Jakarta, OG Indonesia -- Industri petrokimia memiliki peran sentral dalam menopang berbagai aktivitas industri lain dan mencukupi kebutuhan harian masyarakat. Produk-produk petrokimia umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunannya. Sebut saja plastik, serat sintetis, karet sintetis, pestisida, detergen, pelarut, pupuk, dan berbagai jenis obat maupun vitamin.
Pada Tahun 2020, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa kebutuhan produk petrokimia hulu domestik Indonesia mencapai 6 juta ton. Potensi pasar Petrokimia dalam negeri, masih sangat besar untuk dapat memenuhi permintaan. Pemerintah menargetkan pada tahun 2025 mendatang, kapasitas produksi nasional bisa mencapai 70%.
Berlatar belakang kondisi riil tersebut, tim dari Universitas Pertamina yang menamai diri mereka ATHENA, menyusun proposal pengembangan proyek petrokimia. Melalui proposal ini, tim berhasil menyabet 2nd Runner Up dalam kategori Case Study Competition, di ajang Boreyes International Energy Fair 2021. Boreyes merupakan ajang internasional yang diselenggarakan oleh Society of Petroleum Engineers Padjadjaran University Student Chapter.
Ketua tim, Muhammad Athallah Naufal, mengungkapkan mereka mengusung solusi pengembangan integrated oil refineries atau kilang minyak terintegrasi.
“Selain minimnya pasokan produk petrokimia, sejak COVID-19 melanda dunia, bisnis migas juga mulai mengalami penurunan permintaan. Sehingga, banyak bahan baku minyak mentah yang tidak terserap. Melalui pengembangan kilang minyak dengan model ini, kita bisa mengalokasikan over supply minyak mentah tersebut untuk meningkatkan kemandirian Indonesia dalam mengolah produk petrokimia,” jelasnya, Kamis (22/4/2021).
Ike Yulianis, anggota tim, menambahkan, "Solusi yang kami gagas sejalan dengan target PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan kapasitas produksi petrokimia menjadi 12 juta ton per tahun pada tahun 2027 mendatang. Melalui Refinery Development Master Plan (RDMP) di sejumlah kilang PT Pertamina (Persero) di antaranya di Kilang Balongan, Cilacap, Balikpapan, Plaju, dan Dumai serta pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur".
Elizabeth Bella Ruth Septiana, anggota tim lainnya, mengatakan bahwa hadirnya mata kuliah Creative Problem Solving (CPS) dan Critical Thinking (CT) serta kegiatan kuliah pakar sangat membantu dalam menyusun solusi. “Melalui CPS dan CT, kami diajarkan untuk dapat menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang out of the box dan menemukan ide-ide baru yang didasarkan pada analisa kritis. Selain itu, kuliah pakar ‘UPbringing’ yang menghadirkan para ahli di bidangnya, juga membantu kami memahami kondisi riil yang terjadi di industri saat ini,” ungkapnya. R3