Kontaktor Patah Arang, Jangan Hanya Pangkas Pajak


Hasil gambarJakarta, OG Indonesia-- Pengusaha mendukung langkah pemerintah yang melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang penggantian biaya operasi (cost recovery). Namun, mereka minta perizinan dan pengadaan lahan juga dipermudah agar kontraktor semangat ngebor minyak lagi.




Direktur Utama PT Sele Raya Eddy Tampi mengatakan, pemerintah sangat terlambat dalam melaku­kan revisi cost recovery. Sebab, industri migas nasional kondis­inya sudah tiarap. 

"Harusnya dari tiga tahun lalu dilakukan revisi. Dulu kankernya masih stadium satu sekarang sudah empat," ujarnya, kemarin (27/9/2016). 

Menurutnya, selama ini ban­yak kontraktor asing yang tidak mau ngebor karena aturannya berbelit sedangkan keuntungan bersihnya cuma 11 persen. Saat ini, banyak kontraktor migas yang patah arang dengan bisnis migas di Indonesia.

Akibatnya, negara dirugikan. Sebab, setoran migas berkurang. Sementara, pemerintah masih harus impor BBM padahal kon­disi ekonomi sedang lesu sehing­ga pendapatan tidak maksimal. 

"Ini menguras kantong negara. Sama saja kita mandi pakai air mineral setiap hari. Padahal kita punya sumber air," jelasnya. 

Namun, dia menyambut baik, langkah Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mau merevisi aturan yang membebani kontraktor migas itu. "Jangan lagi setiap waktu berubah aturannya," katanya.

Eddy juga meminta, pemerin­tah untuk mempermudah proses perizinan dan pembebasan lahan migas. Selama ini, kontraktor harus mengurus panjangnya per­izinan sehingga menghabiskan waktu, belum lagi di lapangan­nya sering dipersulit. 

Dia mengusulkan, kontrak­tor mengurus semua perizinan migas hanya ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Mi­gas). Dan, dalam 60 hari se­muanya harus selesai. "Kalau pajaknya saja yang diperbaharui, tapi perizinan tidak diselesaikan percuma saja," ujarnya.

Eddy menambahkan, jika semua penghambat industri migas dibenahi pemerintah, maka bisnis ini akan bergairah kembali. Dampaknya, kantong negara bisa tebal lagi. "Jika bisnis ini jalan lagi, pemerintah enggak perlu bikan program tax amnesty buat nutupi anggaran," tukasnya.

Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia bidang Regu­lasi dan Kelembagaan Migas Firlie Ganinduto mengatakan, pemerintah memang harus ban­yak mengeluarkan kebijakan yang memudahkan kontraktor untuk mengebor minyak. Saat ini banyak perusahaan nasional yang sudah angkat kaki dari Indonesia. 

"Pemerintah harus mengubah dulu pola pikirnya. Sekarang industri minyak kita sudah tidak menarik lagi," katanya. 

Jika pemerintah diam saja, tentu banyak kontraktor yang lari ke Thailand, Kampoja dan Malaysia. Menurutnya, revisi PP 79 masih banyak yang harus diperbaiki lagi karena ada yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Sebelumnya, pemerintah mer­evisi PP Nomor 79 Tahun 2010 tentang cost recovery dan per­lakuan pajak penghasilan bidang usaha hulu minyak dan gas bumi, untuk tujuan memperbaiki iklim investasi sektor tersebut.

Menteri Keuangan Sri Muly­ani mengatakan, revisi tersebut diharapkan mampu meningkat­kan nilai keekonomian proyek melalui penaikan internal rate of return,guna membuat kegiatan sektor hulu migas menjadi lebih menarik bagi investor.

"Berdasarkan kalkulasi, nilai keekonomian proyek akan men­ingkat melaluiinternal rate of return, yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun nonperpajakan, terutama pada masa eksplorasi," katanya.

Ada lima poin pokok peruba­han revisi PP 79. Pertama, pem­berian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi, yaitu pajak per­tambahan nilai (PPN) impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan akan ditanggung pemerintah.

Kedua, fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi mencakup PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan ditanggung pemerin­tah hanya dalam rangka pertim­bangan keekonomian proyek.

Ketiga, pemerintah memberi­kan pembebasan pajak penghasi­lan pemotongan atas pembenahan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor, dalam rangka pemanfaatan barang negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.

Keempat, adanya kejelasan fasilitas nonfiskal mencakup investment credit, depresiasi dipercepat, dan domestic market obligation (DMO) holiday atau pembebasan kewajiban menye­tor ke pasar dalam negeri hingga produksi puncak.

Kelima, revisi ini akan menam­bahkan konsep bagi hasil peneri­maan menggunakan rezim sliding scale. Pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak tinggi. 
Kontaktor Patah Arang, Jangan Hanya Pangkas Pajak Kontaktor Patah Arang, Jangan Hanya Pangkas Pajak Reviewed by OG Indonesia on Rabu, September 28, 2016 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.