Jakarta, OG Indonesia-- Setelah melakukan eksplorasi yang cukup komprehensif hingga sampai tahapan dewatering di blok-blok CBM yang dikelola Pertamina Hulu Energi, Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi (PHE), R. Gunung Sardjono Hadi mengatakan bahwa pihaknya sungguh tidak menemukan skala keekonomian yang cukup bagus. Lalu bagaimana kelanjutan delapan blok CBM yang dioperatori PHE tersebut?
Gunung mengungkapkan bahwa pihaknya akan melepas delapan blok CBM yang saat ini dioperatori oleh PHE, diantaranya adalah Tanjung, Sangatta, dan Muara Enim. PHE sendiri tercatat memiliki 14 hak partisipasi di blok CBM.
“Kami evaluasi untuk melakukan divestasi. Tentu dijual, kalau menguntungkan kenapa tidak? Kalau tidak laku, ya kami kembalikan ke pemerintah,” ujarnya.
Pasalnya, Investasi dalam proyek migas non konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM) hingga saat ini masih lesu.
“Dari hasil itu, dari segi karakter reservoir kami berbeda dibanding Australia dan Cina. Di Australia, satu sumur bisa 0,3-0,5 MMSCFD. Di kita 0,00 sekian, ini kecil sekali. Dari skala keekonomian, tidak akan ekonomis,” tuturnya.
Selain itu, menurut Gunung, kandungan karbon yang terdapat dalam batubara yang ditemukan di blok CBM Indonesia pun berbeda dengan Australia. Sehingga tantangan pemasaran menjadi salah satu faktor sulitnya mencapai keekonomian blok CBM.
Namun di sisi lain, tambahnya, masalah teknis dalam pengembangan blok CBM pun tidak kalah kompleks sehingga membuat keekonomian blok CBM semakin minim karena operasional eksplorasi CBM dilakukan menggunakan kaidah konvensional migas. Sehingga membuat biaya pengembangan blok CBM semakin tinggi.
"Bagi kami, mau eksekusi mau tidak toh sama juga. Kalau kami tidak eskeskusi, kami juga harus bayar karena firm commitment. Kalau eksekusi ya membengkak karena kami harus tambah biaya,” tandasnya.
Gunung mengungkapkan bahwa pihaknya akan melepas delapan blok CBM yang saat ini dioperatori oleh PHE, diantaranya adalah Tanjung, Sangatta, dan Muara Enim. PHE sendiri tercatat memiliki 14 hak partisipasi di blok CBM.
“Kami evaluasi untuk melakukan divestasi. Tentu dijual, kalau menguntungkan kenapa tidak? Kalau tidak laku, ya kami kembalikan ke pemerintah,” ujarnya.
Pasalnya, Investasi dalam proyek migas non konvensional seperti Coal Bed Methane (CBM) hingga saat ini masih lesu.
“Dari hasil itu, dari segi karakter reservoir kami berbeda dibanding Australia dan Cina. Di Australia, satu sumur bisa 0,3-0,5 MMSCFD. Di kita 0,00 sekian, ini kecil sekali. Dari skala keekonomian, tidak akan ekonomis,” tuturnya.
Selain itu, menurut Gunung, kandungan karbon yang terdapat dalam batubara yang ditemukan di blok CBM Indonesia pun berbeda dengan Australia. Sehingga tantangan pemasaran menjadi salah satu faktor sulitnya mencapai keekonomian blok CBM.
Namun di sisi lain, tambahnya, masalah teknis dalam pengembangan blok CBM pun tidak kalah kompleks sehingga membuat keekonomian blok CBM semakin minim karena operasional eksplorasi CBM dilakukan menggunakan kaidah konvensional migas. Sehingga membuat biaya pengembangan blok CBM semakin tinggi.
"Bagi kami, mau eksekusi mau tidak toh sama juga. Kalau kami tidak eskeskusi, kami juga harus bayar karena firm commitment. Kalau eksekusi ya membengkak karena kami harus tambah biaya,” tandasnya.
PHE Siap Lelang 8 Blok CBM, Ini Alasannya
Reviewed by OG Indonesia
on
Selasa, September 13, 2016
Rating: