Supriatna Suhala, Direktur Eksekutif APBI (paling kiri) Foto: Ridwan Harahap |
Masalah berawal dari kontrak PKP2B generasi III berstatus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) karena batubara termasuk ke dalam barang kena pajak (BKP), sehingga wajib menyetorkan pajak kepada negara termasuk PPN.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berpegang pada Undang-Undang PPN, pada 2009 menyatakan batubara bukan termasuk ke dalam BKP karena batubara adalah barang yang diambil dari sumbernya. Karena itu, kontraktor tambang merasa berhak atas restitusi PPN jika terjadi kelebihan bayar.
"Enggak ada masalah periode itu, sampai tahun 2000, baru itu direvisi aturan pemerintah batubara bukan barang kena pajak," ujar Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala di Jakarta, Rabu (23/11).
Namun dalam proses mendapatkan restitusi terdapat ketidakjelasan, di mana Direktorat Jenderal Pajak memberikan perlakukan yang berbeda terhadap setiap perusahaan, ada yang mendapat restitusi mudah dan ada yang sulit sampai harus menempuh pengadilan pajak.
"Nah, masalah perlakuannya beda. Tergantung kantor pajaknya. Ada perusahaan disuruh kantor pajak ikut pengadilan pajak. Di situ kan bisa ke kiri dan ke kanan. Bergantung penafsirannya," jelas Supriatna.
Supriatna berharap, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan yang menegaskan ada atau tidaknya restitusi PPN untuk perusahaan batubara pemegang PKP2B generasi III, agar terdapat kejelasan.
"Baiknya Menteri Keuangan keluarkan fatwa, apakah ini bisa restitusi atau tidak. Jadi tidak lagi hengky pengki," tutupnya.
Pengusaha Batubara Pertanyakan Ketidakjelasan Restitusi PPN
Reviewed by OG Indonesia
on
Rabu, November 23, 2016
Rating: