Foto: Hrp |
Nur Basuki Minarno menjelaskan, terdakwa Karen Agustiawan telah mendapatkan acquitet de charge (pembebasan dan pelunasan sepenuhnya/release and discharge) dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga tanggung jawab perbuatannya menurut hukum perseroan telah berpindah kepada pemegang saham perseroan. "Melalui RUPS, direksi sama Dekom telah diberikan acquitet de charge, artinya direksi sama komisaris sudah dibebaskan tanggung jawabnya di dalam pengurusan atau pengelolaan korporasi," jelasnya usai bersaksi di persidangan.
Ia mempertanyakan, di satu sisi Pemerintah sebagai RUPS dari Pertamina telah memberikan acquitet de charge, tapi di sisi lain penegak hukum tetap memproses hukum lagi. "Ini gimana kepastian hukumnya?" tanyanya. Nur Basuki menerangkan di dalam suatu persero, terkait ada atau tidaknya perbuatan pidana yang dilakukan direksi atau komisaris itu RUPS yang menentukan. "RUPS dulu menentukan ini ada kesalahan dari direksi, baru dilimpahkan pada aparat penegak hukum. Enggak bisa tiba-tiba nyelonong masuk di situ padahal sudah ada RUPS yang memberikan acquitet de charge ," paparnya.
Nur Basuki Minarno juga menjelaskan dalam kasus yang menimpa Karen Agustiawan tidak masuk akal kalau terdakwa dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan menguntungkan orang lain. "Tidak logis jika memperkaya orang lain tapi tidak kenal, kecuali orang yang diuntungkan dikenal misalnya saudara atau kenalan," jelas Nur Basuki dalam persidangan.
Ia pun menegaskan untuk membuktikan perbuatan seseorang dianggap menguntungkan orang lain maka harus ada motifnya, misalnya memberi keuntungan kepada saudaranya, atau ada cash back yang diterima. "Dalam perkara ini kan dianggap tidak memperkaya diri sendiri tetapi kepada orang lain, tapi kan orang lainnya kenal juga kagak, dan dapat cash back juga kagak," tuturnya.
Terkait kerugian yang timbul dari kegiatan investasi di Blok BMG, Nur Basuki mengingatkan bahwa orang bisnis dalam tindakannya dasarnya adalah asumsi dan prediksi. Ia pun memberikan contoh sederhana, yaitu pedagang beras yang menjual beras dengan harga mahal dari biasanya saat menjelang hari raya. Pedagang tersebut pun berani untuk membeli beras dengan harga mahal karena diprediksi dan diasumsikan akan mendapat untung yang besar juga.
Namun tiba-tiba Pemerintah mengadakan impor beras sehingga beras di pasaran membludak dan harganya pun turun, sehingga pedagang tadi pun rugi karena tak bisa jual beras dengan harga tinggi. "Pertanyaannya, apakah ruginya itu saya sengaja? Kasus ini juga seperti itu," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Hadi Ismoyo, Wakil Ketua Umum IATMI. Ia mengatakan tindakan yang dilakukan Karen Agustiawan dalam kasus ini sebenarnya adalah corporate action yang berhubungan dengan bisnis proses pada perusahaan migas. "Memang seperti itu, ada risiko-risiko di lapangan. Kalau ini dimasukkan ke ranah hukum, sangat memprihatinkan bagi kami," kata Hadi.
Sebagai bagian dari proses bisnis, Hadi meyakini tindakan yang dilakukan Karen dan jajaran di Pertamina tidak ada niat jahat untuk menghabiskan uang negara. "Secara teknis yang dilakukan Bu Karen sudah benar, itulah namanya proses akuisisi ya seperti itu. Apakah nanti keluar minyak atau enggak kita tidak bisa jamin, tapi itulah bagian dari risiko bisnis," tambahnya.
Menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela persidangan, Karen Agustiawan sendiri mengatakan bahwa bisnis hulu migas itu adalah bisnis yang penuh tidak kepastian. "Kalau ini semua akan dipidanakan, kalau ada sumur yang gagal saya bisa prediksi Indonesia tidak akan temukan cadangan (migas) baru," ucap Karen. RH
Ada Acquitet de Charge, Pakar Hukum Sebut Karen Bebas dari Tanggung Jawab
Reviewed by OG Indonesia
on
Jumat, Mei 10, 2019
Rating: