Foto: Hrp
Oleh: Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada
Di tengah masih merebaknya pandemi Covid-19 yang melanda dunia, volatalitas harga batu bara dunia cukup tinggi, tetapi belakangan cenderung menurun. Pada minggu kedua Januari 2021, harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle sempat tembus US$ 89,95 per ton. Namun, pada perdagangan akhir Januari 2021 terkoreksi minus 0,48% menjadi US$ 84,59 per ton, lalu kembali terkoreksi minus 0,42% menjadi US$ 82,55 per ton pada awal Februari 2021.
International Energy Agency (IEA) memprediksi permintaan batu bara global pada 2021 akan meningkat sekitar 2,6% dibanding permintaan global pada 2020. Namun, permintaan batu bara global pada tahun 2021 diperkirakan di bawah harga pada 2019, bahkan bisa lebih rendah jika asumsi pemulihan ekonomi meleset dan permintaan tidak terpenuhi. Penyumbang utama perbaikan permintaan batu bara masih didominasi oleh China, India, dan Asia Tenggara, yang mencapai sekitar 65% dari total permintaan batu bara dunia.
Selain sebagai produsen batu bara, China merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia. Dalam kondisi volume konsumsi batu bara di China lebih besar dari pada volume produksi batu bara, China berperan penting dalam mengendalikan harga batu bara dunia pada harga relatif rendah. Berakhirnya musim dingin dan perayaan Imlek menyebabkan penggunaan listrik di China melandai sehingga permintaan batu bara di China juga akan semakin menurun, yang menyebabkan harga batu bara dunia akan kembali terkoreksi pada bulan-bulan berikutnya. Selain itu, manufacturing index pun tidak menunjukkan kenaikan, sehingga kebutuhan akan listrik juga tidak melonjak.
Dengan tren penurunan harga batu bara dunia yang terjadi belakangan, Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) turun menjadi US$ 84,49 per ton pada Maret 2021, turun 3,3 US$/ton dibanding HBA Januari 2021 sebesar US$ 87,49 per ton. Sedangkan harga Domestic Market Obligation (DMO), ditetapkan untuk penjualan batu bara kepada PLN, sebesar US$ 70 per ton.
Di tengah tren penurunan harga batu bara global, yang terus menurun, harga ekspor batu bara setelah dikurangi ongkos kirim diproyeksikan bisa mendekati US$ 80 atau bahkan di bawah US$ 80 per ton jika tren penurunan ini terus terjadi. Apabila proyeksi itu benar, prioritas penjualan batu bara kepada PLN barangkali lebih menarik ketimbang mendahulukan penjualan batu bara ke pasar global. Alasannya, penjualan tersebut bersifat jangka panjang, sedangkan harga batu bara di luar negeri bersifat spot atau jangka pendek.