Sekretaris Umum APMI Dharmizon Piliang (kiri) dan Ketua Umum APMI Wargono Soenarko (kanan). Foto: Ridwan Harahap |
"Utang yang sudah macet ini banyak, maaf saya sebutkan karena ini sudah jadi rahasia umum. Seperti Lapindo, Geo Cepu, Golden Spike, itu langganan utang. Sudah dua tahun, tiga tahun enggak bayar," ungkap Wargono Soenarko, Ketua Umum APMI yang baru terpilih akhir April 2016 lalu kepada OG Indonesia, di kantornya di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (16/06).
Ia pun mengeluhkan kondisi tersebut, padahal para perusahaan migas tersebut telah melakukan kegiatan produksi. "Kenapa pemerintah enggak tekan mereka, supaya uang minyak yang disetor ke pemerintah jangan dibayarkan, dibayar ke kita, terserah pemerintah bagaimana mekanismenya," papar Wargono.
Diungkapkan Wargono, jumlah piutang perusahaan-perusahaan pengeboran yang berhasil ditemukan berdasarkan angket yang dilakukan APMI sebesar US$ 19,6 juta. Jumlah tersebut didapat dari 18 perusahaan anggota APMI, dan itu hanya sekitar 10% dari total piutang perusahaan pengeboran kepada perusahaan KKKS, TAC, dan JOB. APMI memperkirakan total utang perusahaan migas kepada perusahaan jasa pengeboran mencapai US$ 100 juta.
"Ada satu yang besar, ada perusahaan yang punya piutang US$ 24 juta, tapi (laporannya) belum masuk juga (ke kami)," ucapnya. Keraguan banyak perusahaan pengeboran untuk mengungkapkan tagihan macet mereka di perusahaan migas disinyalir karena takut hubungannya dengan perusahaan yang berutang menjadi buruk. "Takut. Dia ngomong (ke kami), tapi enggak mau kasih data," tuturnya.
Karena itu kepengurusan APMI periode 2016-2019 dikatakan Wargono dalam jangka pendek ini berupaya untuk menuntaskan persoalan tagihan utang anggota APMI di banyak perusahaan migas ini. "Kita bayar bid bond, kita bayar performance bond, kalau telat didenda, tapi kalau mereka telat bayar ke kita enggak ada sanksinya," keluhnya.
Ditambahkan oleh Dharmizon Piliang, Sekretaris Umum APMI dalam kesempatan yang sama, bahwa industri pengeboran dan penunjang migas sangat strategis namun kurang diperhatikan. "Padahal industri kami ini sudah di ambang mau jatuh," kata Dharmizon.
Berdasarkan data APMI, anggotanya berkurang lebih dari separuh sejak harga minyak jatuh, di mana pada tahun 2014 masih ada 480 perusahaan yang bergabung di APMI, namun kini hanya 219 perusahaan. "Dari 219 perusahaan, bagi mereka yang punya rig 10 saja, itu minimal 1.000 orang karyawan pasti ada (untuk satu perusahaan)," beber Dharmizon.
Karena itu APMI dalam waktu dekat ini akan menyampaikan berbagai keluhannya terutama terkait piutang. "Habis Lebaran ini kita akan ada deklarasi dukungan dulu. Ke Dirjen Migas dan SKK Migas juga kita sampaikan ini bahwa ada data-data (piutang) dari anggota seperti ini, tapi kami minta datanya confidential (dulu)," kata Dharmizon.
"Nanti kita bilang sama SKK Migas dan Dirjen Migas, mohon endorsement dari mereka ke KKKS untuk bayar. Enggak mau juga kita selesaikan dengan cara lain, misal arbitrase atau lewat pengadilan," lanjutnya.
Guna mendukung anggotanya menyelesaikan masalah tagihan macetnya di perusahaan migas, APMI saat ini sedang membuat semacam jasa Lembaga Bantuan Hukum. "Ini sedang kita tata. Ini sejak enam bulan lalu sudah kita jalankan tapi masih berupa mediasi-mediasi. Mediasi apa? Mediasi tentang utang piutang," tambah Wargono Soenarko.
"Soal utang ini sudah sangat krusial. Kita tak akan bisa bertahan dengan kondisi yang ada seperti ini. Ini persoalan perut langsung," pungkas Dharmizon seraya mengatakan pihaknya juga akan mengadu kepada Presiden terkait semua masalah yang tengah menerpa industri pengeboran dan penunjang migas pada saat ini. RH
APMI Keluhkan Banyak Perusahaan KKKS Tunggak Utang ke Perusahaan Pengeboran
Reviewed by OG Indonesia
on
Jumat, Juni 17, 2016
Rating: