Banjarmasin, OG Indonesia-- PT PLN (Persero) menugaskan salah satu anak usahanya, yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) untuk mengoperasikan dan memelihara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pulang Pisau 2 x 60 megawatt (MW) di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah.
Proyek yang merupakan bagian dari Fast Tracking Project (FTP) di masa lalu ini dibangun oleh kontraktor dari China. Mesin-mesin pembangkit listriknya pun 'Made in China'. Harganya memang sangat murah dibanding harga rata-rata PLTU dengan kapasitas 100-an MW, biaya investasinya hanya US$ 1,1 juta per MW, sementara harga rata-rata mencapai US$ 2 juta per MW atau hampir 2 kali lipatnya.
Harga yang murah ini berbanding lurus dengan kualitas. PJB pun harus bekerja ekstra keras dalam menjalankan operasi dan pemeliharaan PLTU Pulang Pisau.
"Kendalanya (operasi PLTU Pulang Pisau) masalah kualitas produk. Karena harganya murah, hanya US$ 1,1 juta/MW, biasanya US$ 1,8-2 juta/MW," tutur Direktur Utama PJB, Iwan Agung, saat ditemui di PLTU Pulang Pisau, Selasa (20/12/2016).
Agung mencontohkan, boiler dan kondensor PLTU Pulang Pisau sering mengalami kerusakan, seperti halnya pembangkit-pembangkit buatan China lainnya di FTP. Kebanyakan pembangkit buatan China kurang andal, PJB harus melakukan upgrade agar lebih andal.
"Paling banyak (rusak) di boiler, sering bocor. Dinding-dinding pelapis sering pecah sehingga menjadi panas. Kedua kondensor, tiap kali shutdown selalu bocor. Keandalan pembangkit yang diterima dari China biasanya cuma 50%, mesti kita upgrade," ujarnya.
Selain itu, manual untuk petunjuk pengoperasian berjumlah minim dan memakai bahasa China. Begitu juga program-programnya, banyak memakai bahasa China. Tentu para pegawai PJB kesulitan memahaminya.
"Maintenance operation manual minim, pakai bahasa China. Bahkan bukan cuma manual, tampilannya juga pakai bahasa China," katanya.
Agung juga mengeluhkan kurangnya transfer pengetahuan dari kontraktor-kontraktor China kepada para pekerja Indonesia. Padahal transfer ilmu dan teknologi amat penting agar PJB dapat mengoperasikan pembangkit dengan baik.
"Mereka kebanyakan transfer knowledge-nya nggak bagus. Mereka bilang operator kita nggak siap, tapi sebenarnya metode-metodenya nggak terstruktur," dia mengungkapkan.
Untuk mengatasi masalah ini, PJB membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri berdasarkan pengalaman para pekerjanya mengoperasikan pembangkit-pembangkit buatan China.
"Kita banyak mengoperasikan pembangkit China, kita ada pengalaman di berbagai daerah, banyak pengalaman. Kita buat SOP dari pengalaman teman-teman. Dari best practice saja, kita jadikan SOP," pungkasnya.
Proyek yang merupakan bagian dari Fast Tracking Project (FTP) di masa lalu ini dibangun oleh kontraktor dari China. Mesin-mesin pembangkit listriknya pun 'Made in China'. Harganya memang sangat murah dibanding harga rata-rata PLTU dengan kapasitas 100-an MW, biaya investasinya hanya US$ 1,1 juta per MW, sementara harga rata-rata mencapai US$ 2 juta per MW atau hampir 2 kali lipatnya.
Harga yang murah ini berbanding lurus dengan kualitas. PJB pun harus bekerja ekstra keras dalam menjalankan operasi dan pemeliharaan PLTU Pulang Pisau.
Foto: IST
|
Agung mencontohkan, boiler dan kondensor PLTU Pulang Pisau sering mengalami kerusakan, seperti halnya pembangkit-pembangkit buatan China lainnya di FTP. Kebanyakan pembangkit buatan China kurang andal, PJB harus melakukan upgrade agar lebih andal.
"Paling banyak (rusak) di boiler, sering bocor. Dinding-dinding pelapis sering pecah sehingga menjadi panas. Kedua kondensor, tiap kali shutdown selalu bocor. Keandalan pembangkit yang diterima dari China biasanya cuma 50%, mesti kita upgrade," ujarnya.
Selain itu, manual untuk petunjuk pengoperasian berjumlah minim dan memakai bahasa China. Begitu juga program-programnya, banyak memakai bahasa China. Tentu para pegawai PJB kesulitan memahaminya.
Foto: IST
|
Agung juga mengeluhkan kurangnya transfer pengetahuan dari kontraktor-kontraktor China kepada para pekerja Indonesia. Padahal transfer ilmu dan teknologi amat penting agar PJB dapat mengoperasikan pembangkit dengan baik.
Foto: IST
|
Untuk mengatasi masalah ini, PJB membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri berdasarkan pengalaman para pekerjanya mengoperasikan pembangkit-pembangkit buatan China.
"Kita banyak mengoperasikan pembangkit China, kita ada pengalaman di berbagai daerah, banyak pengalaman. Kita buat SOP dari pengalaman teman-teman. Dari best practice saja, kita jadikan SOP," pungkasnya.
Foto: IST
|
Murah Tak Jadi Patokan, Ini Sulitnya Operasikan Pembangkit 'Made in China'
Reviewed by OG Indonesia
on
Rabu, Desember 21, 2016
Rating: