Jakarta, O&G Indonesia-- Melorotnya harga minyak mentah di pasar internasional adalah blessing in disguise bagi Indonesia. Walaupun demikian, ada beberapa ancaman mengintai. Apa saja bencana dan berkahnya?
“Pertama, menurunnya pendapatan negara dari minyak dan gas (migas). Kedua, tidak tumbuh dan berkembangnya energi baru terbarukan karena minyak berbasis fosil dapat diperoleh dengan murah,”kata Iwan Ratman, President Director/CEO Petro T&C Internasional kepada O&G Indonesia, Selasa (12/1/2016) di Jakarta.
Iwan Ratman, President Director Petro T&C Internasional |
Para analis dan pebisnis minyak memprediksi harga minyak di awal tahun 2016 ini bakal jeblok bahkan mencapai hingga 15 USD per barel. “Apalagi embargo terhadap Iran sudah dibuka sehingga produksi minyak Iran akan masuk pasar minyak dunia. Begitupun juga Rusia,”terang Iwan. Bila supply melebihi demand maka otomatis harga akan turun tajam, sesuai dengan hukum ekonomi.
Lalu, imbasnya bagi Indonesia? “Penerimaan negara dari migas jelas akan turun karena faktor produksi migas nasional diperkirakan pada kisaran dibawah 900 ribu barel per-hari (produksi rata-2 tahun 2015 berasa pada kisaran 870.000 barel per day),”tegas Iwan. Faktor anjloknya harga minyak tentu akan menyebabkan perusahaan migas tidak antusias untuk mempertahankan atau meningkatkan produksinya.
Dengan kata lain,ungkap Iwan, mereka akan menahan diri untuk melaksanakan program-program peningkatan produksi minyak, sehingga banyak program-program tersebut ditunda menunggu harga minyak naik kembali, agar nilai keekonomian dapat dicapai.
Lebih jauh Iwan mengutarakan, “Mereka akan membiarkan declining production. Misalnya sumur atau reservoirnya sudah lemah, ya nggak akan ngebor lagi (in field drilling). Karena ngebor itu membutuhkan cost,”terang Iwan.
Mereka, imbuh Iwan, tentu berpikir lebih baik cadangannya disimpan dulu sembari menunggu harga kembali berangsur naik. “Kalau ini terjadi secara masif pada KKKS yang berproduksi maka perekonomian di sektor migas akan loyo,”tandas Iwan, dengan nada lirih.
Menurut Iwan, perusahaan-perusahaan penunjang migas pun pasti terimbas anjloknya harga minyak mentah. “Mereka sepi atau bahkan tidak dapat order. Kalau tidak dapat order maka akan terjadi rasionalisasi karyawan untuk efisiensi biaya operasi,”kata Iwan. Jadi, dampak sosialnya cukup berat.
Kendati demikian, lanjut Iwan, dibalik turunnya harga minyak dunia ada hikmah. “Turunnya harga minyak global, seharusnya diimbangi dengan turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di sektor hilir migas. Ini demi mengurangi beban hidup rakyat,”tegas Iwan.
Secara logika, kata Iwan, bila harga crude turun ongkos produksi pun turun. Dan kalau ongkos produksi turun, harga jual produknya juga dapat turun, sehingga akan menambah daya saing produk industri tersebut.
“Konsumen yang mempunyai buying power rendah pun akan dapat membeli produk tersebut, sehingga industri akan tetap beroperasi,”kata Iwan. Kegiatan ekonomi pun, ungkap Iwan, akan tetap bergulir, yang notabene hidupnya kegiatan industri tersebut akan mencegah terjadinya PHK (PHK dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin, menambah pengangguran, serta meningkatkan kerawanan sosial serta aspek-aspek lainnya).
Kalau harga minyak mentah turun secara significant maka harga produk hasil refinery seharusnya turun pula secara significant. “Secara linier saja sebagai pembanding apabila harga crude 120 USD/barel, maka harga produk BBM kurang lebih Rp 12,000/liter sesuai nilai keekonomiannya. Apabila harga crude turun mencapai 40 USD/barel maka hitung-hitungan awam secara linier maka harga produk BBM dapat mencapai Rp. 4000/liter,”papar Iwan.
Apabila ditambah dengan biaya transportasi, pajak impor, pajak pertambahan nilai dan biaya lain-lain serta profit margin maka paling mahal harga BBM untuk bensin seharga Rp 5000/liter. “Berarti dengan harga BBM tersebut maka rakyat dapat menikmati keberkahan turunnya harga minyak mentah tersebut di atas.”tandas Iwan.
Iwan berharap Pertamina tidak berpikir untuk mengambil profit margin yang besar. “Kalau harga crudenya turun, dia (Pertamina) belinya turun tapi harga jual produk BBM nya enggak turun berarti kan delta profitnya dinikmati Pertamina. Rakyat tidak menikmati turunnya harga minyak. Ini harus disikapi dengan arif,”pinta Iwan.
Selanjutnya Iwan menyitir perkataan Megawati Soekarnoputri bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selayaknya dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. “Bukan semata-mata mencari keuntungan. Bukan B to B atau Business to Business seperti perusahaan swasta,”tegas Iwan.
Jadi momentum turunnya harga minyak dunia sejatinya dijadikan sebagai upaya menaikkan kegiatan dan kemampuan ekonomi rakyat secara riil, baik di tingkat keluarga, pabrik maupun perusahaan industri yang membutuhkan BBM guna memenuhi kebutuhan energinya. “Caranya adalah menurunkan harga BBM secara significant, sesuai dengan turunnya harga crude saat ini yang sangat significant,”tegas Iwan. SB
Minyak Anjlok Membawa Berkah
Reviewed by OG Indonesia
on
Kamis, Januari 14, 2016
Rating: