang sekarang berproduksi, masih banyak area terbuka yang layak dievaluasi potensinya oleh KKKS. Seandainya hasil kajian G & G nanti positif, maka area terbuka tersebut bisa diakuisisi sebagai wilayah kerja migas baru,” tuturnya.

Bahkan untuk wilayah kerja yang sudah pernah ditawarkan kepada KKKS namun tidak laku, LEMIGAS juga melakukan kajian G & G ulang agar potensi yang belum terlihat dapat diinformasikan. “Biasanya kita melakukan penambahan dan peningkatan kualitas data melalui reprocessing, serta memperluas dan memperdalam kajian sehingga sinopsis WK Migas menjadi lebih komprehensif, lebih informatif, dan lebih menarik bagi investor,” tambah Panuju.

Guna menunjang kegiatan eksplorasi KKKS, Panuju menerangkan bahwa LEMIGAS juga berperan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) yang menyediakan jasa analisis laboratorium serta mengembangkan teknologi lain yang dibutuhkan. Seperti teknologi air gun yang bisa dipakai untuk melakukan akuisisi data seismik di daerah rawa atau pantai yang selama ini sulit dilakukan. LEMIGAS juga mengembangkan teknologi multispectral-hyperspectral airborne yang diterbangkan dengan drone untuk melakukan survei geologi permukaan di daerah yang sulit dijangkau seperti daerah rawa atau lereng terjal yang tidak bisa dipetakan oleh satelit. Dengan software pengolahan dan interpretasi yang dikembangkan LEMIGAS, citra yang dihasilkan alat ini dapat digunakan untuk membuat peta geologi detail suatu wilayah secara lebih cepat. “Termasuk bisa membedakan fluida rembesan seperti air, minyak atau gas. Kalau melihat ada rembesan minyak, berarti sistem migas sudah berjalan, sehingga orang akan lebih yakin untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut,” papar Panuju.

Pentingnya Keterlibatan Semua Pihak

Keterlibatan semua pihak untuk gencar melakukan eksplorasi migas memang sangat dibutuhkan. Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch mengatakan perlu ada kerja sama antara berbagai stakeholder agar kegiatan eksplorasi bisa bergerak, termasuk sesama instansi pemerintah. “Perlu adanya sinergi antara kementerian dalam mendukung kegiatan eksplorasi,” ujar Mamit kepada OG Indonesia, Jumat (2/7/2021).

Mamit juga mengungkapkan animo KKKS untuk melakukan eksplorasi migas sejatinya masih ada. Kendati demikian asa tersebut tentu harus didukung dengan kemudahan bagi KKKS untuk bereksplorasi. Yang utama adalah ketersediaan data awal dari pemerintah yang akan dikembangkan oleh KKKS. Menurut Mamit, dengan data yang lengkap tentunya akan mempermudah KKKS untuk mengolahnya menjadi pedoman dalam pencarian sumber daya migas baru. “Selain itu, karena eksplorasi ini ketidakpastiannya tinggi, maka alangkah baiknya jika KKKS mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi. Misalnya dari sisi perpajakan, perizinan dan juga isu sosial,” bebernya.

Tetapi Mamit juga mengingatkan bahwa rentang waktu dari awal eksplorasi migas hingga masuk ke tahapan produksi membutuhkan waktu yang cukup panjang dengan banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sehingga perlu kerja ekstra keras untuk bisa menikmati produksi migas pada tahun 2030 dari langkah eksplorasi yang diayunkan pada saat ini. 

Kendati demikian, tegas Mamit, jika SKK Migas beserta instansi terkait lainnya dapat mempermudah serta mempercepat berbagai syarat dan perizinan sejak tahap eksplorasi tentu akan sangat membantu pihak KKKS. “Saya kira sangat banyak PR yang harus dilakukan agar kegiatan eksplorasi bisa masif. Kegiatan seismik awal saya kira harus terus dilakukan agar data bisa semakin update pada lapangan-lapangan yang akan dilelang. Selain itu, insentif fiskal harus diberikan bagi KKKS yang akan mengadakan kegiatan eksplorasi agar beban mereka bisa berkurang mengingat biaya eksplorasi yang tidak sedikit,” saran Mamit kembali. (Ridwan Harahap)

Melacak Jejak Hidrokarbon, Memburu Satu Juta Barel Melacak Jejak Hidrokarbon, Memburu Satu Juta Barel   Reviewed by Ridwan Harahap on Jumat, Juli 02, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.