Jakarta, OG IndonesiaI -- Kabar duka itu datang sedikit terlambat. Dua hari setelah Sony Riswanto menghadap Sang Ilahi pada Rabu (12/9/2018). Tak seorangpun yang menduga Sony akan pergi secepat itu. Seorang fotografer yang sehari-hari meliput kegiatan di lingkungan Kementerian ESDM. Ia amat mencintai profesinya sebagai wartawan foto.
Hingga ujung hayatnya, pria kelahiran 31 Agustus 1981 ini bergabung sebagai wartawan di media energi Petrominer. Namun kiprah Sony di lingkungan ESDM sudah sangat membekas. Selain bidikan kameranya yang memang layak diacungi jempol, ada hal lain yang sulit dilupakan dari pria asal Purbalingga, Jawa Tengah itu.
Sony adalah sosok yang sangat supel. Ia sangat cepat bergaul dengan siapa saja. Dan yang terpenting, kehadirannya selalu membawa keceriaan. Sikap luwes dan enak diajak ngobrol itulah yang membuat Sony yang kerap memakai topi bertuliskan "Tukang Foto" saat meliput ini kian dikenal hingga kerap dilibatkan dalam berbagai liputan ESDM ke seantero Indonesia.
“Almarhum adalah tipe orang yang setia kawan,” ujar Dody Pambudi, seorang kolega Sony. “Kenangan paling tidak bisa dilupakan dari almarhum adalah sewaktu masih sering nongkrong di kawasan Gedung Gajah, Tebet. Pokoknya ngopi dan ngerokok bareng. Persoalan duit menipis itu urusan nomor dua.”
Dody bercerita, ada dua impian yang ingin diwujudkan Sony hingga makin getol bekerja keras. Pertama, ingin membeli kamera dari hasil kerja kerasnya. Kedua, ingin membelikan seekor sapi untuk ayah tercintanya di kampung halaman. “Dua impian itu sudah diwujudkan almarhum,” katanya.
Testimoni serupa juga datang dari Ridwan Harahap. Menurut Ridwan, Sony adalah tipikal pria yang sangat peduli terhadap teman. Saat acara buka puasa Ramadhan 2018 di ESDM, Ridwan masih mengingat betul perhatian Sony dengan menawarkan minuman teh manis. “Pas mau bukaan bareng Mas Fahri, almarhum langsung berinisiatif menawarkan teh manis. Itu momen tidak terlupakan dari seorang Sony.”
“Terlalu banyak kenangan dengan Sony, yang jelas almarhum adalah teman yang sangat istimewa. Satu kesukaannya adalah makan ketan susu, bisa nambah sampai dua kali,” Untung menimpali. Di kalangan kolega Sony, Untung adalah orang pertama yang mengetahui kabar kepergian Sony menghadap Sang Ilahi.
“Saya feeling saja hingga menelepon almarhum. Tetapi yang angkat malah kakaknya sambil nangis-nangis. Di situlah saya baru tahu almarhum sudah pergi. Dua hari setelah almarhum meninggalkan kita semua,” kata Untung.
Vicky juga punya kenangan tak terlupakan bersama Sony. Uniknya, tanggal kepergian Sony bertepatan dengan awal perkenalannya dengan Vicky. “Tepat dua tahun kenal sama almarhum, waktu sama-sama liputan di SD tempat mantan Presiden Obama bersekolah di Menteng,” katanya.
Walau singkat, Vicky merasa kehilangan seorang teman yang tak pernah lepas dari guyonan. “Kini tak ada lagi canda tawa dari “Bang Kumis”. Kaget, tapi ini sudah takdir. Tenanglah di sisiNya.”
Pardosi, yang setiap liputan bersama Sony selalu menyempatkan ngopi dan ngerokok bareng juga amat kehilangan seorang teman. Bagi dia, karakter Sony sangat khas, meski berdarah Jawa tetapi pembawaannya mirip Batak.
“Saya yang orang Batak asli merasa klop dengan almarhum. Orangnya sangat terbuka dan apa adanya. Sambil ngobrol, kami tak segan-segan ngopi dari gelas yang sama,” Pardosi berkisah.
Kepergian Sony untuk selama-lamanya memang sangat mengagetkan. Walaupun sejak Juli 2018, Sony sudah meninggalkan Jakarta dan memilih berobat di kampungnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Sony sempat dirawat di rumah sakit dan menyempatkan diri untuk membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Sayang, ia tak kuasa menahan penyakit maag yang dideritanya. Sehari sebelum berpulang, Sony dikabarkan sempat meminta jus jeruk. Itulah permintaan terakhir dari seorang Sony, yang menyisakan duka bagi ayah dan dua kakaknya. Sony kini telah menyusul ibunda tercinta ke alam baka.
Selamat jalan Sony. Tenanglah di sana. Doci
Hingga ujung hayatnya, pria kelahiran 31 Agustus 1981 ini bergabung sebagai wartawan di media energi Petrominer. Namun kiprah Sony di lingkungan ESDM sudah sangat membekas. Selain bidikan kameranya yang memang layak diacungi jempol, ada hal lain yang sulit dilupakan dari pria asal Purbalingga, Jawa Tengah itu.
Sony adalah sosok yang sangat supel. Ia sangat cepat bergaul dengan siapa saja. Dan yang terpenting, kehadirannya selalu membawa keceriaan. Sikap luwes dan enak diajak ngobrol itulah yang membuat Sony yang kerap memakai topi bertuliskan "Tukang Foto" saat meliput ini kian dikenal hingga kerap dilibatkan dalam berbagai liputan ESDM ke seantero Indonesia.
“Almarhum adalah tipe orang yang setia kawan,” ujar Dody Pambudi, seorang kolega Sony. “Kenangan paling tidak bisa dilupakan dari almarhum adalah sewaktu masih sering nongkrong di kawasan Gedung Gajah, Tebet. Pokoknya ngopi dan ngerokok bareng. Persoalan duit menipis itu urusan nomor dua.”
Dody bercerita, ada dua impian yang ingin diwujudkan Sony hingga makin getol bekerja keras. Pertama, ingin membeli kamera dari hasil kerja kerasnya. Kedua, ingin membelikan seekor sapi untuk ayah tercintanya di kampung halaman. “Dua impian itu sudah diwujudkan almarhum,” katanya.
Testimoni serupa juga datang dari Ridwan Harahap. Menurut Ridwan, Sony adalah tipikal pria yang sangat peduli terhadap teman. Saat acara buka puasa Ramadhan 2018 di ESDM, Ridwan masih mengingat betul perhatian Sony dengan menawarkan minuman teh manis. “Pas mau bukaan bareng Mas Fahri, almarhum langsung berinisiatif menawarkan teh manis. Itu momen tidak terlupakan dari seorang Sony.”
“Terlalu banyak kenangan dengan Sony, yang jelas almarhum adalah teman yang sangat istimewa. Satu kesukaannya adalah makan ketan susu, bisa nambah sampai dua kali,” Untung menimpali. Di kalangan kolega Sony, Untung adalah orang pertama yang mengetahui kabar kepergian Sony menghadap Sang Ilahi.
“Saya feeling saja hingga menelepon almarhum. Tetapi yang angkat malah kakaknya sambil nangis-nangis. Di situlah saya baru tahu almarhum sudah pergi. Dua hari setelah almarhum meninggalkan kita semua,” kata Untung.
Vicky juga punya kenangan tak terlupakan bersama Sony. Uniknya, tanggal kepergian Sony bertepatan dengan awal perkenalannya dengan Vicky. “Tepat dua tahun kenal sama almarhum, waktu sama-sama liputan di SD tempat mantan Presiden Obama bersekolah di Menteng,” katanya.
Walau singkat, Vicky merasa kehilangan seorang teman yang tak pernah lepas dari guyonan. “Kini tak ada lagi canda tawa dari “Bang Kumis”. Kaget, tapi ini sudah takdir. Tenanglah di sisiNya.”
Pardosi, yang setiap liputan bersama Sony selalu menyempatkan ngopi dan ngerokok bareng juga amat kehilangan seorang teman. Bagi dia, karakter Sony sangat khas, meski berdarah Jawa tetapi pembawaannya mirip Batak.
“Saya yang orang Batak asli merasa klop dengan almarhum. Orangnya sangat terbuka dan apa adanya. Sambil ngobrol, kami tak segan-segan ngopi dari gelas yang sama,” Pardosi berkisah.
Kepergian Sony untuk selama-lamanya memang sangat mengagetkan. Walaupun sejak Juli 2018, Sony sudah meninggalkan Jakarta dan memilih berobat di kampungnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Sony sempat dirawat di rumah sakit dan menyempatkan diri untuk membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Sayang, ia tak kuasa menahan penyakit maag yang dideritanya. Sehari sebelum berpulang, Sony dikabarkan sempat meminta jus jeruk. Itulah permintaan terakhir dari seorang Sony, yang menyisakan duka bagi ayah dan dua kakaknya. Sony kini telah menyusul ibunda tercinta ke alam baka.
Selamat jalan Sony. Tenanglah di sana. Doci
Sony Riswanto, "Tukang Foto" Periang Itu Telah Pergi Selamanya
Reviewed by OG Indonesia
on
Sabtu, September 15, 2018
Rating: