Jakarta, OG Indonesia -- Greenpeace Indonesia menegaskan bahwa insiden kebakaran di Kilang Pertamina Balongan, Indramayu, Jawa Barat, pada hari Senin (29/3/2021) ini, menambah deretan kisah tragis kecelakaan dan bencana yang disebabkan oleh industri ekstraktif.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak membuka data, pada tahun 2019, petaka tumpahan minyak mentah dari operasi PT Pertamina Hulu Energi terjadi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat, yang menghancurkan kehidupan perekonomian masyarakat dan ekosistem darat serta perairan sekitar. Juga kejadian kebakaran di Kilang Pertamina di Balikpapan.
Dia pun menuturkan, kebakaran di Kilang Pertamina Balongan tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Sebab berbagai polutan berbahaya yang timbul dari kebakaran tidak hanya akan mencemari udara sekitar kilang, tetapi bisa terbawa jauh tergantung pada arah dan kecepatan angin.
"Pertamina harus melakukan langkah mitigasi yang menyeluruh terhadap berbagai risiko kebakaran kilang, termasuk dampaknya bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat sekitar," ucap Leonard dalam keterangan resminya, Senin (29/3/2021).
Berkaca pada kerugian di berbagai kejadian sebelumnya, Leonard mengatakan tentunya semua pihak tidak ingin deretan bencana yang ditimbulkan oleh sektor industri ekstraktif seperti minyak bumi dan batu bara terus berlanjut. Menurutya, ketergantungan kita terhadap energi ekstraktif harus segera dipangkas. Bauran energi nasional harus memberikan porsi terbesar bagi energi terbarukan seperti surya dan bayu. Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR) Indonesia harus memberikan arah kebijakan konkrit untuk mewujudkan bauran energi tersebut. Serta, pemerintah harus melakukan revisi target penurunan emisi ke arah yang lebih ambisius.
"Bila hanya keuntungan semata yang diprioritaskan, maka keberlangsungan alam dan kehidupan manusia akan rusak," terang Leonard.
Untuk itu, Greenpeace mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan tuntutan pidana terhadap Pertamina sebagai pelaku berulang bencana lingkungan. "Ini bukan pertama kalinya, dan ini tidak akan menjadi yang terakhir kecuali tindakan tegas diambil. Waktu untuk terus menerus menguntungkan korporasi sudah berakhir, ini saatnya Pemerintah meletakkan kepentingan rakyat sebagai prioritas," sergahnya.
Leonard menambahkan, investigasi menyeluruh juga harus segera dijalankan terhadap kasus ini. Apabila terdapat kelalaian atau pelanggaran prosedur HSE (Health and Safety Operation) di fasilitas Pertamina, mereka harus dikenakan tanggung jawab secara hukum akan adanya praktik tidak aman yang menyebabkan cedera atau kecelakaan yang membahayakan nyawa dan kesehatan para pekerja dan masyarakat sekitar.
“Pemerintah harus menetapkan peraturan yang lebih ketat untuk industri perminyakan agar lebih aman dan lebih bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka lakukan,” tutup Leonard. R3