![]() |
Foto: Hrp |
Dikatakan oleh Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), pernyataan Luhut yang
sangat dipercaya oleh Presiden Jokowi ini patut dimintai klarifikasi dan
dipersoalkan, mengingat Pertamina merupakan salah satu BUMN utama yang
mengelola dan menyediakan energi bagi rakyat. Disimpulkan Marwan, jika Luhut mengatakan Pertamina adalah sumber kekacauan paling banyak, maka hal ini tidak
bisa diartikan lain bahwa selama ini pengelolaan Pertamina bermasalah dan merugikan
rakyat.
Ditambahkan olehnya, jika
mencermati pernyataan Luhut, maka penyebab utama kekacauan berasal dari internal
Pertamina, terutama direksi pada lapis pertama dan jajaran manajemen pendukung
pada lapis kedua dan ketiga. Namun, Pertamina bukanlah lembaga otonom bebas, di
atas manajemen Pertamina ada pejabat-pejabat eksternal yang menjadi komisaris.
Pertamina pun berada di bawah kendali Menteri BUMN, Menteri ESDM hingga
Presiden Republik Indonesia. “Karena itu, rakyat pun layak menggugat
pejabat-pejabat negara tersebut hingga ke tingkat Presiden. Para petinggi
negara ini layak pula dituntut bertanggungjawab atas kekacauan pengelolaan
Pertamina,” ucap Marwan dalam diskusi publik “Pertamina Sumber Kekacauan?!” yang
diadakan IRESS di Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Kekacauan berupa produksi migas
turun, kilang BBM tidak terbangun, defisit neraca perdagangan dan defisit
neraca berjalan telah berlangsung lama, minimal sejak Jokowi menjadi Presiden
pada 2014. “Karena itu, jika manajemen Pertamina telah menimbulkan kekacauan,
minimal sejak 2-3 tahun lalu, lantas mengapa pemerintah tidak melakukan perbaikan?
Bukankah para Menteri terkait dan Presiden bisa mengganti manajemen Pertamina,
setiap saat? Mengapa pemerintah membiarkan para subordinates “pengacau” tetap
bercokol di Pertamina?” tanya Marwan.
Ia pun menegaskan, dengan kondisi
seperti di atas, maka sebenarnya yang jauh lebih layak digugat rakyat untuk
bertanggungjawab adalah sang pemimpin tertinggi, Presiden Jokowi. “Beliau
membiarkan Pertamina dikelola oleh orang-orang bermasalah yang telah membuat
pengelolaan energi nasional terpuruk, sampai-sampai menimbulkan terjadinya double
deficit keuangan negara. Apalagi jika dicermati, ternyata penyebab
kekacauan terkait kilang dan double deficit berada di luar kontrol
manajeman Pertamina. Maka semakin jelaslah sebetulnya siapa yang bermasalah dan
kacau, serta siapa yang harus bertanggungjawab,” paparnya.
Pernyataan Luhut, menurut Marwan,
dapat pula diasumsikan bahwa kekacauan di Pertamina karena masih adanya mafia
migas. Karena itu sebagai pendobrak, Ahok dibutuhkan untuk memberantas. Dalam
hal ini, Marwan sangat skeptis karena sebelumnya terbuka kesempatan kepada
pejabat yang pangkatnya jauh lebih tinggi dari Ahok untuk memberantas mafia
migas, namun hal itu tidak dilakukan. Di mana menurut mantan Menteri ESDM
Sudirman Said, pada 2015 KordaMentha telah menghasilkan temuan berbagai
pelanggaran mafia migas dan siap dilaporkan kepada KPK. “Tetapi justru Presiden
Jokowi mengurungkan pelaporan tersebut, entah karena apa dan siapa. Jika committed
memberantas mafia, mestinya laporan ke KPK tersebut sudah dilakukan sejak akhir
2015 yang lalu,” tantangnya.
Bagi Marwan tampaknya ucapan Luhut tentang Pertamina sebagai sumber kekacauan hanya upaya mengampanyekan Ahok. “Sangat
tidak layak bagi LBP mengkampanyekan Ahok. Apalagi kampanye dilakukan sambil
menuduh dan mengorbankan lembaga/BUMN dan para pejabat di dalamnya sebagai
sumber kekacauan,” ujar Marwan.
Sementara itu dalam Politisi
Hanura yang juga mantan Anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir menyoroti
makna kekacauan. Menurutnya kacau itu artinya tidak karuan, tidak aman, tidak
tenteram. “Dugaan saya, ada yang tidak lolos bisnisnya di Pertamina makanya kemudian
disebut Pertamina sumber kekacauan,” seloroh Inas, yang kemudian disambut tepuk
tangan para audiens.
Ditambahkan olehnya, sebenarnya
pernyataan Luhut itu sama saja dengan memojokkan Jokowi. Karena selama 5 tahun
menjabat Presiden dianggap tidak bisa membenahi Pertamina. Padahal, Inas
menyatakan, Pertamina sudah dibenahi tapi belum sempurna. “Pertamina sudah
berbenah diri dengan baik. Contohnya mafia migas, dengan pembentukan Tim Anti
Mafia Migas, yang berujung pada pembubaran Petral,” ceritanya.
Mantan Sekretaris Menteri BUMN
Said Didu mengatakan bahwa Pertamina bukan sumber kekacauan tapi tempat
menyembunyikan kekacauan. “Harga tiket pesawat yang mahal, yang
dikambinghitamkan adalah avtur Pertamina,” ucapnya seraya menekankan bahwa yang
bikin kekacauan itu orang luar yang mengambil keuntungan dari Pertamina.
Selain Marwan Batubara, Inas
Nasrullah Zubir, dan Said Didu, dalam acara diskusi publik yang berlangsung
hangat tersebut hadir pula Adhie Massardi dari GIB, Abra Talattov dari INDEF, serta
Pengemat Energi Ugan Gandar. RH
Sebut Pertamina Sumber Kekacauan, Luhut Diminta Klarifikasi
Reviewed by Anonim
on
Kamis, Desember 19, 2019
Rating:
![Sebut Pertamina Sumber Kekacauan, Luhut Diminta Klarifikasi](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4tjfZwvKDnbNMzvJ-rphYoDo-0LzrGJ9CPBTba8tZXeto7UxUf3OO6mVvKXvI9yKyruGXSs6pX2EeEhCMTm1g4dzP4ktv718rN5cTU9tnDECDYM063P2165i1feCeD8OS1w6sOVkTs0Gh/s72-c/thumbnail.jpg)