Jakarta, OG Indonesia -- Sebagai salah satu negara pelopor energi dunia, menjadi raksasa energi di masa depan bagi Indonesia bukanlah harapan yang mustahil diwujudkan. Dalam pembukaan acara National Energy Week (NEW) yang diselenggarakan oleh Komunitas Migas Indonesia – Rusia dan Eropa Timur (KMI-RET), Rabu (10/3/2021), Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto memaparkan potensi dan tantangan untuk mewujudkannya.
"Indonesia memiliki potensi berupa cadangan energi fosil yakni minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Untuk energi fosil, gas bumi memiliki cadangan terbukti dan potensial yang paling banyak yakni 62,4 triliun cubic feet. Disusul batu bara sebanyak 38,8 miliar ton, dan minyak bumi 4,2 miliar barel. Sedangkan untuk umur cadangan terbukti, batu bara menempati urutan pertama, yakni 69 tahun, disusul gas bumi 18 tahun, dan minyak bumi 9 tahun," jelas Djoko.
Potensi energi lainnya adalah semua sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia yakni energi laut, panas bumi, bioenergi, bayu, hidro, dan surya yang potensi totalnya sebesar 417,8 Gigawatt (GW). Dari semua potensi yang ada, total pemanfaatannya baru sekitar 2,5% saja atau sebesar 10,4 GW.
Di samping itu, pada acara bertajuk “Tantangan Pemerintah untuk Mencapai 1 Juta BOPD” yang dilangsungkan melalui aplikasi zoom, Djoko Siswanto juga menyebutkan tantangan berupa menurunnya produksi crude (minyak mentah) dan meningkatnya impor crude serta bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline. Selanjutnya, impor LPG, tertekannya ekspor batu bara, serta infrastruktur gas dan listrik yang belum terintegrasi juga menjadi tantangan yang lain.
Untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki Indonesia, Djoko Siswanto menawarkan setidaknya sebelas solusi melalui Grand Strategy Energy National (GSEN). "Lima di antara solusi yang ditawarkan antara lain meningkatkan produksi crude dan akuisisi lapangan, meningkatkan kapasitas kilang BBM, mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi, meningkatkan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), dan mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT dan mengoptimalkan produksi BBN," papar Djoko.
Untuk menjalankan strategi yang ada, beberapa hal ditargetkan tercapai pada 2030, antara lain dengan mengurangi impor BBM dan meningkatkan produksi minyak mentah serta pengembangan EBT, mengurangi impor LPG dan optimalisasi batu bara, pengembangan infrastruktur gas bumi dan infrastruktur listrik. Kesimpulannya, ketahanan dan kemandirian energi diwujudkan dengan pemanfaatan sumber energi dalam negeri, pengembangan PLTS, efisiensi pembangkit, smart grid dan membuka peluang pasar energi bersih, pembangunan pipa transmisi gas dengan APBN, GSEN menghemat devisa dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Lalu perlu adanya dukungan dan insentif fiskal dari kementerian terkait serta mengikuti perkembangan teknologi untuk mengantisipasi energi masa depan.
Transisi energi juga diperlukan melalui percepatan EBT, kendaraan listrik, dan efisiensi energi. Beberapa hal yang ditargetkan untuk mencapai hal ini adalah dengan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar yang ditargetkan hingga tahun 2030, program cofiring biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ditargetkan hingga tahun 2035, proyek percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), konversi penggunaan BBM ke LNG untuk penyediaan listrik, konversi pembangkit listrik BBM ke EBT, Program B30, KBLBB, memperbanyak sumber pasokan Hidrokarbon selain konvensional, dan pengembangan CCUS (CO2 EOR) untuk meningkatkan produksi minyak sekaligus mencapai target reduksi emisi sektor energi di tahun 2030. RH