Arif Havas Oegroseno, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim (tengah) Foto: maritim.go.id |
Dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno menyatakan bahwa perusahaan itu diduga merusak hutan mangrove seluas 1.232 Ha. Selain itu, tambahnya, dari hasil pemeriksaan di lapangan, tumpahan minyak juga menyebabkan 1.429 Ha padang lamun dan 714 Ha terumbu karang di tiga titik di Provinsi Nusa Tenggara Timur rusak.
“Kita gugat tiga perusahaan yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) berkedudukan di Australia, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) berkedudukan di Thailand, The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) berkedudukan di Thailand,”ujar Havas kepada wartawan, Jumat (05/05).
Menurutnya, ketiga perusahaan itu digugat secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk bertanggung jawab baik secara sendiri-sendiri mau pun tanggung renteng berdasarkan prinsip hukum nasional dan hukum internasional.
Lebih jauh, dalam gugatannya, pemerintah mengajukan gugatan untuk kerusakan dan biaya pemulihan sebesar Rp 27,5 triliun. “Kita masukkan gugatan untuk kerusakan dan pemulihan lingkungan di pesisir pantai Desa Tablolong (Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang), Desa Oenggaut (Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao), dan Desa Daiama (Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao),” beber Havas.
Dilanjutkan olehnya, gugatan ganti rugi materiil untuk kerusakan lingkungan yakni padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang sebesar Rp 23 Triliun. Sedangkan untuk biaya pemulihan atas kerusakan itu, kata Havas, pemerintah meminta ganti rugi sebesar Rp 4 triliun. “Kita juga masukkan gugatan untuk menyatakan PTTEP terbukti melakukan perbuatan melawan hukum," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejagung Rorogo Zega, menegaskan bahwa pihaknya siap mewakili pemerintah untuk menggugat secara perdata PTT Exploration and Production Company (PTTEP) Australasia Montara. Menurutnya, landasan hukum yang dikenakan adalah pasal 87 dan 88 undang-undang 32 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Lalu juga dikenakan pasal 1365 dalam kitab undang-undang hukum perdata.
Kasus tumpahan minyak perusahaan PTTEP terjadi pada tanggal 21 Agustus 2009 ketika Sumur Minyak H1-ST1 Anjungan Lepas Pantai Lapangan Minyak Montara di Laut Timor meledak. Tumpahan minyak ini mengalir secara terus menerus selama 74 hari sampai ke Pesisir pantai wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Kejadian ini mengakibatkan pencemaran pada baku mutu air laut di hampir seluruh wilayah NTT dan mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan ekosistim laut secara luas. RH
Resmi, RI Tuntut PTTEP Australasia Rp 27,5 Triliun dalam Kasus Montara
Reviewed by OG Indonesia
on
Sabtu, Mei 06, 2017
Rating: