Foto: Ridwan Harahap |
Jakarta, OG Indonesia -- Dari semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan migas, sekitar 15 persennya merupakan limbah radioaktif. Pengawasan dan pengelolaan yang tepat pun penting untuk dilakukan.
"Dari migas itu kami punya bayangan yang berdasarkan kajian, kira-kira 15 persenan dari migas itu akan menghasilkan T-Norm atau radioaktif yang perlu diawasi oleh Bapeten," kata Yus Rusdian Ahmad, Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) di acara Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah di Kampus UI, Salemba, Jakarta, Rabu (05/10).
Diterangkan olehnya, limbah radioaktif dari kegiatan usaha migas biasanya ditemukan pada pipa-pipa yang berkerak, di mana keraknya tersebut mengandung radioaktif. "Ada yang setelah diperiksa ternyata tidak ada radioaktif, nah yang kandungannya di atas batas itu yang perlu kita awasi," terangnya.
Yus menerangkan bahwa pihak Bapeten sudah punya nota kesepahaman dengan pihak SKK Migas untuk mengawasi limbah radioaktif dari kegiatan operasi migas.
Di Indonesia, Iimbah radioaktif dihasiIkan dari aktivitas
peneIitian, pengembangan (Iitbang) dan pemanfaatan bahan nuklir yang dilakukan
di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Iembaga Iitbang Iainnya.
Lalu dari kegiatan industri
pertambangan, industri baja, industri kimia, industri farmasi, industri
kosmetik dan kegiatan di rumah sakit yang terkait dengan pemeriksaan medis dan
terapi penyakit juga turut menghasilkan limbah radioaktif.
Berdasarkan data Batan, jumlah pemegang izin penggunaan unsur radioaktif dan
pengoperasian instalasi nuklir di Indonesia saat ini sudah mencapai Iebih dari
7.000 pemegang izin. SeIuruh pemegang izin tersebut berpotensi menghasilkan
Iimbah radioaktif.
Batan sendiri sebagai Iembaga Iitbang nuklir telah berhasil mengembangkan
teknologi yang secara efektif dapat digunakan untuk pengolahan Iimbah
radioaktif. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Batan lewat Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adaIah satu-satunya institusi di Indonesia yang secara khusus ditugasi untuk
mengolah dan menyimpan Iimbah radioaktif yang dihasilkan dari aktivItas
industri, rumah sakit.
Tugas dan fungsi Batan ini didukung oleh Bapeten yang memiliki fungsi sebagai badan
regulasi dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan bahan nuklir dI
Indonesia.
Kepala PTLR Suryantoro mengatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, limbah radioaktif yang diserahkan ke PTLR bisa di-reuse dan recycle.
"Untuk reuse dan recycle itu perlu dilakukan kajian keselamatan oleh Batan sebagai pengelola limbah radioaktif," ucap Suryantoro seraya menambahkan bahwa saat ini telah ada draft Peraturan Kepala Batan terkait reuse dan recycle sumber radioaktif bekas. "Sehingga nanti sumber bekas yang ada di Batan yang potensinya cukup besar bisa dimanfaatkan untuk kegiatan industri, rumah sakit atau kegiatan litbang," sambungnya.
Namun, Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto juga mengingatkan bahwa limbah radioaktif yang dihasilkan di Indonesia tak semuanya dikelola di PTLR milik Batan. Dapat pula dikembalikan ke negara asal sumber radioaktif tersebut.
"Sumber radioaktif bekas yang dari industri atau rumah sakit itu bisa ke PTLR Batan atau dikembalikan ke negara asal setelah jadi limbah. Mereka (pihak industri atau rumah sakit) punya hak itu (ketika membelinya)," ucap Djarot. "Paling bagus kalau menurut saya ya kembali ke negara asal," pungkasnya. RH
Sekitar 15 Persen Limbah Migas Mengandung Radioaktif
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Oktober 06, 2016
Rating: