Usaha kerupuk KWT Kenanga dapat bergulir kembali berkat sentuhan Pertagas. Foto: Ridwan Harahap |
Karawang, OG Indonesia – Sebuah bangunan baru terlihat menempel di belakang sekolah PAUD Anugrah dan Posyandu Kenanga yang berdiri di atas tanah Yayasan Abu Safei di Dusun Kedawung, Desa Tanjung, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Beberapa perempuan berumur dan bermasker terlihat sibuk hilir mudik di bangunan yang dijadikan rumah produksi untuk cemilan kerupuk miskin tersebut. Ada yang tampak bekerja mencetak adonan, ada yang sesekali sibuk mengamati oven, dan ada yang menjemur kerupuk di luar bangunan. Di bagian paling belakang bangunan, dalam ruangan berukuran 2 x 3 meter ada juga yang dengan cekatannya menggoreng kerupuk di alat penggarangan. Sementara di muka bangunan, kerupuk-kerupuk yang sudah jadi sibuk dibungkus ke dalam kemasan.
Aktivitas produksi kerupuk miskin yang dijalankan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenanga tersebut jadi pertanda masih ada nadi ekonomi yang berdenyut di tengah pandemi COVID-19. Ya, wabah korona memang telah membawa gelombang masalah yang dahsyat ke berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya terkait persoalan kesehatan masyarakat, tetapi sektor ekonomi juga turut terhantam. Banyak perusahaan yang mengurangi jumlah karyawan dan tidak sedikit pula yang harus menutup usahanya.
Namun di tengah pandemi yang terjadi itu ternyata masih ada kegiatan usaha yang bisa bersemi seperti usaha kerupuk miskin KWT Kenanga. Kerupuk miskin merupakan cemilan khas wilayah Pantura. Disebut kerupuk miskin karena kerupuk yang berbahan dasar tepung kanji atau tapioka ini cukup murah, sebab digoreng tidak memakai minyak goreng, melainkan dengan pasir panas.
Aktivitas produksi kerupuk miskin yang dijalankan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenanga tersebut jadi pertanda masih ada nadi ekonomi yang berdenyut di tengah pandemi COVID-19. Ya, wabah korona memang telah membawa gelombang masalah yang dahsyat ke berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya terkait persoalan kesehatan masyarakat, tetapi sektor ekonomi juga turut terhantam. Banyak perusahaan yang mengurangi jumlah karyawan dan tidak sedikit pula yang harus menutup usahanya.
Namun di tengah pandemi yang terjadi itu ternyata masih ada kegiatan usaha yang bisa bersemi seperti usaha kerupuk miskin KWT Kenanga. Kerupuk miskin merupakan cemilan khas wilayah Pantura. Disebut kerupuk miskin karena kerupuk yang berbahan dasar tepung kanji atau tapioka ini cukup murah, sebab digoreng tidak memakai minyak goreng, melainkan dengan pasir panas.
Diceritakan Jubaedah (43), Ketua
KWT Kenanga, mulai Agustus 2020 dirinya bisa bernapas lega sebab kegiatan produksi dua varian kerupuk miskin
KWT Kenanga yaitu kerupuk pelangi dan kerupuk kelor bisa dilakukan lebih nyaman
di rumah produksi baru yang konstruksinya dibangun oleh PT Pertamina Gas (Pertagas).
Sebelumnya, produksi kerupuk dilakukan di rumah perempuan yang akrab disapa Mak
Edah tersebut, namun lingkungannya kurang bersih sebab ada kandang ayam. “Dari
Dinas Kesehatan nggak boleh, kumuh ada comberan. Ya alhamdulillah
dikasih bangunan ini,” cerita Mak Edah kepada OG Indonesia, Jumat
(21/8/2020).
Bukan tanpa perjuangan untuk mewujudkan semuanya. Mak Edah berkisah dirinya harus pergi ke sana kemari untuk mencari bantuan dana saat kegiatan usaha KWT Kenanga nyaris tutup. Salah satunya ke kantor Pertamina dan anak-anak usahanya yang banyak beroperasi di sekitar wilayah Cilamaya. Permohonan pengajuan program CSR-nya pun berbuah hasil ketika mendapat respon positif dari pihak Pertagas. Pertagas memang mengoperasikan Stasiun Kompresor Gas (SKG) di Kecamatan Cilamaya, untuk mengatur distribusi gas bumi area Jawa Bagian Barat yang pipa-pipanya melewati beberapa kecamatan lain di Kabupaten Karawang. Salah satunya Kecamatan Banyusari, tempat usaha KWT Kenanga berada.
Bukan tanpa perjuangan untuk mewujudkan semuanya. Mak Edah berkisah dirinya harus pergi ke sana kemari untuk mencari bantuan dana saat kegiatan usaha KWT Kenanga nyaris tutup. Salah satunya ke kantor Pertamina dan anak-anak usahanya yang banyak beroperasi di sekitar wilayah Cilamaya. Permohonan pengajuan program CSR-nya pun berbuah hasil ketika mendapat respon positif dari pihak Pertagas. Pertagas memang mengoperasikan Stasiun Kompresor Gas (SKG) di Kecamatan Cilamaya, untuk mengatur distribusi gas bumi area Jawa Bagian Barat yang pipa-pipanya melewati beberapa kecamatan lain di Kabupaten Karawang. Salah satunya Kecamatan Banyusari, tempat usaha KWT Kenanga berada.
Di samping ikut membantu membangun rumah produksi,
Pertagas juga turut memberikan alat produksi seperti alat penggarangan kerupuk sampai
menyokong bahan baku untuk produksi awal kerupuk kala KWT Kenanga memulai kembali usahanya. Mak Edah mengungkapkan kegiatan usaha KWT Kenanga yang
bermula sejak tahun 2017 memang sempat terhenti karena kekurangan modal. Apalagi setelah pandemi COVID-19 melanda di awal tahun ini di mana banyak toko dan
pasar yang tutup sehingga membuat distribusi kerupuk jadi tersendat.
Dengan bergulir kembalinya roda produksi kerupuk, KWT Kenanga bisa merekrut tenaga kerja lagi. Mak
Edah punya ide solutif terkait ini dengan memberdayakan empat orang janda tua yang
sudah tidak punya penghasilan tetap. “Saya ambilnya para janda yang sudah tidak
ada suami, sudah tidak bisa ke sawah, yang sudah tidak punya penghasilan lah,”
tuturnya. Salah satu ibu yang turut membantu adalah Teti (53). Dirinya mengaku sangat senang bisa mendapat penghasilan tambahan dari kegiatannya membantu produksi kerupuk di KWT
Kenanga. “Saya bisa dapat Rp 25.000 sehari, (bekerja) dari jam 8 pagi sampai
jam 12 siang,” ucapnya bersyukur.
Berkat bantuan Pertagas, produksi kerupuk KWT Kenanga pun kian produktif, dari sebelumnya hanya dilakukan 2 hari dalam seminggu menjadi 6 hari dalam seminggu. Dalam sehari, KWT Kenanga bisa
memproduksi kerupuk sekitar 10 kilogram. Mak Edah mengungkapkan,
setelah dikurangi berbagai biaya produksi, kelompoknya bisa meraup untung
bersih Rp 10.000 untuk setiap 1 kilogram kerupuk yang diproduksi.
Dari untung bersih
yang didapat setiap harinya tersebut, lalu dibagi rata kepada lima orang yang
terlibat dalam kegiatan produksi kerupuk. “Jadi kami itu bukannya bos sama
karyawan, tetapi bagi hasil,” jelas Mak Edah. Dia pun bercerita tentang betapa
senangnya para ibu tersebut saat menerima uang bagi hasil setiap tiga hari
sekali. “Begitu gajian suka pada senyum karena dapat uang,” cerita ibu tiga
anak ini.
Jubaedah atau akrab disapa Mak Edah sedang mengolah kerupuk pelangi di alat penggarangan yang diberikan oleh Pertagas. Foto: Ridwan Harahap |
Untuk pemasaran, kerupuk pelangi
dan kerupuk kelor KWT Kenanga didistribusikan ke berbagai pasar, warung, hingga ke penjual bakso oleh Pak Azis, suami dari Mak Edah. Harganya sangat
terjangkau, dari rumah produksi dijual Rp 4.000 per bungkus dan di pasaran dibanderol
sekitar Rp 5.000 per bungkus.
Selain itu KWT Kenanga kerap pula diajak dinas
terkait serta pihak Pertagas untuk mengikuti pameran UMKM. Di pameran, kerupuk
bisa dijual dengan harga lebih tinggi yaitu Rp 6.000 sampai Rp 8.000. “Sekarang
sama bapak Pertamina juga diajarin online, saya sudah mulai belajar,”
ujar Mak Edah yang kendati waktu kecil hanya sempat sekolah hingga kelas 4 SD, namun kini berhasil mengejar ketertinggalannya dengan belajar hingga Paket C
atau setara SMA.
Memang Pertagas tidak hanya
memberikan modal serta fasilitas usaha, tetapi juga memperkuat kemampuan enterpreneur
dari pelaku usaha binaannya. Selain diberi pelatihan pemasaran online, KWT
Kenanga juga ditantang berinovasi dan melakukan diversifikasi produk yang
dihasilkan. Seperti untuk kerupuk yang awalnya hanya memproduksi kerupuk
pelangi, berkat inovasi Mak Edah maka muncul varian kerupuk kelor yang
memanfaatkan banyaknya tanaman kelor di lingkungan sekitar. Beberapa bahan lain
pun saat ini sedang dicoba seperti jamur merang dan lainnya, untuk menambah
varian rasa produk kerupuk. Dengan semakin banyak produk yang dihasilkan, Mak
Edah berharap akan semakin banyak tenaga kerja yang bisa terserap. “Sudah
banyak para janda yang mau daftar mah,” ungkapnya sambil tertawa.
Di luar produk kerupuk, KWT
Kenanga juga punya produk jamu atau minuman herbal seperti jahe sereh dan
kunyit asam. Untuk semua produk dari kerupuk hingga minuman herbal, KWT
Kenanga juga mendapatkan pelatihan packaging dari Pertagas agar
kemasannya menarik dan pemasarannya bisa tembus ke mini market serta dapat dipasarkan
secara online ke wilayah yang lebih luas. Saat ini pemasaran produk
rumahan KWT Kenanga telah beredar luas di seputaran wilayah Karawang.
Menurut Risna Resnawaty, Pengamat CSR yang juga Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, apa yang dilakukan Pertagas dengan mendorong UMKM binaannya melakukan diversifikasi usaha merupakan suatu hal yang positif. "Dalam pembinaan UMKM, perusahaan memang perlu mendorong UMKM untuk terus melakukan proses kreatif dan berinovasi," ucap Risna.
Menurut Risna Resnawaty, Pengamat CSR yang juga Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, apa yang dilakukan Pertagas dengan mendorong UMKM binaannya melakukan diversifikasi usaha merupakan suatu hal yang positif. "Dalam pembinaan UMKM, perusahaan memang perlu mendorong UMKM untuk terus melakukan proses kreatif dan berinovasi," ucap Risna.
Zainal Abidin, Manager
Communication, Relations & CSR PT Pertamina Gas, mengatakan bahwa Pertagas
sebagai perusahaan terafiliasi dengan PT Pertamina (Persero) memang ingin turut
membantu warga sekitar terutama di wilayah Ring 1 daerah operasi perusahaan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya lewat bantuan serta pelatihan usaha yang
diberikan, apalagi di tengah situasi pandemi saat ini.
Ditambahkan olehnya, dalam memilih mitra binaannya Pertagas melihat permasalahan apa yang ada di
wilayah sekitarnya. Seperti Desa Tanjung di Kecamatan Banyusari yang setelah
dipetakan ternyata pernah menjadi desa rawan pangan pada tahun 2017 sehingga
Pertagas turut melakukan intervensi serta mencari potensi dari Desa Tanjung
yang bisa dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat setempat. “Dalam
menentukan program Community Development, Pertagas selalu mengacu pada hasil social
mapping, utamanya di daerah-daerah yang berada di sepanjang jalur pipa atau
infrastruktur operasi perusahaan,” terang Zainal.
Dia menilai warga Desa Tanjung
khususnya KWT Kenanga sudah punya modal keterampilan sehingga tidak sulit untuk
dilakukan intervensi untuk pengembangannya. “Harapan kita KWT Kenanga mampu
menjawab masalah utama yang dihadapi warga desa setempat, utamanya masalah
ketahanan pangan. Dengan berdayanya kelompok wanita tani di desa, semoga mampu
memberi peningkatan ekonomi khususnya keluarga anggota kelompok,” paparnya.
Sementara itu Firmansyah, Head of
District Cilamaya PT Pertamina Gas, berharap kegiatan operasi perusahaan bisa berjalan lancar serta masyarakat sekitar juga bisa turut diberdayakan. Dirinya pun siap
untuk terus mengawal kegiatan community development di wilayah
operasi Pertagas di seputar Cilamaya. “Kita men-support dan melakukan
pengawasan. Alhamdulillah (kegiatan usaha KWT Kenanga) sekarang berjalan
lancar, mudah-mudahan seterusnya bisa berkembang lebih maju lagi,” kata Firmansyah.
Ditambahkan Risna Resnawaty, pembinaan UMKM sebagai salah satu bentuk CSR seperti yang dilakukan Pertagas merupakan pilihan yang sangat baik. "Jika melihat resiliensi dari UMKM di Indonesia, itu menjadi sektor yang tangguh dan dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan. Apalagi di saat pandemi COVID-19 di mana pembinaan terhadap UMKM akan mendorong perekonomian masyarakat lokal," bebernya. (Ridwan Harahap)
Ditambahkan Risna Resnawaty, pembinaan UMKM sebagai salah satu bentuk CSR seperti yang dilakukan Pertagas merupakan pilihan yang sangat baik. "Jika melihat resiliensi dari UMKM di Indonesia, itu menjadi sektor yang tangguh dan dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan. Apalagi di saat pandemi COVID-19 di mana pembinaan terhadap UMKM akan mendorong perekonomian masyarakat lokal," bebernya. (Ridwan Harahap)
Berkat Pertagas, Kegiatan Usaha KWT Kenanga Kembali Bersemi di Tengah Pandemi
Reviewed by OG Indonesia
on
Jumat, Agustus 21, 2020
Rating: