Garut, OG Indonesia -- Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Yunus Saefulhak, menegaskan bahwa ketakutan sebagian masyarakat bahwa eksplorasi panas bumi di WKP Gunung Ciremai akan menimbulkan bencana seperti di Sumur Lapindo tidak akan terjadi. Karena eksplorasi panas bumi hanya mengeluarkan tekanan yang tidak terlampau tinggi berbeda dengan eksplorasi minyak dan gas bumi.
Warga di sekitar WKP Gunung Ciremai memang sempat khawatir terjadinya bencana seperti di Lapindo sehingga menyebabkan sebagian masyarakat menolak pemanfaatan WKP Gunung Ciremai menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
“Mereka yang menolak karena mereka melihat film-film mengenai pemanfaatan panas bumi seperti di Mataloko NTT yang kondisinya jauh berbeda dengan di Ciremai. Seperti lumpur panas yang keluar mirip lapindo,” ujar Yunus, Sabtu (07/01), saat mendampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar ke PLTP Kamojang.
Yunus menjelaskan bahwa, lumpur panas, sulfur kemudian ada uap atau asap dan bau belerang itu adalah tanda-tandanya manifestasi panas bumi, jadi bukan mengindikasikan jika dibor akan keluar seperti lumpur lapindo. "Lagipula sangat berbeda dengan lapindo karena lapindo itukan eksplorasinya minyak bumi sedangkan yang akan dilakukan di Gunung Ciremai adalah eksplorasi panas bumi," terangnya.
Ia pun menambahkan, dalam pengeboran migas lokasinya berada di batuan sedimen yang lapisannya lemah ditambah tekanannya sangat tinggi. "Sementara kalau di geothermal sebaliknya, batuannya beku, keras dan pressure-nya rendah yakni sekitar 20 bar, jadi pressure-nya tidak terlalu besar tapi lapisan yang kuat,” jelas Yunus.
“Di dunia ini, tidak pernah terjadi yang adanya kaya lapindo untuk eksplorasi geothermal, tidak ada,” tegas Yunus.
Untuk mengedukasi masyarakat terkait pemanfaatan panas bumi di Gunung Ciremai, pemerintah telah melakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat di sekitar WKP Gunung Ciremai. “Kemarin sudah dilakukan beberapa kali sosialisasi, pertama kali dengan aparat pemerintah daerah waktu itu bulan November terus dilanjut bulan Desember dengan masyarakat umum dan tokoh-tokoh masyarakat,” paparnya.
Yunus juga menjelaskan bahwa pemanfaatan panas bumi di Gunung Ciremai bukan merupakan proses jual beli. "Pemanfaatan sumber energi berbasis panas bumi bukanlah menjual gunung secara keseluruhan namun memanfaatkannya sebagian kecil saja untuk kepentingan rakyat Indonesia sebagai sumber energi yang ramah lingkungan," terangnya seraya mengingatkan bahwa pengembangan WKP Gunung Ciremai hanya memanfaatkan sekitar 0,08% dari seluruh WKP Gunung Ciremai yang mencapai 24.000 Ha. RH
Warga di sekitar WKP Gunung Ciremai memang sempat khawatir terjadinya bencana seperti di Lapindo sehingga menyebabkan sebagian masyarakat menolak pemanfaatan WKP Gunung Ciremai menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
“Mereka yang menolak karena mereka melihat film-film mengenai pemanfaatan panas bumi seperti di Mataloko NTT yang kondisinya jauh berbeda dengan di Ciremai. Seperti lumpur panas yang keluar mirip lapindo,” ujar Yunus, Sabtu (07/01), saat mendampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar ke PLTP Kamojang.
Yunus menjelaskan bahwa, lumpur panas, sulfur kemudian ada uap atau asap dan bau belerang itu adalah tanda-tandanya manifestasi panas bumi, jadi bukan mengindikasikan jika dibor akan keluar seperti lumpur lapindo. "Lagipula sangat berbeda dengan lapindo karena lapindo itukan eksplorasinya minyak bumi sedangkan yang akan dilakukan di Gunung Ciremai adalah eksplorasi panas bumi," terangnya.
Ia pun menambahkan, dalam pengeboran migas lokasinya berada di batuan sedimen yang lapisannya lemah ditambah tekanannya sangat tinggi. "Sementara kalau di geothermal sebaliknya, batuannya beku, keras dan pressure-nya rendah yakni sekitar 20 bar, jadi pressure-nya tidak terlalu besar tapi lapisan yang kuat,” jelas Yunus.
“Di dunia ini, tidak pernah terjadi yang adanya kaya lapindo untuk eksplorasi geothermal, tidak ada,” tegas Yunus.
Untuk mengedukasi masyarakat terkait pemanfaatan panas bumi di Gunung Ciremai, pemerintah telah melakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat di sekitar WKP Gunung Ciremai. “Kemarin sudah dilakukan beberapa kali sosialisasi, pertama kali dengan aparat pemerintah daerah waktu itu bulan November terus dilanjut bulan Desember dengan masyarakat umum dan tokoh-tokoh masyarakat,” paparnya.
Yunus juga menjelaskan bahwa pemanfaatan panas bumi di Gunung Ciremai bukan merupakan proses jual beli. "Pemanfaatan sumber energi berbasis panas bumi bukanlah menjual gunung secara keseluruhan namun memanfaatkannya sebagian kecil saja untuk kepentingan rakyat Indonesia sebagai sumber energi yang ramah lingkungan," terangnya seraya mengingatkan bahwa pengembangan WKP Gunung Ciremai hanya memanfaatkan sekitar 0,08% dari seluruh WKP Gunung Ciremai yang mencapai 24.000 Ha. RH
WKP Gunung Ciremai Tidak Akan Seperti Lapindo
Reviewed by OG Indonesia
on
Selasa, Januari 10, 2017
Rating: