Indramayu, O&G Indonesia -- PT Pertamina (Persero) terus meningkatkan integrasi bisnisnya agar tidak sekadar sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah setempat melalui efek pengganda yang ditimbulkan dari kehadiran infrastruktur milik perseroan dan anak-anak perusahaan. Proses integrasi tersebut terlihat jelas pada pengelolaan sumberdaya minyak dan gas (migas) di Indramayu, Jawa Barat.
Di wilayah tersebut, Pertamina memiliki Kilang Pertamina Balongan dan Kilang LPG Mundu yang dikelola oleh anak perusahaannya, PT Pertamina Gas (Pertagas). Kebutuhan gas untuk dua fasilitas pengolahan tersebut dipasok oleh anak perusahaan Pertamina lainnya, yakni PT Pertamina EP Asset III Jatibarang dan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Salah satunya dari Lapangan GG milik PHE ONWJ yang mulai onstream dengan kapasitas produksi harian 31 juta kaki meter kubik (MMSCFD) dan 150 barel kondensat per hari.
Kilang LPG Mundu telah direvitalisasi dengan menggunakan bahan baku gas alam. Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, penggunaan bahan baku gas alam dalam rangka meningkatkan produksi dan mengurangi impor LPG. Keberadaan kilang ini menjadi salah satu fasilitas dalam menopang upaya Pertamina guna mengurangi volume impor LPG sebesar rata-rata 27 ribu ton per hari. "Kilang LPG Mundu didesain mampu memproduksi LPG sebesar 100 ton per hari," ujar Wianda, Selasa (19/01).
Adapun produk lainnya yang bisa dihasilkan dari fasilitas yang dibangun sejak tahun 1977 tersebut adalah kondensat Naphta/Minasol-M sebesar 120 ton per hari, dan lean gas sekitar 720.000 Normal m3 (Nm3) per hari.
LPG dan Minasol yang diproduksi Kilang LPG Mundu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, antara lain untuk mendorong kesuksesan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke LPG. Sementara lean gas kembali dimanfaatkan Pertamina EP dan untuk digunakan sendiri sebagai fuel compressor, fuel furnace dan fuel generator. Sebagian lean gas digunakan pabrik semen, pupuk, PT Krakatau Steel, gas kota, dan PT PLN (Persero).
Stasiun Kompressor Gas (SKG) Mundu yang juga salah satu fasilitas strategis yang dimiliki Pertagas di Indramayu, memanfaatkan gas lean dari Kilang LPG Mundu dan PEP Asset III Jatibarang untuk mengalirkan gas guna memenuhi kebutuhan di area timur Jawa Barat, yakni Cirebon dan sekitarnya. "Seiring dengan perkembangan waktu, SKG Mundu beroperasi dengan tujuan membantu menaikkan tekanan untuk sumuran minyak Jatibarang," tutur Wianda.
Saat ini, SKG yang diresmikan pada 1978 ini memiliki peralatan utama berupa kompresor gas turbin dengan kapasitas masing-masing 40 MMSCFD sebanyak dua buah, air fan cooler dua buah dan tiga instrument air compressor. Terdapat juga lima ruas pipa yang dikelola yakni ruas Cilamaya-KHT (Kandang Haur Timur), KHT-Cilamaya, KHT-Balongan, Balongan-Mundu, dan Mundu-Sunyaragi. "Semua peralatan dalam kondisi availability 100% dan 100% reability," tegas Wianda. RH
Di wilayah tersebut, Pertamina memiliki Kilang Pertamina Balongan dan Kilang LPG Mundu yang dikelola oleh anak perusahaannya, PT Pertamina Gas (Pertagas). Kebutuhan gas untuk dua fasilitas pengolahan tersebut dipasok oleh anak perusahaan Pertamina lainnya, yakni PT Pertamina EP Asset III Jatibarang dan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Salah satunya dari Lapangan GG milik PHE ONWJ yang mulai onstream dengan kapasitas produksi harian 31 juta kaki meter kubik (MMSCFD) dan 150 barel kondensat per hari.
Kilang LPG Mundu telah direvitalisasi dengan menggunakan bahan baku gas alam. Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, penggunaan bahan baku gas alam dalam rangka meningkatkan produksi dan mengurangi impor LPG. Keberadaan kilang ini menjadi salah satu fasilitas dalam menopang upaya Pertamina guna mengurangi volume impor LPG sebesar rata-rata 27 ribu ton per hari. "Kilang LPG Mundu didesain mampu memproduksi LPG sebesar 100 ton per hari," ujar Wianda, Selasa (19/01).
Adapun produk lainnya yang bisa dihasilkan dari fasilitas yang dibangun sejak tahun 1977 tersebut adalah kondensat Naphta/Minasol-M sebesar 120 ton per hari, dan lean gas sekitar 720.000 Normal m3 (Nm3) per hari.
LPG dan Minasol yang diproduksi Kilang LPG Mundu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, antara lain untuk mendorong kesuksesan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke LPG. Sementara lean gas kembali dimanfaatkan Pertamina EP dan untuk digunakan sendiri sebagai fuel compressor, fuel furnace dan fuel generator. Sebagian lean gas digunakan pabrik semen, pupuk, PT Krakatau Steel, gas kota, dan PT PLN (Persero).
Stasiun Kompressor Gas (SKG) Mundu yang juga salah satu fasilitas strategis yang dimiliki Pertagas di Indramayu, memanfaatkan gas lean dari Kilang LPG Mundu dan PEP Asset III Jatibarang untuk mengalirkan gas guna memenuhi kebutuhan di area timur Jawa Barat, yakni Cirebon dan sekitarnya. "Seiring dengan perkembangan waktu, SKG Mundu beroperasi dengan tujuan membantu menaikkan tekanan untuk sumuran minyak Jatibarang," tutur Wianda.
Saat ini, SKG yang diresmikan pada 1978 ini memiliki peralatan utama berupa kompresor gas turbin dengan kapasitas masing-masing 40 MMSCFD sebanyak dua buah, air fan cooler dua buah dan tiga instrument air compressor. Terdapat juga lima ruas pipa yang dikelola yakni ruas Cilamaya-KHT (Kandang Haur Timur), KHT-Cilamaya, KHT-Balongan, Balongan-Mundu, dan Mundu-Sunyaragi. "Semua peralatan dalam kondisi availability 100% dan 100% reability," tegas Wianda. RH
Kilang LPG Mundu Topang Pertamina Kurangi Impor LPG
Reviewed by OG Indonesia
on
Rabu, Januari 20, 2016
Rating: