Tangerang Selatan, OG Indonesia -- Prosedur pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah dilakukan dengan standar keamanan dan keselamatan yang ketat. Pengelolaan limbah radioaktif telah diatur di dalam undang-undang nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran yang pelaksanaannya dilakukan oleh badan pelaksana yakni BATAN.
Deputi Teknologi Energi Nuklir, Suryantoro menjelaskan, dalam undang-undang ketenaganukliran telah dinyatakan bahwa pengelolaan limbah radioaktif meliputi pengumpulan, pengelompokan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Sedangkan limbah radioaktif itu berasal dari penghasil limbah radioaktif, dalam hal ini para pemegang izin pemanfaatan zat radioaktif.
Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif, BATAN juga mengacu pada peraturan pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2015 yang mengatur tentang keselamatan radiasi dan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif. Selain itu, pengelolaan limbah radioaktif juga diatur dalam PP nomor 61 tahun 2013.
“Semua peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan limbah radioaktif ini bertujuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan kepada pekerja, masyarakat, dan lingkungan,” kata Suryantoro.
Ia menjelaskan, saat ini zat radioaktif banyak dimanfaatkan di bidang industri, kesehatan, dan penelitian. Dalam pemanfaatannya, para pengguna harus mendapatkan izin pemanfaatan zat radioaktif dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Apabila zat radioaktif sudah tidak dimanfaatkan lagi, maka pemegang izin harus melimbahkan zat radioaktif tersebut. “Ada dua mekanisme pelimbahan zat radioaktif bila tidak digunakan lagi yaitu dikembalikan ke negara asal atau diserahkan ke badan pelaksana yaitu BATAN untuk dikelola dan disimpan dalam tempat penyimpanan limbah radioaktif,” tambahnya.
Menurut Suryantoro, apabila pemegang izin memilih mengembalikan zat radioaktifnya yang sudah tidak terpakai lagi kepada negara produsennya, maka hal itu menjadi tanggung jawab bagi pengguna zat radioaktif, tentunya atas izin dari pihak Bapeten. Dan apabila diserahkan kepada badan pelaksana, dalam hal ini BATAN, maka harus mengikuti ketentuan atau prosedur pelimbahan zat radioaktif yang berlaku.
Tahap awal yang harus dilakukan oleh pemegang izin pemanfaatan zat radioaktif apabila akan melimbahkan zat radioaktif ke BATAN adalah menyampaikan permohonan pengiriman zat radioaktif kepada Bapeten. “Setelah permohonan disampaikan ke Bapeten sesuai dengan PP nomor 58 tahun 2015, selanjutnya Bapeten menerbitkan surat persetujuan pengiriman atau pengangkutan zat radioaktif,” ujarnya.
Di dalam surat izin pengangkutan, kata Suryantoro, di dalamnya memuat informasi terkait zat radioaktif yang diangkut diantaranya jenis, aktivitas, pemilik, tujuan pengiriman, dan lainnya. Semua informasi yang tertuang pada surat izin pengangkutan, harus sesuai dengan kondisi zat radioaktif yang akan dikirim.
Selanjutnya, setelah surat izin pengangkutan diterima, kemudian penghasil limbah mengirimkan permohonan pelimbahan zat radioaktif ke PTLR dengan dilengkapi surat persetujuan pengiriman dan izin pemanfaatan zat radioaktif. Kemudian PTLR melakukan evaluasi terhadap kelengkapan surat izin.
“PTLR mengevaluasi kelengkapan surat izin dan kesesuaian dengan waste acceptance criteria (WAC), setelah dinyatakan sudah sesuai maka PTLR mengirim surat kesediaan menerima limbah radioaktif dari penghasil limbah dengan mencantumkan biaya sesuai dengan PP Nomor 8 tahun 2019,” tambahnya.
Setelah penghasil limbah menerima surat kesediaan menerima limbah dari PTLR, lanjut Suryantoro, PTLR dan penghasil limbah menentukan waktu pengiriman zat radioaktif ke BATAN. Pengiriman dilakukan oleh penghasil limbah atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh penghasil limbah.
Suryantoro menekankan, BATAN tidak melakukan pengangkutan limbah radioaktif dari pihak eksternal. “BATAN hanya melakukan pengangkutan limbah radioaktif di lingkungan internal bukan eksternal,” tegasnya.
Sesampainya di PTLR, limbah radioaktif dicek
kesesuaiannya antara informasi yang tertera pada dokumen dengan kondisi fisiknya. Apabila sudah sesuai, maka PTLR akan menerbitkan berita acara serah terima limbah radioaktif, namun bila tidak sesuai, maka PTLR akan menolak limbah radioaktif yang dikirim tersebut.
Sejak berita acara serah terima limbah radioaktif diterima oleh penghasil limbah, maka kewenangan atas limbah tersebut berada di PTLR. Pihak penghasil limbah selanjutnya menyampaikan pemberitahuan kepada Bapeten bahwa zat radioaktif telah dilimbahkan ke PTLR, dan selanjutnya Bapeten akan menghapuskan kepemilikan zat radioaktif dari penghasil limbah.
Berikutnya, PTLR akan menyimpan limbah radioaktif di tempat penyimpanan sementara. Untuk sumber zat radioaktif dari industri karena memiliki bentuk yang khusus, penyimpanan dilakukan di dalam sel beton. Selanjutnya sel beton tersebut disimpan dalam suatu gudang yang dilengkapi dengan sistem proteksi fisik yang memadai.
“Fasilitas penyimpanan limbah radioaktif di BATAN dilengkapi dengan CCTV dan dipantau selama 24 jam. Selain itu, gudang penyimpanan memiliki pintu dengan desain khusus yang hanya boleh diakses oleh orang tertentu saja,” pungkasnya. RH
Deputi Teknologi Energi Nuklir, Suryantoro menjelaskan, dalam undang-undang ketenaganukliran telah dinyatakan bahwa pengelolaan limbah radioaktif meliputi pengumpulan, pengelompokan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Sedangkan limbah radioaktif itu berasal dari penghasil limbah radioaktif, dalam hal ini para pemegang izin pemanfaatan zat radioaktif.
Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif, BATAN juga mengacu pada peraturan pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2015 yang mengatur tentang keselamatan radiasi dan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif. Selain itu, pengelolaan limbah radioaktif juga diatur dalam PP nomor 61 tahun 2013.
“Semua peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan limbah radioaktif ini bertujuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan kepada pekerja, masyarakat, dan lingkungan,” kata Suryantoro.
Ia menjelaskan, saat ini zat radioaktif banyak dimanfaatkan di bidang industri, kesehatan, dan penelitian. Dalam pemanfaatannya, para pengguna harus mendapatkan izin pemanfaatan zat radioaktif dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Apabila zat radioaktif sudah tidak dimanfaatkan lagi, maka pemegang izin harus melimbahkan zat radioaktif tersebut. “Ada dua mekanisme pelimbahan zat radioaktif bila tidak digunakan lagi yaitu dikembalikan ke negara asal atau diserahkan ke badan pelaksana yaitu BATAN untuk dikelola dan disimpan dalam tempat penyimpanan limbah radioaktif,” tambahnya.
Menurut Suryantoro, apabila pemegang izin memilih mengembalikan zat radioaktifnya yang sudah tidak terpakai lagi kepada negara produsennya, maka hal itu menjadi tanggung jawab bagi pengguna zat radioaktif, tentunya atas izin dari pihak Bapeten. Dan apabila diserahkan kepada badan pelaksana, dalam hal ini BATAN, maka harus mengikuti ketentuan atau prosedur pelimbahan zat radioaktif yang berlaku.
Tahap awal yang harus dilakukan oleh pemegang izin pemanfaatan zat radioaktif apabila akan melimbahkan zat radioaktif ke BATAN adalah menyampaikan permohonan pengiriman zat radioaktif kepada Bapeten. “Setelah permohonan disampaikan ke Bapeten sesuai dengan PP nomor 58 tahun 2015, selanjutnya Bapeten menerbitkan surat persetujuan pengiriman atau pengangkutan zat radioaktif,” ujarnya.
Di dalam surat izin pengangkutan, kata Suryantoro, di dalamnya memuat informasi terkait zat radioaktif yang diangkut diantaranya jenis, aktivitas, pemilik, tujuan pengiriman, dan lainnya. Semua informasi yang tertuang pada surat izin pengangkutan, harus sesuai dengan kondisi zat radioaktif yang akan dikirim.
Selanjutnya, setelah surat izin pengangkutan diterima, kemudian penghasil limbah mengirimkan permohonan pelimbahan zat radioaktif ke PTLR dengan dilengkapi surat persetujuan pengiriman dan izin pemanfaatan zat radioaktif. Kemudian PTLR melakukan evaluasi terhadap kelengkapan surat izin.
“PTLR mengevaluasi kelengkapan surat izin dan kesesuaian dengan waste acceptance criteria (WAC), setelah dinyatakan sudah sesuai maka PTLR mengirim surat kesediaan menerima limbah radioaktif dari penghasil limbah dengan mencantumkan biaya sesuai dengan PP Nomor 8 tahun 2019,” tambahnya.
Setelah penghasil limbah menerima surat kesediaan menerima limbah dari PTLR, lanjut Suryantoro, PTLR dan penghasil limbah menentukan waktu pengiriman zat radioaktif ke BATAN. Pengiriman dilakukan oleh penghasil limbah atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh penghasil limbah.
Suryantoro menekankan, BATAN tidak melakukan pengangkutan limbah radioaktif dari pihak eksternal. “BATAN hanya melakukan pengangkutan limbah radioaktif di lingkungan internal bukan eksternal,” tegasnya.
Sesampainya di PTLR, limbah radioaktif dicek
kesesuaiannya antara informasi yang tertera pada dokumen dengan kondisi fisiknya. Apabila sudah sesuai, maka PTLR akan menerbitkan berita acara serah terima limbah radioaktif, namun bila tidak sesuai, maka PTLR akan menolak limbah radioaktif yang dikirim tersebut.
Sejak berita acara serah terima limbah radioaktif diterima oleh penghasil limbah, maka kewenangan atas limbah tersebut berada di PTLR. Pihak penghasil limbah selanjutnya menyampaikan pemberitahuan kepada Bapeten bahwa zat radioaktif telah dilimbahkan ke PTLR, dan selanjutnya Bapeten akan menghapuskan kepemilikan zat radioaktif dari penghasil limbah.
Berikutnya, PTLR akan menyimpan limbah radioaktif di tempat penyimpanan sementara. Untuk sumber zat radioaktif dari industri karena memiliki bentuk yang khusus, penyimpanan dilakukan di dalam sel beton. Selanjutnya sel beton tersebut disimpan dalam suatu gudang yang dilengkapi dengan sistem proteksi fisik yang memadai.
“Fasilitas penyimpanan limbah radioaktif di BATAN dilengkapi dengan CCTV dan dipantau selama 24 jam. Selain itu, gudang penyimpanan memiliki pintu dengan desain khusus yang hanya boleh diakses oleh orang tertentu saja,” pungkasnya. RH
Begini Pengolahan Limbah Radioaktif di BATAN
Reviewed by OG Indonesia
on
Sabtu, Maret 07, 2020
Rating: