Jakarta, OG Indonesia-- Keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PT FI) dianggap langkah yang salah dan kembali melanggar UU Minerba yang sudah jelas bahwa perusahaan pengelola tambang harus melakukan pemurnian di dalam negeri dengan membangun smelter.
"Saya tidak mengerti dan bingung dengan sikap pak Menteri Sudirman saat ini. Dia kolega saya dulu, heran dengan sikap Sudirman saat ini yang sudah hobi melakukan pelanggaran UU,” ungkap Pengamat Energi, Simon F Sembiring dalam keterangan resminya, Senin (15/2).
Menurutnya, persoalan MoU izin eskpor kepada PT FI sejak dulu telah melanggar UU Minerba 4/2009. Dalam UU Minerba tersebut sudah dijelaskan bahwa perusahaan pengelola tambang harus melakukan pemurnian di dalam negeri dengan membangun smelter.
Sebagaimana diketahui, Pasal 170 UU Minerba tahun 2009 mengatur bahwa terhitung lima tahun setelah diundangkan, tak boleh lagi ada aktivitas ekspor konsentrat. Dengan demikian, 11 Januari 2014 menjadi tonggak waktu bagi pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan ekspor konsentratnya. Akan tetapi, pada kenyataannya justru tidak demikian.
"Sudah berapa kali ini Menteri ESDM kita langgar Undang-Undang, diperpanjang lagi ekspornya, kesalahan yang berulang kali dilakukan,” jelas Simon.
Dia mengingatkan, awal Februari 2015 lalu ada pertemuan yang dilakukan di istana negara antara Presiden Jokowi, Menteri ESDM dan Pimpinan DPR membahas soal MoU perpajangan izin ekspor. Kala itu pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi sudah diperingatkan bahwa itu melanggar UU Minerba.
"Dan kesimpulannya saat itu menyatakan jika memang Freeport melakukan pelanggaran, izinnya tidak akan diperpanjang,” bebernya.
Terlepas dari itu, menurut Simon, Presiden Jokowi seharusnya segera merevisi Peraturan Pemerintah 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab, PP itu hanya mengakomodir kepentingan pelaku usaha. Contohnya, divestasi 30 persen diberikan bagi kegiatan pertambangan bawah tanah. Dalam hal ini hanya PT Freeport Indonesia yang sesuai dengan kriteria tersebut. Apabila 30 persen itu dikuasai pemerintah tetap saja tidak memiliki pengaruh dalam pengelolaan Freeport.
Menurutnya pengesahan PP 77 tersebut tergolong unik lantaran ditandatangani sepekan sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir. Mantan Dirjen Minerba ini mensinyalir, sikap inkonsistensi yang ditunjukkan pemerintah oleh Menteri Sudirman Said ini menampakkan bahwa ada kekuatan besar yang mengontrol dibelakangnya.
"Ini Sudirman Said hanya boneka di depan, ada kekuatan yang menggerakkan dia, beberapa waktu yang lalu tegas menyatakan tidak akan memperpanjang izin ekspor Freeport, tidak lama kemudian malah lemah,” ungkapnya.
Izin ekspor konsentrat PT FI telah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan pada 10 Februari lalu setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan ekspor ke PT FI sehari sebelumnya. Padahal, sampai saat ini PT FI belum merealisasikan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
Selain itu, uang jaminan pembangunan smelter sebesar USD530 juta yang awalnya ditetapkan oleh Kementerian ESDM juga tidak dipenuhi oleh PT FI. Justru kuota ekspor konsentrat kepada PT FI dinaikkan dari kuota izin ekspor sebelumnya, yaitu pada Juli 2015 hingga Januari 2016 mencapai 775 ribu ton. Terhitung sejak 10 Februari hingga 2 agustus 2016 meningkat menjadi 1 juta ton.
"Saya tidak mengerti dan bingung dengan sikap pak Menteri Sudirman saat ini. Dia kolega saya dulu, heran dengan sikap Sudirman saat ini yang sudah hobi melakukan pelanggaran UU,” ungkap Pengamat Energi, Simon F Sembiring dalam keterangan resminya, Senin (15/2).
Menurutnya, persoalan MoU izin eskpor kepada PT FI sejak dulu telah melanggar UU Minerba 4/2009. Dalam UU Minerba tersebut sudah dijelaskan bahwa perusahaan pengelola tambang harus melakukan pemurnian di dalam negeri dengan membangun smelter.
Sebagaimana diketahui, Pasal 170 UU Minerba tahun 2009 mengatur bahwa terhitung lima tahun setelah diundangkan, tak boleh lagi ada aktivitas ekspor konsentrat. Dengan demikian, 11 Januari 2014 menjadi tonggak waktu bagi pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan ekspor konsentratnya. Akan tetapi, pada kenyataannya justru tidak demikian.
"Sudah berapa kali ini Menteri ESDM kita langgar Undang-Undang, diperpanjang lagi ekspornya, kesalahan yang berulang kali dilakukan,” jelas Simon.
Dia mengingatkan, awal Februari 2015 lalu ada pertemuan yang dilakukan di istana negara antara Presiden Jokowi, Menteri ESDM dan Pimpinan DPR membahas soal MoU perpajangan izin ekspor. Kala itu pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi sudah diperingatkan bahwa itu melanggar UU Minerba.
"Dan kesimpulannya saat itu menyatakan jika memang Freeport melakukan pelanggaran, izinnya tidak akan diperpanjang,” bebernya.
Terlepas dari itu, menurut Simon, Presiden Jokowi seharusnya segera merevisi Peraturan Pemerintah 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab, PP itu hanya mengakomodir kepentingan pelaku usaha. Contohnya, divestasi 30 persen diberikan bagi kegiatan pertambangan bawah tanah. Dalam hal ini hanya PT Freeport Indonesia yang sesuai dengan kriteria tersebut. Apabila 30 persen itu dikuasai pemerintah tetap saja tidak memiliki pengaruh dalam pengelolaan Freeport.
Menurutnya pengesahan PP 77 tersebut tergolong unik lantaran ditandatangani sepekan sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir. Mantan Dirjen Minerba ini mensinyalir, sikap inkonsistensi yang ditunjukkan pemerintah oleh Menteri Sudirman Said ini menampakkan bahwa ada kekuatan besar yang mengontrol dibelakangnya.
"Ini Sudirman Said hanya boneka di depan, ada kekuatan yang menggerakkan dia, beberapa waktu yang lalu tegas menyatakan tidak akan memperpanjang izin ekspor Freeport, tidak lama kemudian malah lemah,” ungkapnya.
Izin ekspor konsentrat PT FI telah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan pada 10 Februari lalu setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan ekspor ke PT FI sehari sebelumnya. Padahal, sampai saat ini PT FI belum merealisasikan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
Selain itu, uang jaminan pembangunan smelter sebesar USD530 juta yang awalnya ditetapkan oleh Kementerian ESDM juga tidak dipenuhi oleh PT FI. Justru kuota ekspor konsentrat kepada PT FI dinaikkan dari kuota izin ekspor sebelumnya, yaitu pada Juli 2015 hingga Januari 2016 mencapai 775 ribu ton. Terhitung sejak 10 Februari hingga 2 agustus 2016 meningkat menjadi 1 juta ton.
Pertanyakan Sikap Menteri ESDM atas Freeport Indonesia
Reviewed by OG Indonesia
on
Rabu, Februari 17, 2016
Rating: