Foto: Hrp |
Jakarta, OG Indonesia -- Industri hulu migas memiliki
dampak berganda yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian
nasional. Berdasarkan data Katadata, setiap investasi senilai US$ 1 juta akan
menciptakan nilai tambah sekitar US$ 1,6 juta. Lalu akan memberikan tambahan
Produksi Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 0,7 juta dan menciptakan lapangan
kerja untuk 100 orang.
Efek berganda yang positif
tersebut menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B.
Sukamdani seharusnya didukung dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung
industri hulu migas.
“Perlu atensi dari pemerintah terhadap sektor migas ini,
dan harus dilakukan konsolidasi dari semua pemain dari industri ini,” kata
Hariyadi dalam Plenary Session II The 41st Indonesia Petroleum Association
(IPA) Convention and Exhibition 2017 bertajuk “Beyond Revenues: The
Indispensable Contribution of the Upstream Industry to Local Industry and
Economic Growth”, di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (18/05).
Menurutnya, sektor hulu migas
merupakan industri yang memiliki sifat investasi jangka panjang sehingga perlu
konsistensi dalam kebijakan-kebijakan yang menaungi para pelaku usaha migas,
tidak bisa bersifat trial and error.
“Kita
lihat kebijakan yang terakhir, gross
split, setelah berdiskusi mengenai hal ini dengan semua pemain, saya
melihat ini bukan sesuatu yang membuat kita bersemangat. Padahal situasi saat
ini adalah bagaimana menarik kembali investasi. Apakah kebijakan kita saat ini
sudah menarik? Saya merasa belum seperti itu karena tanggapan dari investor
masih rendah,” jelas Hariyadi.
Jika situasi investasi kurang
menarik di dalam negeri, ditambah dengan kondisi harga minyak dunia yang masih
rendah, menurut Hariyadi akan membuat perusahaan-perusahaan migas untuk
berpikir ulang terkait di mana mereka akan menginvestasikan uang yang akan
memberi keuntungan bagi perusahaannya.
“Situasi migas sekarang tidak favourable, tidak begitu bagus, sehingga
pihak kita tidak bisa juga melakukan penawaran yang suka-suka kita. Jadi harus
membuat suatu skema yang menarik dalam arti memberikan return yang bagus bagi si investor, karena tentu tidak ada yang mau
kerja untuk rugi,” paparnya.
Karena itu dikatakan Hariyadi,
perlu ada penelahaan serius terkait kondisi yang terjadi saat ini di industri
hulu migas termasuk skema baru yaitu gross
split yang sudah diterapkan oleh Pemerintah. “Ini kan sudah di-launch kebijakan-kebijakan
yang baru (gross split), harus
dilihat lagi kalau memang tidak ada respon ya tolong direvisi,” ujar Hariyadi.
Kontribusi hulu migas terhadap
penerimaan keuangan negara dalam beberapa tahun terakhir memang terus mengalami
penurunan. Dikatakan oleh Mariatul Aini, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak
Kementerian Keuangan, penerimaan dari sektor migas saat ini sudah tak menjadi
andalan bagi pendapatan negara seperti dahulu.
“Penerimaan migas kita dahulu
menjadi andalan sekali bagi pendapatan negara karena sektor-sektor yang lain
masih belum berkembang. Dari sebelumnya sebesar Rp 301,6 triliun pada tahun
2012, pada tahun 2016 realisasinya hanya Rp 84,7 triliun. Jadi sudah jauh dari
sebelumnya sehingga tidak bisa mengandalkan penuh dari penerimaan minyak ini
untuk pendapatan negara,” beber Mariatul Aini.
Imbasnya pun akan turut dirasakan
oleh daerah. Diceritakan oleh Wakil Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah
bahwa wilayahnya mengandalkan sektor tambang dan migas sebagai sumber
pendapatan utama. Bahkan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sektor migas dari Kutai Kartanegara terhadap negara mencapai Rp 132 triliun di
tahun 2016. “Sektor migas itu dominan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kita.
Dari 17 sektor yang jadi unggulan kita yang jadi unggulan utama dari sektor
pertambangan dan migas,” ucapnya.
Jadi jika investasi hulu migas
mengalami ketidakpastian, menurut Edi Damansyah, akan berimbas pula pada kondisi
sosial dan ekonomi lokal di daerah, termasuk Kutai Kartanegara sebagai daerah
kaya migas. “Dampak langsung dari sektor tenaga kerja itu bisa mengurangi
pengangguran di daerah. Lalu dengan adanya industri migas akan menambah jumlah
penduduk sehingga daerah menjadi ramai. Tak heran dari industri kerakyatan
seperti rumah makan sampai perhotelan juga akan ikut bergerak,” tutur Edi
Damansyah.
Namun menurut Edi Damansyah, PDRB
Kutai Kartanegara dari sektor hulu migas pada saat ini sudah turun menjadi 43%
dari 70% pada masa puncaknya beberapa tahun lalu. “Sangat terasa sekali
dampaknya, karena itu kita harus bertransformasi dari sumber alam tidak
terbarukan ke terbarukan tapi ini tidak bisa cepat karena itu kita masih berharap
sektor migas masih turut mendukung upaya transformasi ini,” jelasnya.
Ditekankan oleh Eddy Tamboto,
Senior Partner and Managing Director Boston Consulting Group, sektor hulu migas
sangat siginifikan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi negara. “Sektor migas
ini sangat penting karena sekitar US$ 120 miliar dampak akumulasi dari industri
ini sampai tahun 2025,” ucap Eddy.
Sementara itu Daniel L.
Wieczynski, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA), mengatakan bahwa
sektor hulu migas di Indonesia pada saat ini tengah mengalami krisis. “Tidak
ada eksplorasi yang terjadi, dan kalau tidak ada eksplorasi maka tidak akan ada
penemuan lokasi migas baru sehingga produksi menurun. Padahal di sisi hulu,
proyek-proyek ini membutuhkan waktu puluhan tahun untuk dikembangkan. Jadi
perlu kepemimpinan untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat kalau
Pemerintah ingin memperbaiki investasi,” tegasnya. RH
Ketum Apindo: Jangan Trial and Error Kebijakan, Kesempatan Jaring Investasi Bisa Hilang
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Mei 18, 2017
Rating: