Foto: Pertamina |
Di tengah kontroversi yang menyelimuti
prosesnya, ternyata pembentukan holding BUMN migas terus bergulir. Efisiensi
serta akumulasi aset yang berujung pada kemampuan berinvestasi di masa depan
jadi tujuan utamanya. Pemerataan energi-teriutama gas, untuk masyarakat dan
industri pun jadi sasaran penting.
“Big is beautiful. Jadi besar itu bagus,” ucap Faisal Yusra, Ketua Dewan
Penasehat Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Pernyataan tersebut
secara tegas menyuarakan aspirasi pekerja Pertamina yang mendukung pembentukan
holding migas yang mengintegrasikan dua perusahaan milik negara di sektor
minyak dan gas bumi (migas) yaitu Pertamina dan PGN. Faisal Yusra menilai,
ketimbang ada beberapa perusahaan dengan bidang usaha sejenis tapi saling
berkompetisi, lebih baik digabungkan saja dengan kelebihan menjadi lebih besar
dari sebelumnya.
Jumlah BUMN yang
ada di negeri ini memang banyak sekali dan terpecah dalam bidang usaha yang ternyata
banyak yang sejenis. Kondisi ini dinilai menyulitkan BUMN-BUMN yang ada
tersebut untuk tumbuh besar karena satu sama lain saling bersaing. Sementara
jika sudah bergabung dan menjadi besar dinilai akan lebih mudah untuk
menjalankan kegiatan korporasinya. “Tujuan utama holding itu untuk menyatukan
kekuatan supaya tidak terjadi duplikasi investasi, supaya efektif dan efisien,
serta leverage investasinya ke depan
menjadi lebih besar,” kata Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha
Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN.
Pernyataan
tersebut diamini oleh Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas
Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, pembentukan holding untuk BUMN di Indonesia
merupakan suatu keniscayaan alias harus dibentuk. “Dengan adanya holding maka
akan terjadi akumulasi aset sehingga leverage-nya
akan meningkat, sehingga bisa menambah kepercayaan pihak ketiga dalam mendanai
proyek-proyek perusahaan,” paparnya.
Khusus untuk
holding migas, Fahmy menerangkan dengan adanya integrasi usaha antara Pertamina
dan PGN, maka akan menghentikan kompetisi yang selama ini terjadi antara kedua
perusahaan pelat merah tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, di kegiatan usaha
hilir gas terjadi persaingan usaha antara PGN dengan anak usaha Pertamina di
bidang usaha hilir gas yaitu Pertagas. “Usaha mereka sama persis, yang terjadi
adalah persaingan dan tidak ada integrasi sama sekali, khususnya dalam pembangunan
infrastruktur padahal saat ini kita sangat butuh infrastruktur gas,” paparnya.
Dicontohkan
Fahmy, dampak dari tidak terintegrasinya pembangunan infrastruktur gas bisa
dilihat dari tumpang tindihnya jaringan pipa gas di Jawa Barat di mana PGN dan
Pertagas membangun pipa sendiri-sendiri di wilayah tersebut. Sementara di Jawa
Timur dan Medan, Sumatera Utara, justru kekurangan pipa yang berujung pada
terjadinya krisis gas di daerah tersebut. “Kondisi ini akan merugikan untuk
distribusi gas, sehingga akan memicu harga gas dalam negeri menjadi mahal,”
jelas Fahmy.
Pertamina Jadi Induk Holding?
Lalu dengan
terbentuknya holding migas, perusahaan manakah yang akan menjadi induk holding?
Ditegaskan Nicke Widyawati, Direktur SDM PT Pertamina (Persero) yang juga Ketua
Tim Implementasi Holding BUMN Migas, bahwa Pertamina akan menjadi induk
holding, sementara PGN ada di dalamnya. Prosesnya, saham pemerintah yang ada di
PGN akan di-imbreng alias dialihkan
ke Pertamina sehingga Pertamina akan memiliki saham PGN. Lalu, masuknya PGN tersebut
menjadi cikal bakal terbentuknya sub holding gas di bawah payung besar holding
migas. “Di mana PGN akan diintegrasikan dengan seluruh anak dan cucu perusahaan
(Pertamina) yang bergerak di bisnis gas,” beber Nicke.
Dalam jangka panjang,
holding migas sendiri nantinya akan terdiri dari beberapa sub holding. Selain
sub holding gas, masih ada lagi sub holding upstream,
sub holding pengolahan, serta sub holding pemasaran dan retail. Pembentukan
beberapa sub holding tersebut akan dilakukan secara bertahap dengan
mengintegrasikan anak serta cucu perusahaan dengan bidang usaha yang sejenis
yang berada di bawah Pertamina dan PGN.
Guna memuluskan
langkah menuju terwujudnya holding migas, pemerintah sendiri sudah menyusun
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas
yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005. Lewat PP
72/2016 tersebut, kekhawatiran akan hilangnya pengawasan pemerintah terhadap
BUMN yang menjadi anak usaha holding diharapkan akan sirna, karena tetap bisa
dikontrol oleh pemerintah sebagai pemegang saham Dwi Warna atau golden share sebesar 1% di anak usaha
holding tersebut. Kendati hanya 1%, pemegang saham Dwi Warna punya hak veto
untuk menentukan jalannya perusahaan, sehingga tetap bisa mengintervensi kebijakan
dari anak-anak usaha holding. Sebelumnya, berdasarkan PP 44/2005, campur tangan
pemerintah ke anak usaha holding memang sama sekali tidak ada.
Namun adanya
saham Dwi Warna tersebut dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas
Nasrullah Zubir. Ia memberi contoh, untuk holding migas itu melibatkan PGN. Sementara
di tubuh PGN masih ada sekitar 43,03% saham yang dimiliki oleh publik. “Apakah
dengan satu persen saham itu kewenangannya bisa melebihi semua pemegang saham
yang lain?” Inas mempertanyakan. Sementara dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas dengan tegas dinyatakan bahwa pemegang saham terbesar adalah yang
memiliki kendali atas perusahaan. Inas pun mengungkapkan istilah golden share sendiri tidak memiliki
payung hukum berupa Undang-Undang. “Di Undang-Undang BUMN kan juga enggak ada. Tidak bisa secara serta-merta pemerintah
tahu-tahu bikin PP dengan aturan yang baru,” imbuh politisi Partai Hanura ini.
Lahirnya istilah
saham Dwi Warna alias golden share memang
muncul untuk menyiasati perubahan status dari sebuah BUMN yang masuk menjadi
anak usaha dari BUMN lain dalam upaya holdingisasi. Setelah menjadi anak usaha
BUMN lain, BUMN tersebut secara otomatis tak lagi menjadi BUMN. Hal tersebut
coba diingatkan oleh Pengamat Hukum dan Energi dari Universitas Tarumanagara
Ahmad Redi. Ia khawatir akan terjadi privatisasi dari perusahaan-perusahaan
BUMN yang berubah status jadi anak perusahaan dalam struktur holding yang baru.
“Negara akan kehilangan kontrol terhadap BUMN tersebut, di mana tadinya di
bawah kontrol langsung pemerintah dan DPR (sebagai BUMN), sekarang kontrolnya
melalui perusahaan induk holding,” ucapnya.
Namun upaya
pembentukan holding migas jalan terus. Nicke Widyawati bahkan menjamin dalam
proses terbentuknya holding sampai selanjutnya diciptakan beberapa sub holding
di dalamnya, tidak akan mengganggu proses bisnis dari perusahaan-perusahaan
yang dlibatkan. Ia bahkan mengatakan proses holdingisasi di sektor migas ini
justru akan memperkuat perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya.
Kelola Proses Pembentukan
Ditambahkan
Fahmy Radhi, kendati pembentukan holding migas adalah sebuah keniscayaan tetapi
prosesnya tidak boleh tergesa-gesa. Kementerian BUMN sendiri dalam upayanya
mempersiapkan lahirnya holding BUMN migas, mengungkapkan bahwa sejak penghujung
tahun 2017 telah dibentuk Tim Implementasi Holding BUMN Migas. Tim tersebut
terdiri dari tim kecil lagi di antaranya Tim Visi Misi, Tim Transaksi, Tim
Operasi, serta Tim Komunikasi dan SDM.
Tapi menurut Fahmy, ukuran waktu satu bulan-dua bulan, atau satu
tahun-dua tahun, bukanlah patokan utama bahwa proses holdingisasi sudah cukup
matang. Melainkan, proses penggabungan beberapa perusahaan yang terjadi harus
memperhitungkan perbedaan culture sampai
tujuan dan strategi dari perusahaan-perusahaan yang diintegrasikan. “Ini harus
diselesaikan dulu sehingga pada saat sudah jadi holding, perbedaan-perbedaan
tersebut sudah selesai,” jelas Fahmy.
Satu hal penting
yang juga disoroti Fahmy dalam pembentukan holding adalah jangan sampai
pembentukannya memunculkan resistensi dari pihak yang merasa kurang
diuntungkan. “Proses integrasi itu harus bottom
up, kalau top down itu rawan
resistensi,” tegasnya. Ia pun menerangkan bahwa proses memasukkan atau imbreng saham pemerintah di PGN kepada
Pertamina sebenarnya bersifat top down. Sebaiknya
dilakukan dahulu integrasi antara anak-anak usaha yang sejenis, baru kemudian
dibentuk holdingnya. Kenyataannya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) PGN pada tanggal 25 Januari 2018, pihak pemegang saham telah
menyetujui pengalihan saham pemerintah yang ada di PGN kepada Pertamina.
Pihak PGN
sendiri mengungkapkan bahwa perusahaan telah melakukan proses sosialiasi
terkait holding migas ini kepada seluruh pekerja, termasuk lewat town hall meeting di bulan Januari 2018
lalu. Di dalam sosialisasi tersebut disampaikan benefit apa yang dapat
diperoleh dari pembentukan holding, apa target yang hendak dicapai, bagaimana
proses integrasi dari infrastruktur yang ada, bagaimana kegiatan operasional ke
depannya, sampai rencana pembentukan sub holding. “Dari sosialisasi tersebut
semua pekerja sudah bisa menerima pemahaman-pemahaman yang disampaikan terkait
holding, baik itu oleh manajemen maupun pemegang saham,” ucap Rachmat Hutama,
Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Ia juga menjamin
tidak akan terjadi rasionalisasi dari sisi tenaga kerja di PGN jika holding migas
berjalan.
Benahi Hilir Gas untuk Wujudkan Energi
Berkeadilan
Dengan sudah
adanya penerimaan dari para pekerja yang bernaung di dalam perusahaan yang akan
bergabung di dalam holding migas tersebut, tantangan ke depannya adalah
bagaimana merealisasikan tujuan awal dari pembentukan holding. Langkah paling
dekat adalah pembenahan di industri hilir gas lewat proses penggabungan PGN ke
dalam Pertamina. Jobi Triananda Hasjim, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk, menjelaskan dengan terwujudnya holding migas maka akan terjadi
akumulasi aset dari aset PGN dan Pertagas yang jumlahnya luar biasa. Dengan
demikian sub holding gas yang akan dibentuk di dalam holding migas akan bisa
lebih aktif bergerak dalam menjalankan aksi korporasinya.
Pembangunan infrastruktur
gas pun diharapkan bisa merata sehingga masyarakat serta industri yang ada
Indonesia bisa menikmati gas dengan harga yang terjangkau. Implementasi energi
berkeadilan seperti yang terus digaungkan Kementerian ESDM pun diharapkan dapat
terwujud. “Saat ini pipa yang ada sebagian besar berada di Jawa dan Sumatera,
dengan adanya sinergi ini diharapkan pengembangan infrastruktur gas di
Indonesia bagian tengah dan timur dapat terwujud,” tutur Jobi.
Fajar Harry
Sampurno menambahkan, dengan keberadaan holding migas diharapkan terwujud
industri gas yang terpadu. Sehingga kemudian ada 4 tujuan yang hendak dicapai,
pertama accessibility di mana semakin
mudah dan semakin banyak akses dari konsumen untuk menggunakan gas. Kedua acceptability, di mana terjadi peningkatan penggunaan gas sebagai
energi ramah lingkungan. Ketiga
affordability, yaitu harga gas bisa jadi lebih terjangkau. Dan yang keempat
availability, yaitu akan mempermudah
untuk mendapatkan sumber-sumber gas. “Lalu, dengan masuknya aset PGN ke Pertamina,
tentu saja supaya menjadikan leverage-nya
lebih besar, ini yang diharapkan oleh Menteri BUMN,” ungkap Fajar.
Dengan memiliki aset lebih besar, maka
perusahaan migas Indonesia dinantikan untuk bisa bersaing dengan lebih
kompetitif pada kancah global. Dikatakan Fahmy Radhi, tidak bisa lagi
perusahaan migas Indonesia hanya bermain di level lokal atau nasional saja.
Untuk bisa bersaing dengan perusahaan lain di dunia, maka syarat utamanya
adalah efisiensi yang bisa diwujudkan dengan cara holdingisasi. “Holding itu
akan meningkatkan efisiensi dari suatu perusahaan, kemudian asetnya akan
menjadi lebih besar dan leverage-nya
akan naik. Nah dengan modal tadi
mestinya dia akan bisa bersaing pada level global,” imbuh Fahmy.
Mau tak mau
pembentukan holding BUMN migas dan holding-holding lainnya memang menjadi
tuntutan di era persaingan global yang saat ini kian sengit. Pada akhirnya,
diharapkan perusahaan migas Indonesia tak hanya jadi jago kandang serta dapat
dipandang secara serius oleh perusahaan-perusahaan besar lain di dunia. Dengan
menjadi besar, pada akhirnya, BUMN kita pun dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat Indonesia. RH
Holding Migas Demi Pemerataan Energi
Reviewed by OG Indonesia
on
Jumat, Februari 09, 2018
Rating: