Oleh: I Gusti Suarnaya Sidemen, Pemerhati Migas dan Lingkungan
Meskipun program pengembangan energi baru terbarukan berkembang pesat. Kebutuhan energi Indonesia tidak akan dapat terpenuhi dari energi baru terbarukan semata. Minyak dan gas bumi masih menjadi sumber energi untuk memenuhi setengah lebih kebutuhan energi nasional sampai tahun 2040. Karena itu merupakan suatu keharusan bagi Indonesia untuk terus mampu menjaga produksi minyak dan gas bumi di tanah air. Program SKKMIGAS untuk menningkatkan produksi menjadi 1 juta barel per hari tahun 2030 adalah program yang perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan agar tercapai.
Salah satu progran yang diperlukan dalam mencapai visi 1 juta barel per hari tersebut adalah penerpan Enhanced Oil recovery (EOR). EOR adalah peningkatan perolehan minyak dengan penambahan energi dan/atau bahan bahan yang dapat mengubah sistem fluida dan batuan di dalam reservoir minyak sehingga meningkatkan jumlah minyak yang dapat diproduksikan dari reservoar itu.
Total cadangan minyak Indonesia yang diketahui adalah 73 miliar barel. Di antaranya, 23.69 barel sudah diproduksikan. Namun sejumlah 46.2 milyar barel masih berada di dalam reservoir dan tidak dapat diproduksikan dengan proses produksi yang biasa. Sisa cadangan yang dapat diproduksikan secara alami adalah 3.3 milyar barel. Dari 46,2 milyar barel yang masih ada di reservoir berpotensi dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi EOR untuk menambah produksi minyak nasional.
Teknik produksi tertier atau EOR ini biasanya dipergunakan pada lapangan yang mature (tua) dengan menginjeksikan gas atau fluida untuk menggerakkan minyak yang tersisa yang tertahan pada batuan reservoir akibat gaya kapiler dan kelekatan yang kuat maupun tegangan antar muka yang besar antara minyak dan batuan reservoir. Tingkat pengurasan dengan EOR bisa mencapai 15-25%.
Pilihan teknologi atau metoda yang dilakukan untuk melakukan EOR tergantung dari kekentalan (viskositas) minyak dan kedalaman reservoar dan faktor lainnya yang khas untuk masing-masing lapangan.
Langkah-langkah penerapan EOR di Indonesia saat ini sudah dimulai dengan skala lab dan pilot project. Tetapi agar program EOR bisa berjalan salah satu yang juga sangat penting adalah menyiapkan pengendalian risiko dan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan EOR.
Sebagai proyek dengan skala yang basanya cukup besar proyek EOR mempunyai risiko dan potensi dampak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak lingkungan dapat berupa emisi udara, air buangan, tumpahan bahan kimia atau minyak, kebisingan dari aktivitas kontruksi dan pengeboran. Mekanisme terjadinya pencemaran lingkungan dalam penerapan EOR dapat terjadi dari proses pengangkutan, kebocoran tempat penyimpanan, kegagalan sistem sumur dan migrasi reservoir.
Dampak pencemaran tergantung dari bahan kimia yang digunakan dalam proses EOR. Potensi masalah lingkungan yang memerlukan pengawasan dengan baik adalah kemungkinan terkontaminasinya air tanah dari kegiatan EOR, sampai dampak terhadap kesehatan dari bahan-bahan kimia yang digunakan dan dampak geologis seperti amblasnya permukaan tanah tempat dilaksanakan EOR.
Karena itu, kegiatan monitoring merupakan kegiatan penting untuk memastikan tidak terdapat dampak negatif dari proyek EOR. Monitoring juga bertujuan agar anomali atau kegagalan instalasi dapat diketahui sedini mungkin. Monitiroing dapat dilakukan dengan melakukan monitoring integritas peralatan dan sumur dan monitoring dampak EOR pada lingkungan.
Tahapan monitoring proyek EOR dapat dikelompokan menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) Pengembangan baseline, 2) Monitor Kecenderungan, 3) Monitor Problem yang memerlukan perhatian dan 4) Monitor untuk mengetahui efektifitas kontrol atau pengendalian.
Agar program EOR berjalan dengan baik seyogyanya program pengendalian yang diperlukan sudah disiapkan regulator pararel dengan kegiatan riset dan pilot project yang sudah disiapkan. Tanpa kesiapan regulator untuk mengendalikan dampak lingkungan dan keselamatan operasi implementasi EOR bisa tertunda-tunda tanpa kepastian.
Meskipun program pengembangan energi baru terbarukan berkembang pesat. Kebutuhan energi Indonesia tidak akan dapat terpenuhi dari energi baru terbarukan semata. Minyak dan gas bumi masih menjadi sumber energi untuk memenuhi setengah lebih kebutuhan energi nasional sampai tahun 2040. Karena itu merupakan suatu keharusan bagi Indonesia untuk terus mampu menjaga produksi minyak dan gas bumi di tanah air. Program SKKMIGAS untuk menningkatkan produksi menjadi 1 juta barel per hari tahun 2030 adalah program yang perlu didukung oleh semua pemangku kepentingan agar tercapai.
Salah satu progran yang diperlukan dalam mencapai visi 1 juta barel per hari tersebut adalah penerpan Enhanced Oil recovery (EOR). EOR adalah peningkatan perolehan minyak dengan penambahan energi dan/atau bahan bahan yang dapat mengubah sistem fluida dan batuan di dalam reservoir minyak sehingga meningkatkan jumlah minyak yang dapat diproduksikan dari reservoar itu.
Total cadangan minyak Indonesia yang diketahui adalah 73 miliar barel. Di antaranya, 23.69 barel sudah diproduksikan. Namun sejumlah 46.2 milyar barel masih berada di dalam reservoir dan tidak dapat diproduksikan dengan proses produksi yang biasa. Sisa cadangan yang dapat diproduksikan secara alami adalah 3.3 milyar barel. Dari 46,2 milyar barel yang masih ada di reservoir berpotensi dapat diproduksikan dengan menggunakan teknologi EOR untuk menambah produksi minyak nasional.
Teknik produksi tertier atau EOR ini biasanya dipergunakan pada lapangan yang mature (tua) dengan menginjeksikan gas atau fluida untuk menggerakkan minyak yang tersisa yang tertahan pada batuan reservoir akibat gaya kapiler dan kelekatan yang kuat maupun tegangan antar muka yang besar antara minyak dan batuan reservoir. Tingkat pengurasan dengan EOR bisa mencapai 15-25%.
Pilihan teknologi atau metoda yang dilakukan untuk melakukan EOR tergantung dari kekentalan (viskositas) minyak dan kedalaman reservoar dan faktor lainnya yang khas untuk masing-masing lapangan.
Langkah-langkah penerapan EOR di Indonesia saat ini sudah dimulai dengan skala lab dan pilot project. Tetapi agar program EOR bisa berjalan salah satu yang juga sangat penting adalah menyiapkan pengendalian risiko dan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan EOR.
Sebagai proyek dengan skala yang basanya cukup besar proyek EOR mempunyai risiko dan potensi dampak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak lingkungan dapat berupa emisi udara, air buangan, tumpahan bahan kimia atau minyak, kebisingan dari aktivitas kontruksi dan pengeboran. Mekanisme terjadinya pencemaran lingkungan dalam penerapan EOR dapat terjadi dari proses pengangkutan, kebocoran tempat penyimpanan, kegagalan sistem sumur dan migrasi reservoir.
Dampak pencemaran tergantung dari bahan kimia yang digunakan dalam proses EOR. Potensi masalah lingkungan yang memerlukan pengawasan dengan baik adalah kemungkinan terkontaminasinya air tanah dari kegiatan EOR, sampai dampak terhadap kesehatan dari bahan-bahan kimia yang digunakan dan dampak geologis seperti amblasnya permukaan tanah tempat dilaksanakan EOR.
Karena itu, kegiatan monitoring merupakan kegiatan penting untuk memastikan tidak terdapat dampak negatif dari proyek EOR. Monitoring juga bertujuan agar anomali atau kegagalan instalasi dapat diketahui sedini mungkin. Monitiroing dapat dilakukan dengan melakukan monitoring integritas peralatan dan sumur dan monitoring dampak EOR pada lingkungan.
Tahapan monitoring proyek EOR dapat dikelompokan menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) Pengembangan baseline, 2) Monitor Kecenderungan, 3) Monitor Problem yang memerlukan perhatian dan 4) Monitor untuk mengetahui efektifitas kontrol atau pengendalian.
Agar program EOR berjalan dengan baik seyogyanya program pengendalian yang diperlukan sudah disiapkan regulator pararel dengan kegiatan riset dan pilot project yang sudah disiapkan. Tanpa kesiapan regulator untuk mengendalikan dampak lingkungan dan keselamatan operasi implementasi EOR bisa tertunda-tunda tanpa kepastian.
Mengendalikan Dampak Lingkungan EOR Migas
Reviewed by OG Indonesia
on
Jumat, Maret 06, 2020
Rating: