Jakarta, OG Indonesia -- Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Agus Puji Prasetyono mengatakan pemanfaatan limbah yang berasal dari pembakaran batubara atau Fly Ash and Bottom Ash (FABA) yang baru saja dikeluarkan dari kategori limbah B3 akan memberikan manfaat ekonomi yang luas.
Diterangkan olehnya, berdasarkan regulasi yang baru maka FABA bisa lebih dimanfaatkan untuk bahan-bahan tertentu yang memiliki nilai tambah ekonomi yang tinggi. "Ini bisa mendorong pemanfaatan (FABA) untuk bahan baku industri, untuk bahan baku pembuatan semen dan perumahan, hingga pertanian yang bisa diolah oleh UMKM," kata Agus dalam webinar bertajuk “Optimalisasi Pemanfaatan FABA Sumber PLTU Untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang digelar melalui channel YouTube Ruang Energi, Rabu (14/4/2021).
Di luar prospek pemanfaatan yang cukup luas, bahan baku FABA juga masih akan tersedia banyak di Indonesia dalam kurun waktu yang masih cukup lama. Karena berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ditegaskan bahwa hingga tahun 2050 pembangkit listrik yang berbahan baku batubara (PLTU) masih sangat besar, sehingga FABA masih akan terus ditemui dari sisa hasil pembakaran PLTU.
Apalagi menurut Agus, FABA hasil dari limbah PLTU berdasarkan data hasil uji karakterisitik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2020 masih berada di bawah baku mutu karakter bahan berbahaya dan beracun. Potensi pemanfaatan FABA ke depan pun cukup menjanjikan.
Produksi dan pemanfaatan FABA sendiri di luar negeri cukup tinggi. Di mana pada tahun 2019, produksi FABA di India 20 kali lebih banyak daripada Indonesia. Pemanfaatannya pun tinggi, mencapai 77 persen. Sedangkan di China pada tahun 2015 lalu, memiliki produksi hingga 60 kali lebih banyak dibandingkan Indonesia pada tahun 2019. Tingkat pemanfaatan di China pun sudah mencapai 70 persen.
Menurut Antonius R. Artono, DPP Bidang Diversifikasi Energi, Effensiensi dan K3 dan Lingkungan Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), India dan Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama, baik dari sisi jumlah penduduk hingga kebutuhan listriknya. Tetapi pemanfaatan FABA di India jauh lebih tinggi. “Mereka membuat regulasi dalam radius 300 kilometer dari lokasi PLTU, tidak boleh semen itu dipakai, harus FABA sehingga rasio pemanfaatan FABA presentasinya tinggi sekali,” ungkap Antonius.
Rasio pemanfaatan FABA di Indonesia sendiri, dijelaskan Antonius masih kurang dari 10 persen. “Sangat sedikit sekali pemanfaatannya,” tegasnya. Padahal menurut Antonius, faktanya pemanfaatan FABA di negara-negara maju seperti AS, Australia, Kanada, Jepang dan negara-negara di Eropa, sudah dilakukan sejak sepuluh tahun lalu. “Pemanfaatannya pun sudah sangat tinggi sekali,” beber Antonius. RH