Jakarta, OG Indonesia-- Pemerintah mengajukan biaya operasi hulu minyak dan gas bumi (migas) atau cost recovery di Rancangan APBN Perubahan 2016 sebesar US$ 11 miliar. Sementara itu Komisi VII DPR kemarin menetapkan cost recovery sebesar US$ 9 miliar.
Menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Amien Sunaryadi hal ini akan memberatkan bagi KKKS yang akan mengurangi produksinya sehingga target lifting sulit dicapai.
"Sangat sulit untuk di bawah US$ 11 miliar, seperti 2011 kalau dipaksakan di bawah US$ 11 miliar realisasi juga akan lebih tinggi," kata Amien, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Ia mencontohkan lapangan Banyu Urip yang sudah dibangun 4 tahun lalu namun belum mendapat cost recovery.
"Banyu Urip dibangun 4 tahun lalu, uang yang keluar dari kontraktor belum diganti, 2016 begitu proyek pembangunan seluruh fasilitasnya selesai, maka biaya yang sudah keluar selama 4 tahun akan diganti melalui mekanisme depresiasi. Tentunya mereka akan sangat keberatan kalau ini ditunda penggantiannya kalau biaya dikurangi, tentunya produksinya juga berkurang," lanjut Amien.
Selain itu biaya eksplorasi dan pengembangan sumur juga akan berkurang apabila cost recovery di bawah US$ 11 miliar yang berdampak pada produksi yang berkurang.
"Biaya eksplorasi, development dengan mengebor sumur baru, kalau enggak ngebor, produksi enggak keluar. Dalam pembahasan Banggar (Badan Aggaran DPR) di tahun lalu juga sudah ditunda besarannya juga sulit diturunkan karena akan menyangkut di produksi," tutur Amien.
Masalah Penetapan Cost Recovery, SKK Migas Anggap Angka Itu Memberatkan
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Juni 16, 2016
Rating: