Jakarta, OG Indonesia -- Pada peringatan 75 tahun Hari Listrik Nasional yang jatuh pada 27 Oktober 2020 ini, Ketua Umum Serikat Pekerja PLN (SP PLN) M. Abrar Ali mengajak Direksi PLN untuk bersinergi dalam mengawal setiap permasalahan yang berpotensi menjadi ancaman atas eksistensi PLN dalam menjalankan peran strategisnya menjaga kesinambungan penyediaan tenaga listrik di negeri ini.
Abrar
menyambut positif perubahan budaya perusahaan di PLN pada masa Zulkifli Zaini
sebagai Direktur Utama. Lewat perubahan AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis,
Loyal, Adaptif dan Kolaboratif) seperti arahan Menteri BUMN Erick Thohir,
menurut Abrar diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan
listrik oleh PLN.
“Sehingga
diharapkan pendapatan perusahaan pun bisa meningkat yang nantinya akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan insan PLN,” kata Abrar dalam
keterangannya bersama Bintoro Suryo Sudibyo (Sekjend), Budi Setianto, (Bendum) dan
Parsahatan Siregar (Wasekjend II), Selasa (27/10/2020) di Sekretariat DPP SP PLN,
Jakarta.
Namun
kinerja PLN saat ini cukup terdampak akibat dari pandemi COVID-19 yang tengah melanda
dunia. Abrar mengakui pandemi COVID-19 berakibat pada turunnya penjualan tenaga
listrik oleh PLN. Pada semester I tahun 2020 ini, kendati masih bisa mencatat
laba sebesar Rp. 273,059 miliar, capaian PLN tersebut turun sampai 97%
dibanding semester I tahun 2019 yang mencatat laba sebesar Rp. 7,35 triliun.
Selanjutnya,
ada beberapa catatan SP PLN dalam pengelolaan listrik di Tanah Air saat ini.
Abrar menilai, kontrak IPP perlu dilakukan renegosiasi ulang dengan pihak IPP sehingga
menjadi saling menguntungkan. “Dalam berbagai kesempatan, SP PLN menyatakan
dukungannya kepada Direksi PLN untuk melakukan renegosiasi kontrak IPP Program
35.000 MW,” tegasnya.
“Di tengah
peringatan 75 Tahun Hari Listrik Nasional harapannya Pemerintah lebih bisa
mendengar dan memfasilitasi upaya-upaya yang dilakukan oleh PLN baik melalui Direksi
PLN ataupun SP PLN dalam menjaga kelangsungan pasokan tenaga listrik di mana
salah satunya dengan melakukan renegosiasi kontrak IPP Program 35.000 MW,”
sambung Abrar.
Hal
lain yang juga menjadi perhatian SP PLN saat ini adalah terkait UU Cipta Kerja
atau Omnibus Law. “SP PLN juga menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law karena
dikhawatirkan akan berdampak langsung pada pengelolaan sektor ketenagalistrikan
di negeri ini,” ucapnya.
Namun
berbeda dengan aksi penolakan yang dilakukan oleh banyak serikat pekerja/buruh
terhadap undang-undang tersenut, SP PLN dikatakan Abrar lebih menggunakan
cara-cara yang lebih efektif dan konstruktif yaitu dengan menginstruksikan
pemasangan spanduk penolakan UU Cipta Kerja/Omnibus Law dan menempuh langkah
melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang rencananya akan bergabung
bersama-sama elemen masyarakat dan serikat pekerja/buruh lainnya.
“Dari
awal SP PLN ketika spanduk penolakan terpasang pertama kali tanggal 5 Oktober
2020 telah menggaungkan upaya langkah hukum melalui Judicial Review ke
Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan bahwa PLN merupakan aset strategis
bangsa dan obyek vital nasional,” tuturnya.
Dan untuk internal PLN sendiri khususnya kepada Direksi PT PLN (Persero), Abrar menyampaikan harapannya agar perundingan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) yang sempat dihentikan pada bulan Agustus 2016 oleh manajemen PLN agar segera dilanjutkan kembali untuk memberikan perlindungan bagi setiap insan PLN sehingga produktivitas pegawai juga meningkat. “Dengan meningkatnya produktivitas dan pendapatan maka diharapkan PLN akan semakin maksimal dalam menjalankan perannya menjaga kedaulatan energi di negeri sendiri,” pungkasnya. R2