Perselisihan Ketenagakerjaan Chevron dengan SPNCI Kian Panas

Indra Kurniawan, Ketua Umum SPNCI
(tengah)
Foto: Ridwan Harahap
Jakarta, OG Indonesia --Proses divestasi Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) sudah memasuki tahap akhir, namun permasalahan ketenagakerjaan di internal Chevron belum juga menemui ujung akhir. Perselisihan antara Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) dengan Chevron Indonesia malah semakin memanas.

Dikatakan oleh Indra Kurniawan, Ketua Umum SPNCI dalam siaran pers yang diterima OG Indonesia, Jumat (09/12), bahwa pihak SPNCI telah didorong oleh  sebagian besar pekerja untuk melakukan demonstrasi dan mogok massal. "Hal ini diwujudkan dengan penandatanganan surat dukungan bermaterai oleh pekerja," kata Indra.

Kondisi ini, diungkapkan Indra, telah dilaporkan pada Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk mendapatkan rekomendasi dalam menyelesaikan kondisi perselisihan perusahaan dan pekerja yang semakin meruncing.

Pemerintah sendiri telah melakukan langkah aktif untuk meredam kekisruhan yang terjadi dengan beberapa kali memanggil SPNCI dan Chevron Indonesia untuk proses audiensi. Hal ini dilakukan untuk memahami dan mengevaluasi perselisihan yang terjadi. Sebagai tidak lanjut proses mediasi, mediasi resmi pertama akan dilakukan pada tanggal 13 Desember 2016.

"SPNCI sangat menghargai langkah yang telah dilakukan regulator tertinggi dalam urusan ketenagakerjaan di negeri ini. SPNCI berharap dengan hadirnya Pemerintah dalam permasalahan ketenagakerjaan yang membelit Chevron Indonesia dan SPNCI," paparnya.

SPNCI berharap rekomendasi yang dihasilkan nantinya tidak hanya memenuhi aspek normatif namun juga mengedepankan aspek keharmonisan antara pekerja dan perusahaan. 

Pihak Kemenaker sendiri menyarankan agara SPNCI dapat menahan rencana demontrasi dan mogok massal dan tetap mengedepankan penyelesaian bipartite ataupun tripartite. Sebab, keharmonisan hubungan pekerja dengan perusahaan akan menguntungkan bagi pemilik baru CGI dan CGS ke depan. Sebaliknya ketidakharmonisan pekerja dan perusahaan dapat berimplikasi pada penurunan produktifitas CGI dan CGS di tangan pemilik baru.

SPNCI berharap proses penyelesaian perselisihan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dapat dihindarkan dengan proses tripartite yang telah dimulai. "Penyelesaian perselisihan di PHI akan mengabiskan waktu, tenaga dan biaya di kedua belah pihak dan bisa mempengaruhi produktifitas pekerja dan perusahaan," jelas Indra.

Seperti diketahui, Chevron Indonesia telah memulai proses divestasi Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) sejak Februari 2016. Kedua perusahaan tersebut membawahi Area Eksploitasi Geothermal di Gunung Darajat, Garut dan Gunung Salak, Sukabumi, dengan produksi listrik total sekitar 650 MW.

Sebagai bagian dari proses pengambilalihan kepemilikan CGI dan CGS, sekitar 600 pekerja Geothermal akan mengalami dampak langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan kemaslahatan pekerja maupun kepastian masa depannya. 

Proses komunikasi antara SPNCI yang mewakili pihak pekerja nasional dengan Chevron Indonesia telah dilakukan selama kurun waktu 9 bulan. Namun komunikasi berlangsung alot dikarenakan ketidakinginan perusahaan melakukan negosiasi atas usulan- usulan pekerja, seperti yang telah diajukan SPNCI.

"Perusahaan menganggap tidak ada negosiasi yang perlu dilakukan atas hal‐hal yang menyangkut ketenagakerjaan terkait proses divestasi yang sedang berjalan. Perusahaan lebih memilih mengedepankan aspek hukum dari pada aspek keharmonisan antara pekerja dengan perusahaan," pungkasnya. RH
Perselisihan Ketenagakerjaan Chevron dengan SPNCI Kian Panas Perselisihan Ketenagakerjaan Chevron dengan SPNCI Kian Panas Reviewed by OG Indonesia on Jumat, Desember 09, 2016 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.