Jakarta, OG Indonesia -- Upaya PT Pertamina (Persero) untuk menjalankan perannya sebagai pengelola energi nasional terus dioptimalkan melalui strategi investasi yang tepat di seluruh lini bisnis perusahaan.
Di sektor hulu, sejak 2017 Pertamina mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengambil alih 11 Wilayah Kerja Migas terminasi yang sebelumnya dikelola operator lain. Pada Agustus 2021, ketika Blok Rokan resmi dikelola melalui Pertamina Hulu Rokan maka kontribusi Pertamina Group akan meningkat signifikan terhadap produksi migas nasional.
Dari realisasi investasi 2020 sebesar US$ 4,7 miliar, sektor hulu mendapat porsi tertinggi sebesar US$ 2,41 miliar atau 51%. Dan untuk menjaga pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis di tahun 2021, Pertamina kembali menganggarkan Capital Expenditure (Capex) sebesar US$ 10,7 miliar.
“Langkah ini merupakan upaya perseroan untuk menjaga kedaulatan energi nasional dengan meningkatkan produksi minyak dan gas serta mendukung pemerintah mewujudkan produksi 1 juta barel,” ungkap Fajriyah Usman, Pjs Senior VP Corporate Communications & Investor Relations Pertamina, Rabu (16/6/2021).
Di sektor pengolahan, kata Fajriyah, anggaran investasi Pertamina juga diperuntukkan untuk membangun infrastruktur pengolahan 4 Refinery Development Master Plan (RDMP) dan 1 Grass Root Refinery (GRR) yang akan terintegrasi dengan kilang Petrokimia. Sebagai kelanjutan dari implementasi program Biodiesel yang dijalankan sejak 2006, Pertamina juga berkomitmen mengembangkan Biofuel atau Biodiesel 100% dengan mempercepat penyelesaian proyek Biorefinery di 3 lokasi yakni kilang Cilacap, Dumai dan Plaju untuk memenuhi kebutuhan Biodiesel dengan mengolah sumber energi dari kelapa sawit yang melimpah di dalam negeri.
"Melalui investasi pembangunan kilang, Indonesia dapat mewujudkan swasembada atau kemandirian energi yang sangat diperlukan di masa depan,” ujarnya.
Lalu di sektor hilir, Fajriyah menuturkan, Pertamina juga terus mengembangkan infrastruktur penyaluran BBM, LPG, dan Gas. Saat ini, Pertamina sedang menuntaskan 14 lokasi Terminal BBM dan 4 lokasi Terminal LPG di Indonesia Timur. Untuk mendorong upaya konversi energi bagi pembangkit listrik PLN, Pertamina juga membangun infrastruktur LNG di 56 titik.
“Mengantisipasi era transisi energi, Pertamina terus mengembangkan PLTP, PLTS atau PLTGU untuk ketahanan energi nasional,” imbuhnya.
Anggaran investasi untuk seluruh proyek tersebut bersumber dari internal ekuitas perusahaan maupun pembiayaan eksternal dalam bentuk pinjaman loan, global bond atau pendanaan proyek/project financing.
Dari keseluruhan proyek, yakni 14 Proyek Strategis Nasional dan 300 proyek investasi lainnya di sektor hulu, hilir, dan energi bersih terbarukan, Pertamina memerlukan sekitar US$ 92 miliar sepanjang 2020-2024.
“Melalui proyek dan pemanfaatan dana yang produktif ini, Pertamina dapat meningkatkan pendapatan perusahaan yang secara bertahap digunakan untuk membayar pinjaman,” kata Fajriyah Usman, Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina.
Dalam rangka pengelolaan pinjaman, lanjut Fajriyah, Pertamina menjalankan beberapa strategi, di antaranya: disiplin pembentukan sinking fund, buyback global bond/liability management, cash management, akselerasi receivables collection antar perusahaan, serta disiplin monitoring hasil investasi.
Dengan strategi tersebut, perusahaan mampu merealisasikan kemampuan pembayaran obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2021 sebesar US$ 391 juta. Sebelumnya tahun 2020, Pertamina juga telah melunasi tiga corporate loan dengan total mencapai US$ 549,4 juta.
Pada tahun 2020, Pertamina juga terbukti berhasil mencatat rasio utang yang terjaga dengan baik dan masih kompetitif di antara perusahaan migas nasional maupun internasional lainnya. Tiga lembaga pemeringkat internasional yaitu Moody's, S&P dan Fitch menetapkan Pertamina pada peringkat investment grade masing-masing pada level Baa2, BBB, dan BBB.
“Kami melakukan upaya untuk tetap mempertahankan rasio utang dalam kontrol yang wajar sebagai perusahaan yang sehat. Debt to EBITDA tetap kita jaga, dan seluruh aspek Keuangan juga di monitor oleh KBUMN sebagai Pemegang Saham,” tandas Fajriyah. R3